Sabtu, 04 Juli 2020

Sang Pustakawan dan Blogger Buku Produktif dari Metro

Ingin menjadi pustakawan produktif menulis? Bagaimana caranya? Pastinya ada banyak cara kalau kita mau berusaha dan mau konsisten menekuninya. Nah, pustakawan yang satu ini adalah pustakawan produktif menulis yang tak asing namanya. Pada 2016 saya pernah menulis Blog Para Pustakawan yang Perlu Anda Kunjungi, salah satunya adalah pustakawan penggemar buku Totto-Chan ini. 

Dia seorang pustakawan sekolah, aktif menulis buku fiksi, penyunting dan penyusun naskah, seorang reviewer buku khususnya novel dan cerpen, reviewer film juga loh, dan aktif diberbagai komunitas seperti Blogger Buku Indonesia, SLiMs, Pustakawan Blogger, dan masih banyak yang lainya.

Menyoal karya dan penghargaan, jangan ditanya! Banyak dan berderet. Dari lomba resensi buku, lomba pustakawan berprestasi, lomba blog, pokoknya banyak. Belum lagi pengalaman-pengalaman untuk program perpustakaan sekolahnya yang kreatif dan menarik. Saya kira, pustakawan sekolah bisa belajar dari pustakawan sekaligus reviewer buku ini.

Librarian Footnotes

Ok, siapa dia? Dia adalah Luckty Giyan Sukarno. Ada banyak kisah menarik darinya mulai dari buntelan buku, awal bekerja di perpustakaan sekolah yang membawa buku sendiri hingga 100 novel, diprotes oleh penulis aneh karena tulisan review bukunya hingga sebagai seorang pustakawan yang pernah diragukan karena bisa mereview ratusan buku dalam setahun. Penasaran?

Ok, langsung saja ya. Ini dia wawancara saya dengan Mba Luckty.

Mba Luckty salah satu pustakawan sekolah yang paling konsisten untuk menulis review buku khususnya genre novel dan cerpen. Susah dan masih jarang loh yang sekonsisten kaya Mba Luckty. Boleh tahu lebih tepatnya mulai kapan aktif ngeblog khusus tentang review buku  dan apa sih yang menjadi motivasinya? Lalu apa trik biar bisa konsisten seperti itu?

Aku mulai nulis review buku sebenarnya mulai dari akun multiply sekitar tahun 2008. Itupun gak khusus review buku aja, tapi review film. Karena pada dasarnya selain suka baca, aku juga suka nonton film. Lalu lanjut buat blog http://luckty.wordpress.com pas skripsi, itupun isi blog didominasi seputaran apa pun tentang Ayat-ayat Cinta, karena dulu skripsi bahas itu. Hingga selesai skripsi, akhirnya didominasi review buku sampai sekarang. Apalagi sejak 2011, aku tergabung dalam komunitas Blogger Buku Indonesia yang salah satu syaratnya harus memiliki blog khusus seputaran buku. Sejak 2013, tulisan non buku seperti kuliner, traveling, ama review film aku ulas di http://catatanluckty.blogspot.com. Sedangkan seputaran perpustakan, aku ulas di http://perpus.sman2metro.sch.id/. Beranak blog ini, hahaha... x))

Sebenarnya gak ada trik khusus karena pada dasarnya suka aja. Aku gak ada target dalam menulis blog, sesuka aku aja karena pada dasarnya nulis di blog. Jadi gak beban. Kecuali kalo itu ada semacam giveaway atau blogtour bekerjasama dengan penulis atau penulis yang memang terjadwal. Terlepas dari itu, aku gak ada patokan khusus.

Terlihat konsisten mungkin karena aku kalo posting gak pernah keliatan bolong, misal sebulan gak posting apa-apa, belum pernah kejadian kayak gitu sejak 2008 punya blog. Caranya adalah sebenarnya aku punya semacam tabungan draft postingan. Jadi misal pas bulan Ramadhan, aku gak baca buku apa-apa, tapi bulan sebelumnya aku udah ada draft review buku yang artinya bisa diposting buat bulan berikutnya. 

Menariknya setiap tahun juga dibuat semacam kaleidoskop bahan bacaan. Adakah target setiap bulan bahan bacaan yang harus dibaca itu misal berapa judul?

