Kamis, 31 Januari 2019

Pustakawan adalah Sebuah Panggilan Hati

Oleh: Dhian Deliani*

Memang.. cita-citaku bukan  jadi pustakawan, tapi lihatlah aku sekarang. Bagaimana bisa seorang yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya menjadi pustakawan bahkan memimpikan pun tidak, bisa duduk dan tekun mencintai profesi ini dengan pengalaman kerja hampir 20 tahun di perpustakaan.

Ya.. lihatlah aku sekarang, seorang yang dulu menganggap jurusan perpustakaan adalah jurusan antah berantah tanpa tujuan. Memilih jurusan ini karena coba-coba, karena anak IPA bisa pilih 3 jurusan berbeda, dan jurusan ilmu perpustakaan adalah pilihan ketiga. Memasuki dunia perkuliahan dengan enggan, tapi berhasil menamatkan studi dalam 10 semester_tak lebih tak kurang, dengan IPK yang lumayan.

Memang.. cita-citaku bukan  jadi pustakawan, setamat kuliah aku langsung mendapat pekerjaan.Tak sempat aku jadi pengangguran. Walau katanya tahun 1998  ekonomi Indonesia sedang krisis, tapi aku tak gentar, malah aku berhasil jadi sekretaris. Lho kenapa jadi sekretaris?

Tapi… ternyata jadi pustakawan adalah sebuah panggilan. Tak lama kemudian, aku pun meninggalkan profesi sekretaris karena bukan itu yang menjadi tujuan. Terkangen-kangen dengan klasifikasi dan katalogisasi, dalam pengolahan. Rindu berjumpa dan menyapa banyak orang dalam melakukan pelayanan. Begitulah kesan yang tertanam, ketika menjalani praktek kerja lapangan saat masih jadi mahasiswa di semester enam.

Memang.. cita-citaku bukan  jadi pustakawan, tapi aku  akhirnya  jadi pustakawan betulan bukan jadi-jadian. Sebuah LSM yang kala itu membutuhkan seorang yang bisa mengurusi perpustakaan mungilnya. Ruangan bekas garasi yang disulap menjadi perpustakaan membuat aku jatuh hati. Segenap perasaan dan seluruh pikiran tercurah untuk mendayagunakan koleksi dan  informasi. 

Namun, roda kehidupan terus berputar, status pustakawan LSM dengan gaji pas-pasan membuatku mencari-cari  peruntungan. Alhamdulillah, harapanku dikabulkan penguasa langit yang Maha Mendengar. Setelah 6 tahun pengabdian, di tempat baru ku berlabuh menjadi pijakan penuh harapan. Sebuah tempat yang bernama instansi pemerintahan.

Memang.. cita-citaku bukan  jadi pustakawan,  ditempat baru ini apa yang terbayangkan? Dunia LSM dan birokrasi pemerintahan beda 180 derajat. Tergagap-gagap aku masuk ke dalam lingkungan kerja yang berat. Kenapa terasa berat? Ya..karena dulu aku harus bekerja secara mandiri, kreatif  dengan tepat dan cepat, sedangkan disini, membuat kesepakatan pun harus melalui rapat dan rapat…. semua tersendat dan melambat. Tapi biarlah.. toh pepatah mengatakan, biar lambat asal selamat..

Pustakawan adalah Sebuah Panggilan Hati

Tiba-tiba era baru pun menghampiri. Katanya pemerintahan terkena gelombang reformasi birokrasi. Pustakawan pun harus berbenah diri, capaian kinerja jadi barang bukti. Dan nikmatnya penghasilan pun meninggi, alhamdulillah_walaupun uang bukan kebahagiaan hakiki, tapi pustakawan boleh berbangga hati, cukup dihargai. Walau karir menjadi pejabat terbuka lebar, tapi tak ada keinginan ku jajaki. Yaa.. ini adalah persoalan hati. Karena ku cinta profesi ini setengah mati. Comfort zone ku disini, berada diantara teman-teman pustakawan sejati.

Memang.. cita-citaku bukan jadi pustakawan, tetapi perlu kutegaskan, menjadi pustakawan adalah sebuah panggilan hati.

*Pustakawan Madya
Perpustakaan Kementerian Sekretariat Negara
IG@dhiandeli ; email: dhian.deliani@gmail.com

Rabu, 30 Januari 2019

KAMPANYE LITERASI DI MUSIM PILPRES

Maniso Mustar
Perpustakaan  Fakultas Kedokteran 
Universitas Gadjah Mada

Masih alergi dengar kata kampanye? Eits, jangan dulu. Yang ini berbeda lho. Bukan kampanye yang berbau politik, apalagi sara. Ini adalah kampanye yang akan dapat menyehatkan jiwa setiap manusia Indonesia dengan asupan gizi kecerdasan dan intelektualitas dengan menyerukan ajakan baca tulis dan melek informasi. Kampanye ini tidak perlu mengajak massa untuk mengendarai kendaraan bermotor yang bersuara lantang dan penuh gebar-geber mengelilingi kota. Tak perlu atribut dan spanduk yang banyak untuk mendukungnya. Ini adalah kampanye literasi.

Kampanye ini  lebih praktis dan mudah untuk dilakukan, mengumpulkan massa pun boleh. Kegiatan bisa dilakukan dalam aktivitas sehari-hari seperti menulis status di media sosial, pasang poster di instagram, menulis opini di surat kabar, share group medsos, menulis blog dsb. Ajakan ini bisa diterapkan dalam setiap kegiatan sosial apapun karena tidak mengandung unsur politik, unsur agama, apalagi isu sara. Namun mengajak kepada masyarakat untuk lebih selektif terhadap informasi yang sedang hangat di musim pilpres. Dengan demikian masyarakat akan tahu, apa manfaat dan kegunaan kampanye literasi di musim pemilihan presiden.

Kampanye Pilpres
Berbicara kampanye belakangan ini memang sangat menarik. Musim kampanye politik diajang PEMILU 2019-2024 dimulai. Jadi lebih menarik dan bikin penasaran kan? Apa sih kampanye itu? Kampanye adalah aktivitas komunikasi yang ditujukan  ntuk  memengaruhi  orang  lain  agar  seseorang  memiliki  wawasan,  sikap  dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi (Cangara, 2011:223). Dalam kampanye pilpres pasti akan mengajak dan mempengaruhi massa dengan memberikan wawasan sesuai kehendak pelaku kampanye untuk memilih calon yang digadangnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan siapa-siapa yang akan menjadi Capresdan Cawapres yang berhak dipilih dalam pesta rakyat tahun 2019. Adalah pasangan Jokowi-Amin di urutan nomor 1 dan pasangan Prabowo-Sandi di urutan nomor 2. Mereka adalah dua pasangan cepres-cawapres yang akan bertanding di 14 april 2019 mendatang untuk memperebutkan jabatan sebagai RI 1 dan RI 2 dalam 5 tahun ke depan. Bagaimana masa depan bangsa Indonesia nanti, ada di tangan mereka dengan program kerja yang telah dirancang dan dikampanyekan kepada masyarakat.
Program kerja sudah digodog oleh timses masing-masing kandidat untuk dikampanyekan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan menunjukkan kelebihan para kandindat. Timses Jokowi-Amin mengusung program sistem ekonomi nasional berbasis Pancasila. Dengan misi membangun infrastruktur dan reformasi struktural dalam 4 tahun terakhir diklaim menjadi fondasi bagi perekonomian nasional. Mereka menyampaikan strategi dengan melakukan sosialisasi capaian prestasi dan keberhasilan ekonomi kandindat incumbent, seperti infrastruktur. Sedangkan timses Prabowo-Sandi mengkapanyekan program yang lebih fokus dalam masalah ekonomi, demi terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, religius, berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional serta kuat di bidang budaya.
Setelah waktu kampanye ditetapkan, kedua kandindat pun memulai mengajak dan mempengaruhi masyarakat dengan menyerukan program kerja masing-masing. Mulai dari pintu ke pintu, kelompok masyarakat dan seluruh elemen menjadi sasaran program yang telah mereka canangkan. Dalam hal kampanye literasipun sama. Di mana pustakawan akan mengajak dan  mempengaruhi masyarakat dengan memberikan wawasan, gambaran sikap dan perilaku. Menyerukan manfaat dan kegunaan membaca, menulis serta cara memanfaatkan informasi untuk menciptakan dampak tertentu sesuai tupoksi para pustakawan. Memberitahukan kepada masyarakat akan pentingnya informasi yang sehat dan benar dengan tujuan terciptanya masyarakat melek informasi,berwawasan dan berpengetahuan luas.

Kampanye Literasi Musim Pilpres
Kampanye literasi di musim pilpres adalah penting, mengingat banyaknya kasus penyimpangan, perpecahan, isu sara, kampanye hitam (black campaign), teror, intimdasi, propaganda dll dalam kampanye pilpres. Kasus-kasus tersebut biasanya terjadi melalui berita dan penyebaran informasi seperti orasi kampanye, ajakan melalui pamflet, poster, berita bohong / hoaks dan pesan berantai di medsos. Banyak kejadian yang kadang dihubung-hubungkan dengan kegiatan kampanye politik, baik yang positif maupun yang negatif. Terjadi aksi penggorengan dan timbul istilah dipelintir atas beberapa kasus yang berkembang di masyarakat.
Di sinilah peran pustakawan dibutuhkan untuk ikut menyerukan informasi sehat untuk membentengi masyarakat dari ketidakpastian berita. Peran ini dapat dilakukan dalam rutinitas sehari-hari dengan mempengaruhi massa untuk membanca, menulis, memberikan pengertian dan penegakan berita haoks kepada masyarakat. Media kampanye pun bervariasi sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat. Bisa personal, dalam kegiatan sosial, pengajian, aplikasi medsos, menulis opini dan membuat acara untuk kampanye literasi dalam diskusi dan seminar. Dengan adanya edukasi informasi melalui kampanye literasi semoga tercipta kampanye pilpres yang sehat, mendidik dan membangun untuk mendapatkan Presiden terpilih yang benar-benar bisa menjalankan amanah dalam kepemimpinan di Indonesia. Inilah pesta demokrasi Indonesia yang bersih, jujur dan adil. Salam Literasi.


Quotes Para Penulis Pustakawan Blogger #1

Halo teman-teman semuanya. Ini tulisan hanya iseng sembari menyalurkan hobi saya saja. Biasanya ketika membaca buku, saya selalu mencatat kata-kata penting atau semacam quotes-lah. Persis kaya yang ada di Goodreads. Nah, spesial di blog ini, saya coba list beberapa quotes atau kata bijak yang saya ambil dari tulisan teman-teman di blog PB ini periode Januari 2019. Yah, semoga saja bermanfaat. Minimal bisa buat motivasi para penulisnya sendiri misal untuk pengingat, nasihat (he...he..). Syukur-syukur untuk para pembacanya juga (he..he..).

Quotes Para Penulis Pustakawan Blogger #1

Ini dia daftarnya:

  • "Manusia yang dapat berpikir, sungguh menakjubkan sekaligus menakutkan." Yogi Hartono
  • "Terbatasnya kemampuan berbahasa asing dan berpikir visioner merupakan dua hal yang seringkali dihadapi oleh pustakawan." Rattahpinnusa H Handisa
  • "Pustakawan harus bisa memenuhi amanat dari pembukaan UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membina perpustakaan sekolah, desa maupun swasta untuk bisa memberikan pelayanan yang optimal untuk masyarakat." LaLa
  • "Buku ditumpuk di perpustakaan. Buku dibuka baca ilmunya. Kalau lah engkau pustakawan. Mari menulis lanjut berkarya." Maman Kendal
  • "Menjelajahi teks banyak rintangan. Baru lima baris seketika mata menutup. Begitulah teks. Hanya orang terpilih yang menjadi temannya. Jika engkau kuat, bersyukurlah." Myu
  • "Dibanding kafe, kenapa perpustakaan kalah menarik? Mungkinkah perpus belum digawangi pustakawan heroik?" Maman Kendal
  • "Bergeraklah untuk meraih goal tersebut, jangan berkeluh kesah sepanjang usia merenungi nasib. Masih banyak ruang ruang kreatif yang bisa kita warnai dalam kepustakawanan ini." Yogi Hartono
  • "Menjadi pustakawan bagi saya sama halnya menjadi orang tua. Merawat, mengembangkan dan membuat bahan pustaka bermanfaaat untuk orang banyak, sama halnya denga memiliki anak. Kita rawat sepenuh hati kita besarkan agar kelak membawa manfaat untuk orang banyak." Re@Cattleya
  • "Pustakawan ibarat singkong rebus. Bagus dalam penampilan namun terasa hambar dan mencekik tenggorokan apabila dikonsumsi." Maniso Mustar
  • "Kegagalan memberikan alternatif rute meraih kesuksesan. Hidup adalah aliran transisi keadaan. Dari satu status ke status berikutnya; berakhir pada tarikan nafas akhir." Yogi Hartono
  •  
  • "Yang pasti, setiap mendengar kata pustakawan, seperti layaknya slilit yang menempel di gigi ataukah perasaan sembelit." Yogi Hartono
  • "Pustakawan itu manusia biasa. Dia bukan manusia super yang bisa ini itu." Paijo 
  • "Diperlukan lebih banyak dosen (ilmu) perpustakaan, yang berani membuka dapurnya di muka umum. Agar dunia kepustakawan lebih terang benderang duduk masalahnya." Paijo 
  • "Untuk menjadi pustakawan besar, berpikirlah selayak pustakawan besar dan ikutilah jejak yang dilakukan pustakawan-pustakawan besar itu." Teguh Prasetyo Utomo
  • "Apapun itu, saya yakin profesi pustakawan memang akan sedang terus berkembang mencari jati dirinya, baik secara keilmuan maupun pratikalnya." Ambarr Muhammad
  • "Semacam gurita kali ya? Dan tak hanya itu, pustakawan juga harus-kudu-wajib multitalenta." Sylvia L’Namira
  • "Ribuan  alasan bisa kita buat untuk tidak melahirkan sebuah karya tulis, tapi yang perlu di ingat alasan-alasan yang kita buat untuk tidak  menulis akan menutup pintu kesuksesan buat diri kita." Trisni Setya.NS
  • "Klo mau nulis ya nulis aja, masalah bagus, jelek, banyak yang baca, atau malah ra payu itu urusan belakangan. Sama kayak orang mau nembak gebetan, kalau kebanyakan mikir nanti keburu diembat orang." Fiqru Mafar  
  • Banyak sekali pengalamanku seperti halnya pengalaman senior diatasku, walau aku sebenernya hanya “remahan kripik". Nasrul Wahid
  • "Tetaplah menulis walau hanya beberapa kata. Kadang satu kata itu bisa menjadi satu alenia, dan satu alenia bisa menjadi pemacu semangat untuk menulis menjadi satu halaman. Hingga akhirnya menghasilkan satu tulisan utuh." Nasirullah Sitam
  • "Pustakawan merupakan sosok yang IMUT: Intelek, Multitalenta dan Tahan Banting." Ray Han
  • "Pustakawan juga harus bisa berliterasi melalui blog." M Zaemakhrus
  • "Sosok pustakawan dalam perusahaan adalah sosok kunci dalam memberikan saran, informasi dan data yang valid bagi pemangku kepentingan perusahaan dalam menjalankan roda ekonomi perusahaan." Dimas Rizky Prasetio 
  • "Aku teringat sebuah kata bijak yakni 'kalau kita tidak mampu membuat perubahan besar maka buatlah perubahan dari hal yang terkecil'." Rattahpinnusa H Handisa
Bagi yang masih terlewat untuk para penulis blog PB, saya mohon maaf ya. Nanti bisa di update kok. Oh iya, untuk gambarnya, mohon izin Kang Yogi (he..he..). Itu hanya contoh saja.

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia

Sistem Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Opini dan solusi Penerimaan CPNS di Masa Mendatang)

SISTEM PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
(Sebuah Opini dan solusi Penerimaan CPNS di Masa Mendatang)