Aku gak melulu tiap hari baca, sehari bisa baca satu atau dua buku, atau dua minggu gak baca apa-apa juga pernah. Soalnya kalo banyak kegiatan juga pasti lelah kan, sedangkan membaca butuh pikiran yang tenang. Aku bukan tipe pembaca yang bisa membaca di mana saja, jadi sering ada yang berpikiran kalo aku bisa banyak baca buku karena nggak ada kerjaan itu keliru banget. Di sekolah, hampir tidak pernah murid melihatku membaca, jadi mereka suka heran kalo aku posting review buku, soalnya kapan bacanya, hahaha.. x)) 

Aku cenderung lebih suka baca di rumah, rebahan di tempat tidur atau di ruang tamu sambil duduk. Begitu juga dengan menuliskan reviewnya di rumah karena nulis juga butuh ketenangan. Jadi sama halnya dengan nulis, aku juga gak ada target khusus buat baca. Beberapa tahun aku terlihat banyak baca buku (sampai nembus 200-an) tiap tahun, selain karena banyak tawaran kerjasama giveaway/blogtour juga karena sebenarnya semakin banyak aku nulis review, akan semakin deras buntelan buku dari penulis maupun penerbit. Dulu pas aku awal masuk kerja di perpustakaan sekolah kan gak ada novel populer, adanya novel-novel jaman pujangga seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan lain-lain. Aku bawa dari rumah sekitar 100-an novel yang layak baca untuk remaja yang awalnya hanya aku taro sementara akhirnya berakhir menjadi koleksi perpustakaan sekolah. 

Kenapa? Mungkin memang akan beresiko buku-bukunya rusak bahkan hilang, tapi melihat ekspresi murid-murid yang antusias baca novel, jadilah aku mengikhlaskan buku-buku tersebut untuk koleksi perpusakaan sekolah. Lebih baik buku dimakan rayap karena dibaca daripada disimpan rapi di rak toh akhirnya rusak juga dimakan rayap, hahaha... x))

Dan tanpa disadari, semakin banyak kita memberi, bukan semakin hilang buku yang kita punya. Justru semakin banyak buku berdatangan baik dari penulis maupun penerbit. Uniknya lagi, nggak sekali dua kali, aku dapet kiriman buku dari seseoarng yang sebenarnya gak kenal, tapi karena liat postinganku di twitter, mau mengirimi buku-bukunya yang masih layak baca untuk perpustakaan sekolah. Jadi sebenarnya tanpa perlu mengemis meminta buku, nanti bakal banyak yang tergerak untuk memberikan buku secara cuma-cuma.

[Serba-Serbi] Buntelan Buku pernah aku ulas lengkap di postingan ini: https://luckty.wordpress.com/2015/07/14/serba-serbi-buntelan/

Apa suka dan dukanya  selama menjadi pustakawan sekaligus blogger review buku? Boleh donk cerita pengalamannya? 

Lebih banyak sukanya dibandingkan dukanya. Sebenarnya aku sudah merasakan mendapat kiriman buku sejak 2008 via multiply. Waktu itu aku suka banget Laskar Pelangi, jadi isi multiplyku didominasi artikel hal apa pun tentang Laskar Pelangi. Nah, ada Mbak Ditta dari Mizan Group. Beliau menjadi semacam Peri Buku yang pertama kali mengirimkan buku. Dan sejak 2008 itu pula, selain di blog wordpress dan multiply, aku juga posting review buku via notes Facebook yang membawaku akhirnya berkenalan dengan banyak Peri Buku dari berbagai penerbit dan juga banyak penulis. 

Aku dulu gak kepikiran ngelist buku apa aja yang didapat, baru sejak 2013 aku me-list apa saja buku yang didapat setiap tahunnya.
  • 2013 buntelan yang diterima 133 buku. 
  • 2014 buntelan yang diterima 358 buku
  • 2015 buntelan yang diterima 285 buku
  • 2016 buntelan yang diterima 150 buku
  • 2017 buntelan yang diterima 102 buku
  • 2018 buntelan yang diterima 98 buku
  • 2019 buntelan yang diterima 133 buku
Nah, kalo dukanya ini nih. JUNI – JULI 2019, aku ada cerita tentang drama yang kualami di dunia blog buku. Seumur-umur, sejak 2008 nge-blog, baru ini loh dikomplain penulis karena hasil resensiku katanya terlalu pedas. Aku balik mikir, selama ini nulis postingan review buku lebih pedas dari ini nggak pernah komplain penulisnya. Bahkan para penulis yang udah punya nama besar, woles aja mereka. 