            Mengamati kondisi yang sedang marak akhir akhir ini , khususnya desas desus tentang  berbagai keluhan berasal  dari orang orang di sekitar kita ,baik teman dekat maupun kerabat . Salah satu tetangga berkeluh kesah kepada kami demikian “ aduh jeng koq sulit banget ya sekarang  test CPNS itu lho ,kata anak saya sih pakai alat komputer yang nilainya langsung keluar, hasilnya  langsung bisa dilihat setelah selesai ujian , tapi anak saya nggak lulus Jeng , nilainya kurang 3 point , akhirnya secara sepontan kami menjawab “ sabar ya mbak , suatu saat pasti Alloh akan merencanakan sesuatu yang jauh lebih baik begitu jawabku untuk sekedar menghibur dan menguatkannya .
            Berawal dari keluhan atau  perbincangan dari tetangga tersebut muncul suatu pemikiran di benak kami, bahwa pada kenyataanya sekarang ini memang sulit  untuk dapat diterima sebagai CPNS. Peserta seleksi harus  memenuhi syarat sesuai dengan Passing grade ( Batas  nilai minimal yang dipersyaratkan )  yang ditentukan oleh pemerintah atau pengambil kebijakan. Dengan nilai batas minimal yang telah dipathok tersebut ternyata banyak yang kurang memenuhi standart dan berada dibawah pathokan yang harus dipenuhi oleh para peserta yang mengikuti ujian pada tingkat seleksi kompetensi dasar .
            Ketika realisasi quota penerimaan CPNS tidak terpenuhi  maka pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 61  Tahun 2018 Tentang “Optimalisasi pemenuhan Kebutuhan /Formasi pegawai Negeri Sipil  dalam seleksi calon pegawai Negeri Sipil Tahun 2018 “. Melalui penerbitan Permenpan tersebut diharapkan mampu mengakomodir dan sebagai solusi penerimaan CPNS pada tahun  2018 .
            Secara singkat dengan diterbitkannya Permenpan diatas berarti  Pemerintah telah mengambil langkah konkrit untuk menjawab atau untuk mengatasi permasalahan dalam rencana dan proses  penerimaam CPNS tahun 2018 , dengan cara  menurunkan Passing grade  dari 298 menjadi 255  pada tingkat seleksi kompetensi Dasar yang dirasakan sangat sulit bagi  peserta dalam  mengikuti seleksi CPNS tahun ini.
            Pada dasarnya Kecerdasaran , motivasi dan kinerja seseorang dalam melaksanakan pekerjaan memang sangat sulit untuk diukur , hanya dengan menggunakan 3 parameter baik meliputi kemampuan Kompetensi Dasar  , Kompetensi Bidang  maupun sikap atau kepribadianya saja , masih banyak faktor faktor lainnya yang perlu dijadikan tolok ukur pertimbangan . antara lain,  Kecakapan tehnis ,Motivasi  dan minat  serta bakat .
            Kecakapan tehnis sebagai bekal dalam pelaksnaakan tugas dan kegiatan sehari hari  . Motivasi yang tinggi guna pertanggungjawaban terhadap pekerjaan , minat , bakat dan ketertarikan terhadap pekerjaan setelah para peserta seleksi tersebut lolos dalam mengkuti ujian perlu dipertimbangkan .
            Mengikuti seleksi penerimaan CPNS bukan hanya  sekedar kebanggaan jika lolos seleksi dan setelah itu mereka  tidak memiliki minat atau ketertarikan terhadap pekerjaan yang secara rutin dianggap membosankan . Jika hal ini terjadi sungguh sangat disesalkan  karena pemerintah telah mengeluarkan biaya besar.
            Disinilah mulai muncul berbagai permasalahan kinerja CPNS  , sehingga kurang efektif dan efesian , yaitu ketika posisi melamar pekerjaan dalam kondisi yang sangat menggebu , tetapi setelah mereka lolos dalam seleksi kompetensi Dasar dan serangkaian kompetensi lainnya yang ditentukan oleh Pemerintah kinerja mereka turun dan kurang bergairah .
            Jika ini terjadi maka sebuah pertanyaan yang muncul adalah apakah sistem penerimaan CPNS yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini sudah sangat tepat untuk memilih Calon Pegawai Negeri Sipil yang  benar benar memiliki semangat kinerja , dedikasi yang tinggi , Profesional , bertanggung  jawab , loyal  dan penuh pengabdian terhadap masyarakat, bangsa dan negara yang kita cintai ini ?
            Untuk menjawab pertanyaan ini , maka ada  beberapa opini yang  mungkin bisa dijadikan acuan dalam Sistem penerimaan CPNS di masa depan sebagai berikut:
1.     Diperlukan pengkajian ulang terhadap  kebijakan pemerintah khususnya kebijakan sistem penerimaan CPNS dalam penentuan  Passing grade  yang harus dicapai oleh peserta , jika memungkinkan juga perlu diadakan penelitian terhadap calon peserta seleksi tersebut.
2.     Sebelum diadakan  seleksi penerimaan bagi CPNS, sebaiknya  diadakan training  bagi seluruh calon peserta sebagai  seleksi awal   selama kurun waktu tertentu khususnya  mengenai Wawasan kebangsaan ataupun mental idelogi sehingga CPNS tersebut benar-benar memiliki semangat yang tinggi dalam  meningkatkan pengetahuan tentang wawasan kebangsaan secara konkrit dan luas.
3.     Pesyaratan calon peserta seleksi penerimaan CPNS bagi instansi instansi yang bersifat tehnis perlu disertakan piagam atau bukti bahwa yang bersangkutan telah atau pernah melaksanakan praktek kerja pada suatu instansi yang akan dilamar oleh peserta seleksi CPNS.
4.     Ada baiknya jika peserta seleksi diuji coba untuk bekerja secara mandiri.  Artinya peserta seleksi CPNS secara berkelompok bisa diberikan sejumlah anggaran untuk merencanakan  suatu kegiatan pekerjaan tertentu dengan hasil yang signifikan , artinya   anggaran dari hasil pekerjaan yang dilaksanakan secara berkelompok  lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran awal yang diberikan .

            Jadi bagi seluruh peserta seleksi bagi CPNS dalam mengikuti proses seleksi sudah terlebih dahulu mengikuti proses kerja secara nyata . Hal ini dimaksudkan supaya ketika mereka nanti akan diterima sebagai CPNS sudah terbiasa melaknakan tugas dan kegiatan . disamping itu mereka juga terbiasa berfikir atau  berusaha keras untuk mengatasi segala permasalahan yang muncul  disertai  solusi yang tepat.
            Keempat hal yang kami ajukan diatas hanyalah sebuah opini , ada kemungkinan opini tersebut bisa dijadikan solusi bagi penerimaan CPNS dimasa-masa mendatang .
            Opini dan solusi ini dikandung maksud   agar penerimaan CPNS di masa mendatang dapat lebih  baik dan terintegrasi serta dalam penerimaan CPNS yang baru dapat diperoleh hasil yang sebaik baiknya , yaitu Calon pegawai Negeri sipil yang mau bekerja keras, bekerja ikhlas dan bekerja cerdas serta memiliki sikap moral  pantang menyerah terhadap segala kesulitan dan penuh tanggung jawab terhadap pekerjaan dalam bidang tugas dan tanggung jawabnya demi mewujudkan  kelangsungan , kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.









Sosok Pusta-kawan Di Belakang Layar Perusahaan Swasta.



Semakin besar perusahaan, semakin rumit juga struktur organisasi dan komunikasi antar individu yang bekerja didalamnya. Perkembangan perusahaan menjadi besar, tidak luput dari berkembangnya pola-pola manajerial yang tumbuh. Sehingga para direksi membutuhkan sosok tangan kanan pemegang hak akses informasi yang tidak terbatas sehingga dapat memberikan sebuah saran dan pendapat dalam pengambilan keputusan di Perusahaan. Pengambilan keputusan yang tidak berdasarkan riset yang mendalam (riset informasi secara external maupun internal) akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi tumbuh kembang perusahaan tersebut. Selain itu, para karyawan yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan tersebut pun akan terpapar dampak nyata yaitu penurunan tingkat pendapatan.


Apa hubungannya tulisan diatas dengan pustakawan? Kalau kita berbicara data, riset, informasi dalam dunia akademisi pasti akan terlintas dibenak kita tentang perlunya pustakawan (eh..saat ini udah ada google yah?). Tetapi, sebuah perusahaan besar dan berkembang ternyata sangat memerlukan pustakawan. Walaupun sebetulnya secara struktur patut dipertanyakan, ngapain pustakawan nyasar di perusahaan swasta, ngapain sih? Bukannya tugas pustakawan itu hanya ada di sekolah, kampus, atau lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, sedikit lebih aneh mungkin pustakawan yang ada di kantor hukum (law firm), atau lembaga khusus pemerintahan.

Apabila kita mengenal yang namanya profesi Corporate Secretary yang berperan sebagai "pembisik" bagi para direksi dan komisaris perusahaan, maka pustakawan merupakan tangan kanan dari posisi tersebut. Pustakawan lah yang mengelola sejumlah data, sehingga menjadi komposisi informasi yang pas untuk memberikan "bisikan".

Sosok pustakawan dalam perusahaan adalah sosok kunci dalam memberikan saran, informasi dan data yang valid bagi pemangku kepentingan perusahaan dalam menjalankan roda ekonomi perusahaan. Karena tuntutan kecepatan dan keakuratan informasi juga data yang diperlukan perusahaan, sehingga membutuhkan pustakawan yang memang secara alamiah pustakawan adalah sosok yang sangat teratur, rapih, sehingga apabila pemangku kepentingan membutuhkan data yang disimpan, mereka dengan sangat mundahnya menemukan data dan informasi tersebut.

Hanya saja, kebutuhan pustakawan dalam dunia bisnis perusahaan dan investasi di Indonesia belum terlalu dilirik dan dilihat. Sosok pustakawan dalam perusahaan lebih banyak berdiam diri, kenapa? Karena mereka merupakan penjaga aset rahasia dari perusahaan.




Selasa, 29 Januari 2019

Pustakawan, Sosok Yang IMUT

(Credit to Pixbay)
Siapa sih tak kenal perpustakaan? Jika dilakukan survei hari ini, sekitar 8 dari 10 orang Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan pasti kompak menjawab 'Ya, kami kenal'. Namun jika survei dilanjutkan dengan pertanyaan : Apakah pustakawan itu? Mahluk apakah pustakawan?  Tipe pilihan jawaban model pilihan ganda tidaklah cocok  bagi para responden untuk memberikan respon. Cocoknya ya tipe jawaban uraian. Jawaban mereka pun pasti beragam. Tak salah bila jawaban mereka merujuk pada sosok avenger, ipin upin, cucak rowo maupun mak lampir.
Tapi, jika kita berani jujur pada hati nurani kita. Saya berani katakan bahwa 'Pustakawan adalah sosok yang IMUT' (Wah siap-siap terima banyak komplain nich :-)). Kata IMUT itu sendiri tidak merujuk pada tampilan fisik lho. Kembali lagi ke statemen diatas, Kenapa  pustakawan sosok yang IMUT? Begini penjelasannya.
I = Intelek. Kita kudu setuju nih kalo pustakawan itu intelek. Tahu tidak, tidak gampang lho mengelompokkan berbagai sumber informasi berdasarkan kesesuaian subjek pengetahuan. Bayangkan, setiap hari pustakawan membaca buku dari berbagai genre, menganalisis isinya lalu mengelompokkan sesuai notasi Dewey Decimal Classification atau Universal Decimal Classification. Selain itu, pustakawan kudu siap melayani pemustaka dari berbagai latar belakang keilmuan. Mulai dari jenjang TK sampai jenjang S3. Kalau pustakawan tidak intelek, mana mungkin pustakawan mampu menyediakan sumber informasi sesuai kebutuhan pemustakanya. Singkat saja, berprofesi sebagai pustakawan merupakan jalan menjadi seorang intelektual yang sedang menempuh berpuluh-puluh sks di lembaga pendidikan sepanjang hayat.
MU= MUltitalenta. Sebagian besar pustakawan itu memiliki beragam talenta. Ada yang hobi merangkai kata, ada juga yang jago sketsa maupun mengoprek-oprek bahasa program. Namun semua talenta tersebut linier dengan profesi pustakawan. Contoh interlokalnya: Mr. George W Bush junior saja kepincut dengan Mrs. Laura Bush, yang dulunya seorang pustakawati yang piawai merangkai kata dan story teller diperpustakaan sekolah dinegerinya paman SAM. Mungkin Mr. Bush terpesona aura keibuan Mrs Laura saat Mrs Laura sedang mendongeng di perpustakaan sekolah. Ada lagi contoh lokalnya, kang Hendro wicaksononya yang gemar ngoprek bahasa program akhirnya beliau bisa mengembangkan aplikasi SLIMS yang mulai go internasional. Masih banyak seh pustakawan/wati yang bertalenta dan berkontribusi dibidang kepustakawanan yang belum sempat terungkap (Tunggu X-files berikutnya).
T terakhir = Tahan banting. Nah, tidak ada profesi lain yang setahan banting kayak pustakawan. Disaat negara kita mo beralih menjadi negara maju, profesi pustakawan masih saja terpinggirkan dari aspek kesejahteraan. Tak sedikit, rekan-rekan pustakawan yang berpenghasilan dibawah Upah Minimun Regional. Padahal mereka berkontribusi nyata baik kepada dunia kepustakawanan maupun dunia pendidikan. Bukankah perpustakaan dan pustakawan berperan penting turut mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyediaan bahan bacaan berkualitas. Faktanya, pustakawan ibarat sebuah lilin yang menerangi sekitarnya namun tubuhnya turut luruh terbakar api.
Nah, berdasarkan uraian diatas maka tidak berlebihan bukan. Pustakawan merupakan sosok yang Intelek, Multitalenta dan Tahan Banting. Semoga untaian kata ini mampu mendorong kita mengapresiasi profesi yang bernama 'Pustakawan'. Salam (RAH)

Lebih Nyaman Membaca Buku Tercetak atau Ebook?

“Tetaplah menulis walau hanya beberapa kata. Kadang satu kata itu bisa menjadi satu alenia, dan satu alenia bisa menjadi pemacu semangat untuk menulis menjadi satu halaman. Hingga akhirnya menghasilkan satu tulisan utuh”
Suatu ketika saya berbincang dengan teman yang pekerjaannya menjual buku. Di meja yang sama juga ada teman penulis buku sekaligus editor. Saya seperti berada di tengah-tengah orang hebat dengan segala pengalamnku yang minim. Tak banyak saya bicara, lebih sering mengingat tiap mencatat obrolan dalam ingatan.

Lebih Nyaman Membaca Buku Tercetak atau Ebook?
Credit: Pixabay
Setiap obrolan tak selamanya sekadar basa-basi, topik ngalor-ngidul tanpa ada kejelasan. Kali ini topik yang dibicarakan menurutku berat. Mereka berjibaku dengan pendapat masing-masing terkait minat baca masyarakat Indonesia yang rendah (katanya).

“Sampai sekarang saya bingung. Bagaimana cara menghitung prosentasi minat baca kita rendah? Padahal hampir tiap orang sudah mempunyai gawai, mereka membaca tak harus menggunakan koleksi tercetak,” Ujar editor.

Dia menceritakan kebiasaannya. Setiap hari minimal 15 menit membaca artikel dari Amazon Kindle (aplikasi langganannya). Segala buku berbagai genre dibaca untuk menambah wawasan. Editor itu mengatakan ingin menjadikan aktivitasnya menggunakan gawai bermanfaat. Tidak hanya memantau lini masa media sosial yang penuh hiruk-pikuk.

Teman yang penjual buku juga bercerita jika tiap ada koleksi buku baru yang dipajang, pasti banyak pengikutnya di Instagram berkomentar serta meminta segera ada Pre Order buku tersebut.

“Jangan-jangan masih banyak yang latah sering membeli buku, menumpuknya di meja kamar tanpa menjamah sedikitpun hingga usang?”

Sontak saya merasa tersindir. Bagaimana tidak, di meja kamar masih ada 15 judul buku yang sudah terbeli tapi belum sempat menjamahnya. Saya baru sempat membaca judul dan pengarangnya. Isinya? Masih rapi dalam bungkus plastik transparan yang mulai dipenuhi debu.

“Menurut kalian lebih asyik baca buku tercetak atau ebook?” Pertanyaan macam apa ini? Saya sendiri tak mengira bakal terlontar pertanyaan tersebut.

Kedua orang di samping saya tertawa. Dari sini saya bisa melihat bagaimana tertawanya penjual buku dan editor saat mendapatkan pertanyaan “lucu” dari saya.

“Zaman jangan dilawan, tapi diajak berkawan,” Ujar editor buku.

Lagi-lagi dia bercerita tujuan menulis adalah mencatat sejarah. Apapun medianya. Dulu, nenek moyang kita menulis di batu, kulit, daun lontar, hingga kertas ditemukan. Semua dilakukan untuk mencatat sejarah.

Sekarang? Kita dimudahkan berbagai media. Ada yang menulis di media tercetak seperti majalah, buku, dan yang lainnya. Ada pula yang mencatat sejarahnya pada blog, wattpad, dan sejenisnya. Semua sama.

Urusan nyaman mana, tergantung kita. Pada akhirnya kita pasti terbiasa membaca buku digital (ebook). Dulu, gawai sekadar untuk menelpon dan mengirim kabar melalui pesan singkat. Sekarang, semua yang kita lakukan lebih banyak menggunakan gawai, termasuk membaca.

Ya, benar adanya. Kita menjadi nyaman karena terbiasa. Dulu, membaca buku harus buku tercetak, karena memang adanya hanya koleksi tercetak. Sekarang kita masa peralihan. Sementara hanya membaca berita pada portal daring melalui gawai, tidak salah jika ke depannya membaca novel ribuan lembar pun melalui gawai.

Sebagian orang saya yakin masih nyaman membaca buku tercetak (termasuk saya). Tapi apa mungkin selamanya seperti itu? Saya sendiri tidak yakin. Zaman mulai berubah, mau tidak mau kita juga harus merangkulnya dengan cara mengikuti perkembangan zaman.

Ada waktunya kita dituntut membaca tulisan panjang (novel/karya ilmiah) melalui gawai. Kita membiasakan, dan kita menikmatinya. Sementara generasi yang akan datang lambat laun asing dengan koleksi tercetak. Sama halnya seperti kita yang aneh rasanya membaca manuskrip pada batu, kulit, dan daun lontar.

Tentu ini menjadi tantangan bersama. Terlebih bagi para pecinta aroma buku baru kala pertama dibuka setelah dibeli. Tidak jarang mereka menghirup bau buku tersebut sebelum membacanya. Selain itu, di masa mendatang kita hanya bisa tertawa kala mengingat membaca buku tercetak sebagai sarana untuk dapat tidur nyenyak layaknya Librocubicularist; yakni orang yang membaca buku sembari tidur di atas kasur.

Nasirullah Sitam
Email: roellah@gmail.com
Blog: https://www.nasirullahsitam.com/ 
Travel Blogger & Staf Perpustakaan

Pustakawan itu makhluk yang sukanya jalan-jalan

Oleh: LaLa*
Email: mala.ae1903@gmail.com

Kali ini tentang pengalaman pribadi kami sebagai pustakawan. Sejak bekerja di perpustakaan kami ditempatkan sebagai staf di pengadaan, pengolahan, dan pelestarian bahan pustaka. Kegiatan itu meliputi pengadaan buku yang awalnya menampung katalog-katalog yang ditawarkan kepada instansi kami, kemudian memilih buku yang terbitan teranyar dengan tema yang sedang hits di masyarakat kala itu. Contohnya waktu penanyangan film Ayat-Ayat Cinta di bioskop, langsung deh ngincer judul tersebut dan menulis di daftar list buku yang mau dibeli. Tidak sekedar memilih saja dari katalog penerbit yang dikirim, kami para pustakawan juga memantau apa yang diminati oleh masyarakat dengan mendata buku-buku apa saja yang sering dibaca di perpustakaan serta memberikan para pemustaka secarik kertas dengan isian, buku apa yang belum ada di perpustakaan yang ingin sekali mereka baca. Dengan data tersebut dapat melengkapi daftar list pengadaaan buku yang akan dibeli sesuai dengan sasaran dan target memenuhi kebutuhan para pemustaka. Setelah terkumpul daftarnya kami memberikan daftar kepada bendahara agar daftar tersebut dapat diberikan kepada pihak ke 3 (tiga) atau rekanan yang bekerjasama dengan instansi kami untuk membelikan buku tersebut. Setelah buku datang dan dilakukan verifikasi, tahapan selanjutnya adalah pengolahan bahan pustaka. Yang berkutat dengan kegiatan yang jelimet dan segala kegiatan yang banyak membutuhkan plekenik atk (alat tulis kantor). Bukan sekedar kertas dan tinta, tapi juga membutuhkan pensil beserta penghapusnya, penggaris, isolasi, gunting, cutter, lem, dan bolpoint.

Perpustakaan
Credit: Pixabay
Iya sih sekarang sudah pakai aplikasi otomasi dalam melaksanakan kegiatan pengolahannya. Dengan adanya aplikasi tersebut dengan hanya meng-entry saja nanti sudah dapat mencetak kartu katalog, nomor barcode (sebagai pengganti nomor inventaris), serta call number. Tetapi sebelum di entry, ditentukan dulu subyek dari buku-buku tersebut dengan menggunakan pedoman DDC (Dewey Decimal Classificasion). Setelah kegiatan pengolahan selesai kemudian tata di rak buku (shelving) sesuai dengan urutan dan ditata rapi sesuai dengan urutan nomor klasifikasi dari 000 sampai 900. Tidak berhenti disitu saja, dalam kegiatan shelving apabila menemukan buku yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi oleh pemustaka seumpamanya robek, cover hilang, lem buku sudah tidak melekat dll itu perlu dikeluarkan dari rak untuk didata. Setelah itu dipilah apabila buku tersebut bisa diperbaiki maka dilakukan perbaikan apabila tidak bisa, maka di data dan dicatat untuk bahan pengahapusan aset dan dihaturkan kepada bendahara aset. Itu semua adalah kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap hari.

Selain kegiatan rutinistas diatas, pustakawan harus bisa memenuhi amanat dari pembukaan UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membina perpustakaan sekolah, desa maupun swasta untuk bisa memberikan pelayanan yang optimal untuk masyarakat. Nah ini yang menjadi ide penulis untuk dituangkan dalam judul tulisan yaitu “Pustakawan itu makhluk yang suka jalan-jalan”. Dalam kegiatan pembinaan perpustakaan yang pertama dilakukan adalah membuat surat pemeberitahuan kepada perpustakaan yang akan dibina. Yuk saatnya jalan-jalan, sesampainya disana para pustakawan memberikan pembinaan bagaimana mengelola perpustakaan, mengolah buku, meminjamkan buku dll.

Selain  itu dihari kerja efektif, para pustakawan kami jalan-jalan ke perpustakaan sekolah dasar dengan jadwal tertentu dengan menggunakan armada mobil keliling di 20 kecamatan. Walaupun di sekolah sudah terdapat keberadaan gedung perpustakaan, namun menurut testimoni dari sebagian petugas perpustakaan sekolah yang kami kunjungi merasa senang, karena buku yang disediakan oleh perpustakaan keliling beraneka ragam dan sebagian besar tidak ada di perpustakaan sekolah.

Tidak hanya hari kerja, perpustakaan keliling pada waktu weekend jalan-jalan juga ke obyek wisata dan CFD (Car Free Day). Hari Sabtu berkunjung di LAPAS, sedangkan obyek wisata terjadwal tiap minggu di CFD, Ndayu Park dan Bayanan.

Karena setiap tahun Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Propinsi Jawa Tengah mengadakan lomba perpustakaan umum kabupaten/kota, perpustakaan desa, perpustakaan SMA/SMK/MA, dan pustakawan berprestasi tingkat propinsi, maka instansi kami mengadakan kegiatan lomba tersebut ditingkat kabupaten. Disitu pustakawan dijadikan peran dalam tim juri, jalan-jalan lagi. Hihihi

Apalagi dengan adanya kerjasama perpustakaan dengan Perpuseru, dapat membuka wawasan kami para pustakawan. Dalam kerjasama ini kami diajak jalan-jalan melulu, ada kegiatan PLM (peer learning meeting), lokakarya, pelatihan dll itu kami diundang keluar kota diberikan fasilitas hotel berbintang, dibiayai akomodasi dan transportasi (mobil jemputan, kereta api, bus, pesawat, taxi pesawat). Bahkan setiap tahun ada kegiatan Perpuseru award, dengan segala lomba ataupun sekedar penghargaan, kami jalan-jalan lagi untuk berusaha menjadi pemenang. Dengan cara study banding ke berbagai perpustakaan yang mendapatkan predikat juara nasional, propinsi, dan bahkan sharing dengan pustakawan-pustakawan teladan.

Dengan begitu munculah dampak-dampak positif dari perpustakaan untuk masyarakat, dan gugurlah anggapan bahwa perpustakaan itu tidak hanya berisi tumpukan buku tetapi perpustakaan sebagai pusatnya kegiatan masyarakat. Dengan program pemberdayaan masyarakat maka kami jalan-jalan mencari komunitas yang ada di wilayah kami, untuk mengetahui apa saja kegiatan mereka. Munculah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memberdayaan masyarakat contohnya memberikan fasilitas secara gratis seperti aula perpustakaan untuk mereka berkumpul, tidak hanya itu karna di instansi kami ada BLC (Bordband Learning Center) maka para komunitas tersebut juga dapat menggunakan 25 (dua puluh lima) komputer untuk mendukung kelancaran kegiatan mereka. Mengadakan kegiatan seminar, semiloka, lokakarya, pelatihan, bimtek, dll itu adalah hasil dari pustakawan yang suka jalan-jalan.

*Pustakawan Kabupaten Sragen

Pantun Perpusku

Sumber Gambar: cdns.klimg.com

Mencari buku jangan di kebun
Penulis bilang “buku tuh lahan”
Jumlah perpus sudah bejibun
Banyak perpus tiada pustakawan

Membaca buku merawat manggis
Manggis disiram supaya hidup
Nasib pustakawan masih tragis
Gaji sebulan makan tak cukup

Sekolah tinggi banyak biaya
Tekun belajar menggapai asa
Lulusan ilpus jenjang sarjana
Toga dilepas kerja dimana?

Buku ditumpuk di perpustakaan
Buku dibuka baca ilmunya
Kalau lah engkau pustakawan
Mari menulis lanjut berkarya

eMKa 30012019

Pustakawan Heroik

Sumber Gambar: lawunhas.wordpress.com


Tercengang, kedua mata membelalak
Perpusku berserak, tumpukan buku membludak
Tikus, kecoa, laba-laba, tentram beranak pinak
Kota metropolitan berhamburkan buku rusak
Gelap, kumuh, menjijikan, busuk semerbak

Kabarnya gerakan literasi sudah semarak
Pegiat baca bergerilya dari istana sampai barak
Berkirim buku tanpa biaya memangkas jarak
Berharap minat baca tumbuh terbiasa sejak masa anak
Tapi banyak ditemui perpustakaan rusak, tak layak

Dadaku berkecamuk, suara senggak-sengguk, ingin mengamuk
Ilmu pengetahuan dan informasi yang tiada berufuk
Terisolir dalam huruf, kata, dan buku yang hanya ditumpuk
Kemana perginya pustakawan? ataukah ia telah dikutuk?
Atau ia menyusuri jalan sepi para sufi, sembunyi dari hiruk pikuk

Kecanggihan teknologi dan digitalisasi tak bisa ditampik
Beragam media mengemas informasi demikian apik
Video, ebook, pun jutaan digital konten begitu menarik
Pikirku terusik. Dibanding kafe, kenapa perpustakaan kalah menarik?
Mungkinkah perpus belum digawangi pustakawan heroik?

Pustakawan kabarnya bisa apa saja, taik
Perpus bisa disulapnya jadi surga, tengik
Informasi dikelola-layankan sebab berharga, munafik
Membudayakan minat baca, mencerdaskan kehidupan bangsa, jangkrik
Regulasi tak diimplementasi diam aja, fasik
Budak di istana sendiri aja bangga, pelik


Pustakawan, begitu kau sebut peran kerjamu heroik?


eMKa 290119

Teman Teks

Teman Teks
Credit: Pixabay
Menjelajahi teks
Banyak rintangan
Baru lima baris
Seketika mata menutup

Begitulah teks
Hanya orang terpilih yang menjadi temannya
Jika engkau kuat
Bersyukurlah

Pamulang, 20/1/2019

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia

Pustakawan Data



Saya sekedar berbagi di area sisilain kondisi pustakawan yang terbunuh oleh jaman. Tak bijak jika saya menggeneralisasikan terhempasnya pustakawan ini. Fenomena yang hanya terjadi di sebagian perpustakaan, khususnya yang berada di naungan sebuah perusahaan. Saya sudah diundang sebagai dosen tamu di Jip Universitas Yarsi, Vokasi UI, Jip UIN Jakarta dan terakhir di Jip Unpad Bandung, tentang transformasi perpustakaan dan pustakawan ini. Artinya, jika para akademi bicara transformasi hanya berdasarkan referensi dari luar negeri, saya sharing langsung dari praktik day to day di lapangan.

Senjakala itu datang....

Sebagai seorang mahasiswa ilmu perpustakaan dan informasi di Indonesia, suatu saat Polan berharap bisa mendapatkan pekerjaan di industri media. Untuk itu dia magang selama enam bulan di sebuah surat kabar besar dan sangat terkenal. Perusahaan media dengan sebuah departemen arsip nya yang besar dan megah. Puluhan pustakawan bergabung untuk mengelola database Kliping Pers. Mereka menambahkan metadata dengan menggunakan thesaurus yang sangat canggih dan sistem kata kunci, dan melakukan penelitian untuk jurnalis dan pelanggan eksternal mereka sendiri.

Polan pun berpikir bahwa saat itu, dia telah melakukan Job describsion kepustakawanan yang menakjubkan. Bayangkan, melakukan sebuah pekerjaan yang hebat dan heroik “mengatur informasi dunia”. Luarbiasa.
Setelah lulus kuliah, Polan mulai mendapatkan realita yang tidak seperti bayangannya. Perjalanan karir sebagai pustakawanpun menjadi terjal dan berliku; the long and winding road; mirip lagunya The Beatles. Lowongan kerja di perpustakaan media menjadi hampa, seiring mulai beralihnya media informasi dan equipmennya dari teknologi analog; berubah ke teknologi digital. Sebuah keniscayaan yang mengenaskan mengingat tidak ada pekerjaan baru dalam arsip pers pada saat itu. Beberapa koran khawatir penurunan pendapatan dan mulai mengurangi pekerjaan pustakawan media.
Tapi toh Polan tidak bisa menyumpah-serapahi sang waktu. Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Demikian juga ketika teknologi digital mulai masuk menggantikan equipment analog, serta mengubah peran kerjanya. The show must go on. Membendung kemajuan teknologi dan ngotot untuk tidak berubah, merupakan pekerjaan yang sia sia. Ibarat menjaring matahari dengan telapak tangan.
Saat itu adalah masa transisi orang menggunakan media cetak yang beralih ke media elektronik dan digital. Senjakala era cetak ikut mempengarui dipangkasnya profesi pustakawan media. Berbanding-lurus karena eksistensi pustakawan swasta tergantung pada industri yang memayunginya. Pustakawanpun mulai di assesmen, siapa yang tidak qualified dan kompeten harus siap angkat koper. Siapa yang lambat dalam berubah, siap ketinggalan kereta. Semua harus meng upgrade skill dan keahliannya akan tersingkir.
Digitisasi bukan sekedar mengurangi pekerjaan manual; memakai equipmen analog dengan banyak sdm. Teknologi analog dianggap sebuah pemborosan; fitur yang pada teknologi digital bisa multiple dari hulu ke hilir, pada teknologi manual harus terpisah kurang terintegrasi. Dan frasa pemborosan adalah monster bagi investasi dan efisiensi perusahaan. Pada sistem digital; pekerjaan bisa ditingkatkan secara kualitas dengan cepat dan lebih akurat. Dan para bos menduga; -hal ini; aktifitas manual ini akan mengakibatkan bahwa tidak ada nilai tambah bagi para pustakawannya. 
Isyu barupun muncul seiring tema efisiensi perusahaan. Tak terkecuali perpustakaan dan pustakawanpun pun diaudit apakah unit yang boros atau masih bisa ditingkatkan valuenya. Dan pada titik tertentu; kuantitas pustakawan media pun terkena imbasnya. Mengibaratkan pustakawan layaknya pasien yang akan disuntik euthanasia, dimatikan jika tidak berubah peran.
Beberapa perusahaan pers merilis informasi:
 “Kami tidak akan mempekerjakan Pustakawan dalam waktu dekat”
Departemen arsip pers terus menyusut dari tahun ke tahun. Pustakawan yang bekerja dalam lingkungan arsip pers – dan yang dulu merupakan pemangku kepentingan utama, – telah kehilangan pengaruhnya.
Kita kebanyakan berbicara dengan manajemen, marketing, editor dan IT. Pustakawannya mana? Kebanyakan pustakawan tidak terlihat, dan hampir dipecat karena pemotongan anggaran”, itulah kondisi pustakawan media cetak saat itu.
Senjakala “Pustakawan” begitu menghantui dimasa transisi ini. Pustakawan (media) mati muda dan siap digantikan si jabang bayi para pengelola aset digital (Digital Asset Manajer). Jabang bayi hasil dari reinkarnasi pustakawan.

DAM, Dari Pengelola Koleksi ke Pengelolaan Aset Digital



Maks munculah spesies baru bernama DAM Atau Digital Asset Manager yang merupakan transformasi dari profesi pustakawan. Perubahan besar di arena pengguna yang cenderung beralih dari analog ke rezim medsos dan digital, membuat manajemen  merubah strategi, dari fokus pengelolaan asset terintegrasi.
Pengelolaan asset beda dengan pengelolaan koleksi. Pada pengelolaan asset, profesional mengelola material berharga yang mempunyai value added yang bisa dikapitalisasi korporat. Berbeda dengan pegelolaan koleksi pada perpustakaan konvesional, Digital Asset Manager  masuk ke jantung proses bisnis dan terlibat langsung meggerakkan opersional bigdata day to day perusahaan. Sebuah paradoksal, eksistensi perpustakaan di perusahaan yang tadinya terpinggirkan, sekarang justru naik kelas menjadi koki penyaji orkestra pengelolaan aset digital perusahaan yang sangat penting. Perubahan ini menjadikan peran si “pustakawan” menjadi diperhitungkan kembali sebagai manager data dan asset perusahaan. Sayangnya istilah pustakawan kemudian berubah sebagai Digital Aset Manager. Untuk lebih memahami DAM/MAM terlampir adalah link DAM/MAM yang saya tulis: transformasi perpustakaan 
Dalam banyak kasus, banyak profesional informasi yang meniru membuat rancangan search engine dan penyimpanan big data ala “google”. Mereka merancang sebuah sistem DAM (Digital Asset Management) untuk mengelola asset bisnis mereka. Tagline google menawarkan ketersediaan berjuta informasi. DAM bukan sekedar itu, dia menawarkan informasi yang dibutuhkan dan sesuai untuk user. DAM berusaha membantu memenuhi kehausan informasi aset pemakai melalui mekanisme fitur pencarian data yang cepat; tepat dan akurat. Metadata yang kompleks yang diadopsi DAM akan menghasilkan pencarian data yang cepat dan sesuai.
Tapi permasalahnya, layanan tersebut tidak bisa langsung diakses seperti halnya proses pencarian informasi di gogle. Semua orang ingin pelayanan langsung tanpa sekat termasuk di perusahaan. Mereka menafikkan fungsi ”pustakawannya” sebagai gate atau jembatan. Saat itulah mulai diperkuat fungsi “pustakawan”, bukan sekedar “penyimpan dan penjaga koleksi” atau juga sebagai analis; assesment data informasi asset sebelum megarsipkannya. Sebuah peran baru dengan baju Digital Asset Manager.
Di era digital profesi pustakawan kembali menjulang. Profesi Digital Asset Manager sejajar dengan posisi spesialis lain di bidang teknologi informasi. Betapa pentingnya DAM untuk perusahaan; Seth Godin pakar teknologi Informasi bersabda:
“Untuk Pustakawan dan Digital Asset Manager; era digital, inilah kesempatan seumur hidup,”
Alat digital baru – mesin telusur, lansiran otomatis, kategorisasi otomatis, visualisasi – dapat dipelajari dan kemudian digunakan oleh arsiparis dan pustakawan untuk memperbaiki layanan mereka dengan lebih baik. Para pustakawan dan pekerja informasi tidak lagi diam dibelakan rak buku. Mereka harus proaktif menguasai teknologi informasi. Mereka harus bisa membuat halaman topik, mengirimkan berkas digital, memiliki dan menggunakan intranet dan wikis sebagai alat komunikasi. Pustkawan harus akrab dengan istilah baru digital (tag geo, sharing sosial, pengelolaan hak, pengarsipan video). Pustakawan juga harus punya value tambahan di bidang IT; mampu melacak dan memvisualisasikan metrik. Mampu mengoptimalkan search engine dan metadata untuk self-service.
Di era kekinian; "pustakawan" dan  profesional informasi akan mulai  mendapatkan penghargaan yang pantas. Pustakawan media menemukan eksistensinya kembali yang sempat meredup. Senjakala pustakawan media yang pada awalnya menciptakan kondisi suntik mati  atau euthanasia pustakawannya, akhirnya berakhir. Sang pustakawan tidak disuntik mati, tapi dirubah perannya sebagai pengelola pengelola asset . Mereka adalah pengelola asset atau Digital Asset Manager.
Ada saran menarik dari seorang konsultan Teknologi Informasi, dari US,Seth Diamon:
"Buat mereka mengerti apa yang Anda lakukan dan mengapa itu penting. Buat ketergantungan mereka pada kalian” kata Diamond berapi api.

Dibawah adalah contoh aktifitas penelusuran Informasi oleh Journalis melalui media central. Di Media Central yang terdiri dari 300 an PC ini para journalis melakukan riset dan penelusuran data pada server DAM atau MAM (Media Asset Manager) secara online.
cscnnindonesia800a
Tabik
yogi hartono - digital asset manager, cnn 

Lapo Ndakik-ndakik Nulis?

Ada yang tau arti Ndakik-ndakik? Terus terang, saya sendiri tidak tau persis apa maksudnya, pun maksud judul di atas. Tiba-tiba saja muncul kata itu dan menurut saya menarik dijadikan judul tulisan.
Tanpa bermaksud mengabaikan maksud judul di atas, mari kita rehatkan sejenak otak kita. Tidak usah mikir macem-macem. Apalagi kalau sampean-sampean pustakawan, dan berencana untuk memulai untuk menulis.
Saya terkadang bingung dengan mereka, tidak hanya pustakawan, yang bingung ketika diminta untuk menulis. Ya, kalau mau nulis ya nulis aja, tidak usah mikir ndakik-ndakik, tinggal pilih huruf dari A-Z kemudian digabungkan, ya sudah jadi tulisan.


Lha terus ngapain saya, mereka, dan Anda harus menulis? Ya kalau bahasa kerennya sih publish or perish. Jangan tanya artinya apa lho ya. Tapi kalau saya sendiri kenapa menulis ya karna ingin nulis aja, daripada g dikeluarin nanti malah jadi bisul.

Terus isinya bagaimana? Bagus tidak? Ada yang baca tidak?  Ga usah dipikirin, klo mau nulis ya nulis aja, masalah bagus, jelek, banyak yang baca, atau malah ra payu itu urusan belakangan. Sama kayak orang mau nembak gebetan, kalau kebanyakan mikir nanti keburu diembat orang.

Sekali lagi, g usah ndakik-ndakik, apalagi mikir maksud tulisan ini apa, wong tinggal baca aja kok susah...
Heheheh

Aku Bukan Pustakawan

Selamat malam,

Sebelumnya perkenalkan namaku Nasrul Wahid, kebetulan alumni S1 Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, sebagai mahasiswa abadi sih… 14 semester baru bisa lulus S1. Masuk kuliah tahun 2007, lulus tahun 2014 dan sekarang kebetulan jadi abdi Negara bertugas di Balai Layanan Perpustakaan DPAD DIY, kantornya di Gedung Grhatama Pustaka. Tau kan,, itu lhoo.. gedung yang ada 4 menara menjulang tinggi, yang sebelah baratnya JEC, kalau orang Jogja harusnya udah tau. Kalau belum tau, silakan cek di mbah google map, Insyaallah ketemu.

Baik, perkenalan singkat cukup segitu saja, lebih lanjut bisa cek di akun medsosku, Facebook, Twitter dan Instagram dengan nama “Nasrul Wahid”. Sory, kalau terkesan narsis ya…  Oke deh, sekarang masuk ke pembahasan.

Aku bukan pustakawan
, judul diatas adalah arti yang sebenarnya, bukan judul yang dibikin supaya menarik perhatian, tetapi betul-betul nyata, sekali lagi aku bukan pustakawan. Secara aturan perundang-undangan, khususnya dalam lingkup birokrat pemerintahan, pustakawan adalah mereka yang mendapat SK jabatan fungsional pustakawan. Selain itu, bukan disebut pustakawan, walau bekerja di perpustakaan, tetapi mengikuti jabatan yang melekat dalam SK. Awal bekerja sebagai Pengelola Perpustakaan, saat ini mendapatkan amanah sebagai Pengelola Perpustakaan Elektronik, aku hanyalah seorang staf yang bekerja mengelola layanan perpustakaan. Tugasku bisa dibilang mudah, walau kadang sulit untuk dijalani. Tetapi dengan semangat dan kerja keras, selalu ada jalan di setiap masalah yang menghadang.

Dalam tulisanku pertama kali di blog ini, aku ingin sekali berbagi banyak hal kepada semua pembaca disini, terutama tentang pengalamanku bekerja di Grhatama Pustaka. Mulai dari merumuskan perencanaan, menyusun anggaran, melaksanakan lelang barang dan jasa, membuat naskah dinas, menyusun statistik layanan, sebagai admin medsos @grhatamapustaka, menjadi desainer grafis, menjadi supervisor SDM layanan, pembimbing mahasiswa penelitian, pembimbing PKL/Magang, sebagai among tamu kunjungan dinas dan non dinas, sebagai tim humas perpustakaan, pengelola kritik saran, menyusun SOP dan standar pelayanan, menyusun proposal lomba inovasi tingkat nasional, sebagai pengelola website dan PIC kegiatan center of excellence (COE) budaya Jawa, sampai menyusun laporan monitoring dan evaluasi. Belum lagi kalau ada kegiatan kepanitiaan lomba tingkat perpustakaan dan pustakawan tingkat daerah maupun nasional. Nah, banyak sekali pengalamanku seperti halnya pengalaman senior diatasku, walau aku sebenernya hanya “remahan kripik” tapi lain kali tak sampaikan melalui tulisan. Semoga…

Ruang mendongeng anak

Tujuannya sederhana, ingin berbagi pengalaman saja sih. Tidak ada maksud untuk menggurui kepada siapapun. Karena aku juga masih belajar dalam menuangkan ide ke dalam tulisan seperti ini. Biasanya aku menulis, tetapi dalam bentuk KAK (kerangka acuan kerja) maupun laporan, dan tentu saja tulisan notulen sebagai notulis. Hehehe…

Dengan senang hati kalau ada yang mau mengkritik tulisanku diatas ini. Atau kalau ada yang mau memberi saran di komentar, kira-kira tema apa yang mau tak tuliskan setelah ini. Monggo…

*Grhatama Pustaka, 29/01/2019

Pustakawan Itu, Kayak Tempe

Oleh: Maniso Mustar
Perpustakaan Fakultas Kedokteran UGM
ariemaniso1205@ugm.ac.id

What? Pustakawan kayak tempe? Ouppsss,...... jangan emosi. Lagi-lagi ini hanya selorohan saya yang kebanyakan membaca sosmed mengenai mahalnya tempe. Sampai-sampai katanya tembus diharga Rp. 80 juta. Tempe lho,.... Ahhh....., itu kan trending topik di media sosial yang jauh dari implementasi tempe beneran.

Tempe itu, jangan disepelekan. Dia memiliki manfaat yang super banyak. Katanya sih makanan rakyat, tapi nggak juga sih. Fakta membuktikan tempe dikonsumsi oleh rakyat jelata sampai dengan Presiden sekalipun. Itu semua terjadi karena penampilan tempe yang biasa saja, tapi manfaatnya yang luar biasa. Begitu juga pustakawan yang syarat manfaat dalam keilmuan untuk membangun masyarakat.

Mari kita bahas bersama. Di tempat saya, tempe itu ada 3 macam, yaitu tempe mondhol, tempe mateng dan tempe semangit. Termasuk tempe macam apakah kita, mari kita simak:

1. Pustakawan fresh graduate itu bagaikan “tempe mondhol” 

Pustakawan yang baru lulus itu ibarat tempe yang belum jadi. Apakah enak? Enak banget, tergantung bagaimana memasaknya. Tempe mondhol akan menjadi sangat favorit bila dimasak mendoan (tempe tepung). Semua tergantung koki yang akan mengolahnya sesuai dengan cita rasa dan karsa. Bila sang koki memasaknya dengan penuh cinta pasti akan menghasilkan suguhan tempe yang luar biasa. Rasanya nikmat, pulen dan sangat nagih di mulut. Pustakawan baru pun demikian. Dia masih belum matang. Baru memiliki teori dan masih minim ilmu praktiknya. Tapi jangan salah, bila instansi dia mau membumbui dengan pengembangan ilmu tambahan, maka dia kan menjadi pustakawan muda yang tangguh luar biasa.

2. Pustakawan bagaikan “tempe mateng”

Bukan bermaksud merendahkan profresi pustakawan, yang kemudian saya ibaratkan seperti tempe.  Ini hanya sebuah perumpamaan karena tempe saya pandang memiliki manfaat dan kegunaan yang hampir tak terbatas. Tempe memiliki manfaat antara lain: sumber protein yang lebih kaya dibanding daging, sumber kalsium setara dengan susu sapi, satu-satunya sumber vitamin B12 dari nabati dan bahkan dapat berfungsi sebagai anti oksidan dalam tubuh manusia. Begitu luar biasa manfaatnya bukan? Dari segi kegunaan, tempe yang sudah mateng itu dapat dijadikan banyak sekali olahan. Dari tempe garit, tempe gimbal, oseng tempe, kripik, bacem, nuget dan masih banyak lagi yang kesemua itu enak sekali untuk dilahap. Begitu juga pustakawan kita. Pustakawan memiliki banyak sekali manfaat untuk masyarakat. Dan bahkan memiliki kegunaan yang merata bagi masyarakat di Indonesia. Dari rakyat jelata sampai Presiden pun membutuhkannya.

3. Pustakawan pensiun bagai “tempe semangit”

Di kampung saya, istilah tempe semangit merupakan persamaan dari kata mendekati busuk. Lho kok pustakawan pensiun dibusuk-buskin? Mohon maaf, sekali lagi ini hanya untuk perumpamaan. Jangan disepelekan juga tempe semangit. Resep nenek moyang yang diajaran turun temurun mengatakan bahwa tempe semangit itu merupakan bumbu penyedap yang super canggih. Selain masakan terasa lebih legit, tempe semangit juga bermanfaat untuk melemaskan syaraf-syaraf kaku bahan masakan sehingga masakan terasa lebih nikmat dan bertekstur lembut. Begitu juga pustakawan yang pensiun. Apakah mereka tidak bermanfaat? Salah. Mereka bisa menjadi bermanfaat dengan tetap mencintai ilmu kepustakawanan. Mereka bisa menjadi konsultan baik dalam instansi pemerintah, swasta maupun kemasyarakatan. Biarpun mereka pensiun tetapi masih tetap bisa berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mungkin pandangan saya sangat sempit dan terkesan memaksa. Ini hanyalah ungkapan hati saya yang baru belajar dunia kepustakawanan, namun sangat mencintai makanan khas Indonesia yaitu tempe. Tempe yang sangat bermanfaat untuk kesehatan bangsa. Bahkan Prof. Dr. Yati Soenarto PhD, SpAK dari FK UGM pernah mendapatkan Award dokter anak terbaik se Asia karena meneliti manfaat bubur tempe untuk menanggulangi diare.

Besar harapan saya, semoga pustakawan Indonesia dapat meneladani filosofi tempe seperti yang saya gambarkan. Pustakawan yang multitasking, cerdas, dan berdedikasi yang bermanfaat untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Salam literasi.

Biografi Penulis:

Maniso Mustar, lahir di Kebumen, 12 Mei 1980. Pendidikan terakhir pada Program Studi Ilmu Komunikasi, Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM (2002). Saat ini bekerja sebagai Pustakawan di Perpustakaan Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Selain mengerjakan tugas kepustakawanan saat ini dipercaya untuk menjadi Seksi Hubungan Kerjasama kepada Masyarakat (HUMAS) dalam Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Pengurus Daerah Kabupaten Sleman DIY. Penghargaan terakhir yang diperolehnya adalah sebagai Pustakawan Berprestasi Terbaik II tahun 2018 Universitas Gadjah Mada. Informasi dan kontak pada: ariemaniso1205@ugm.ac.id, Nomor HP: 08122696246. Link: https://ugm.academia.edu/ManisoMustar, https://scholar.google.co.id/citations?user=nvNk8LgWG4gC&hl=id

Senin, 28 Januari 2019

Menulis Wajib Bagi Pustakawan , Action Menulis dari Yogya

Dalam kehidupan modern, menulis merupakan profesi yang keren dan menjadi dambaan oleh setiap orang. Banyak orang  ingin menulis, tetapi permasalahan yang komplek muncul dari dalam dirinya .  Bagi  seorang pustakawan, keterampilan menulis merupakan keharusan sebagai bagian dari rasa tanggung jawab untuk ikut serta dalam pengembangan ilmu  pengetahuan dan teknologi .

Namun kenyataannya keterampilan pustakawan dalam menulis  belum sebagaimana yang diharapkan. Terlalu banyak pustakawan yang kurang produktif dalam melahirkan karya tulis. Hal tersebut terjadi karena terbatasnya pengetahuan dan skill / keterampilan yang mereka miliki, kurangnya motivasi dan keberanian dalam mengapresiasikan ide-ide, gagasan-gagasan , takut salah atau gagal/ditolak dan terbelenggu oleh pekerjaan rutinitas harian.


Oleh sebab itu seorang pustakawan dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menghasilkan karya tulis  agar dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas , sehingga ide dan gagasanya dalam pengembangan ilmunya bisa bermanfaat, dihargai dan menjadi rujukan bagi pustakawan lain maupun pemerhati di lingkungannya. Disamping itu dengan menghasilkan karya tulis yang berkualitas, diharapkan pustakawan dapat mewujudkan akselerasi peningkatan kariernya sebagai seorang pustakawan.

Menulis sendiri merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menurut Jago Tarigan (1995:117) menulis berarti mengekpresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan sekaligus sarana untuk mewujudkan tulisan  dengan menggunakan  bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis,  sederhana dan mudah dimengerti.  Menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, akan tetapi memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat dan mempertimbangkan cara mengkomunikasikannya.

Ribuan  alasan bisa kita buat untuk tidak melahirkan sebuah karya tulis, tapi yang perlu di ingat alasan-alasan yang kita buat untuk tidak  menulis akan menutup pintu kesuksesan buat diri kita. Orang  yang di dalam otaknya sudah terpola berfikiran negative tentang tidak bisa menulis, dapat di pastikan orang yang berfikir seperti itu tidak akan bisa menulis, karena otak bawah sadar  akan mempengaruhi cara berfikir  kita, kalau kita  benar-benar tidak bisa menulis. Penulis menyarankan hilangkanlah jauh-jauh pikiran negative itu. Masukkan fikiran positif , kalau kita bisa menulis. Penulis yakin kita sebagai pustakawan pasti bisa menghasilkan karya tulis.

Apalagi menjadi seorang pustakawan merupakan pilihan hidup kita, karena  tidak setiap orang  mampu menjalaninya tanpa niat dan komitmen yang kuat dalam hatinya  untuk menekuninya. pustakawan yang profesional tidak dapat serta merta menjadi idola para pemustaka. Akan tetapi komitmen untuk melayani dan memberikan berbagai informasi dan rekreasi pustaka yang dibutuhkan oleh para pemustaka adalah perwujudan sebuah komitmen .

Disisi lain seorang pustakawan juga harus memiliki jiwa pembelajar sepanjang hayat yang berarti pustakawan harus dapat belajar dan membelajarkan semua aspek yang dimiliki sekaligus siap berbagi dengan para pemustaka yang ada di dalam dan di luar perpustakan. pustakawan  harus menjadi pendamping yang siap membukakan pintu menuju cakrawala dunia bagi para pemustaka. Para pustakawan harus memiliki jiwa pembelajar dalam membangun sikap untuk memberi, melayani, dan memproduksi kembali hasil pembelajaran tersebut dalam bentuk karya tulis berupa media cetak, media online, buku, seminar, dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih, mewajibkan seorang pustakawan untuk terus berani mengubah cara berpikir bagi diri  dan mampu untuk mempengaruhi orang lain bahkan lingkungan dengan hasil karya kita . Semua itu akan dapat dilakukan apabila kita mampu dan berani untuk menunjukkan siapa kita sesungguhnya  tanpa harus ada imbalan   penyebab perubahan kita.  Motivasi yang kuat dalam  diri kita sebagai seorang pustakawan  professional sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang akan dikenang namanya sepanjang hidup dengan karya tulisnya, sehingga menciptakan image yang positif bagi seorang pustakawan.

Sekarang tinggal langkah kita untuk mengawali sebuah karya tulis bagaimana? Yang jelas penulis akan membagikan tips-tips yang selama diterapkan adalah:
  1. Seorang pustakawan harus banyak  membaca. Dengan banyak membaca kita mempunyai banyak referensi kata mupun kalimat, menambah sudut pandang sehingga lebih mudah untuk menuangkan ide-ide yang kita miliki ke dalam sebuah karya tulis.
  2. Banyak melakukan latihan  menulis, diusahakan  tiap hari walaupun hanya beberapa menit bisa membuat tulisan sehingga akan mampu  menghasilkan karya yang baik dan benar.
  3. Jangan takut melakukan kesalahan dalam menulis
  4. Mempelajari kaidah-kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, ini akan membantu kita dalam menyempurnakan hasil tulisan kita.
  5. Mempublikasikan hasil tulisan yang kita buat, seperti media elektronik dan cetak. Agar kita dapat mengetahui seberapa besar kemampuan kita.
  6. Selalu percaya diri, optimis dan konsisten dengan apa yang kita tulis.

Sekarang tunggu apalagi, kembangkanlah menulis mulai dari sekarang, selamat mencoba untuk menjadi pustakawan profesional yang pandai dalam menghasilkan sebuah karya tulis. Mulailah  dari diri kita sendiri, insyallah semua pasti bisa…!

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Menulis
Badan Standar Nasional. 2006. SNI 7496:2009 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus. Jakarta: Indonesia
Photo by Nick Morrison on Unsplash



Data diri :

Nama : Trisni setyaningsih
Nama Pena : Trisni Setya.NS
Unit Kerja : SMA N 1 GAMPING

Hasil Karya    :

  1. Novel Religi Tuntunlah aku di JalanMu penerbit Kaifa th 2016
  2. Novel  Ketika Hati Bicara penerbit Kaifa th 2017
  3. http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_artikel&id=51
  4. Menulis artikel-artikel di kompasiana dll
  5. Buku motivasi menulis berjudul Kreativitas Menulis ala Otak Kanan masih dalam proses editing
  6. Owner www.ptbisacatering.com (numpang promo heheh..)
  7. http://usahaperempuan.id/bisnis/pt-bisa-catering