Lucunya, malah ada yang jadi akrab karena terlibat project bareng. Misal, Erisca Febriani yang dulu awal muncul dengan fenomen #DearNathan-nya. Aku nggak suka buku tipe ini. Menye-menye banget istilahnya. Tapi kan aku nggak suka bukunya, bukan orangnya. Akhirnya pernah ketemu langsung pas 2017. Waktu itu Bukune lagi ada semacam road show keliling ke beberapa kota gitu. Pas di Lampung, salah satunya milih di Metro. Dan kebagian rejeki, mereka nawarin project ini ke aku. Siapa yang nggak mau. Dapet ilmu workshop menulis gratis kayak gini. Apalagi murid-murid pada antusias. Kita ngobrol banyak sebelum acara dimulai. Anaknya humble banget. Nggak hanya ngomongin buku, tapi juga perpustakaan. Aku masih inget kata-kata dia pas bilang perpus sekolah dia dulu nggak kayak perpus tempat aku kerja yang menyenangkan ini. Hadudu..jadi GR x))

Seiring waktu, tulisan Erisca makin matang. Terlihat perbedaannya di novel-novelnya yang sekarang. Salah satunya adalah Serendipity yang menurutku jauh lebih baik dibandingkan Dear Nathan.

Begitu juga dengan Boy Chandra. Di awal kemunculannya, aku pernah nulis review pedas tentang novel perdananya, Origami Hati. Awal ahun 2016, tiba-tiba dia main ke perpustakaan sekolah. Waktu itu bareng Galih Aditya, alumni di sekolah tempat aku kerja yang memang akrab ama Boy dari sebelum terkenal. Mana si Galih pas ngenalin aku ke Boy bilang ini loh yang review buku lo yang ditunjukkinnya di blog. Ihhh…malu banget rasanya, hahaha… x)) Trus, pas 2019 kemarin, pas DISPUSARDA Kota Metro mau ngadain Talkshow Menulis, aku rekomendasiin buat ngundang Boy Chandra. Diantara banyak nama penulis yang diajukan (Nggak hanya dari aku aja, banyak para senior literasi di Metro) justru pendapatku yang di acc. Pak Kadis memang gitu. Apa-apa kalo aku yang usul, Pak Kadis mah yess aja. Padahal aku bukan pegawai di sana loh x)) Dan karena aku dianggap lebih paham dunia kepenulisan (padahal aku aja belum punya buku terbitan mayor), aku yang dimandatkan oleh DISPUSARDA menjadi LO alias yang akan mendampingi Boy Chandra di manapun berada kelak selama di Metro. Sama seperti Erisca, Boy juga enak diajak ngobrol. Nggak hanya bahas buku, kaget juga aku pas dia bahas perpustakaan. Enak ngobrolnya, kayak ama teman sendiri x)) 

Balik ke drama blog buku. Itu adalah dua contoh yang bukunya dulu aku nggak suka tapi malah berteman dengan mereka pada akhirnya. Tidak ada masalah. Nah, yang bikin masalah ini adalah baru kali ini ngalamin penulis yang agak aneh menurutku. Dari awal emang udah keliatan rewel. Salah aku juga sih dulu nggak teliti pas ambil job kali ini. Jadi, dia minta buat di promosiin bukunya nggak hanya di blog, tapi juga medos. Aku udah bilang di awal kalo aku nggak ada IG khusus buku, palingan nanti aku posting di IG perpus tempat aku kerja seperti buku-buku lainnya yang aku dapatkan selama ini. Pas di post, komennya lucu banget. Biasanya kalo penulis bukunya di posting, minimal ngasih love atau nulis komentar makasih dsb, ini malah komennya ‘kok bisa dapet buku ini’. Piye thooo… x))

Pas aku posting reviewnya, dia minta reviewnya diubah. Lha, seumur-umur baru kali ini ada yang request kayak gini. Aku nggak mau. Di juga kekeh nyuruh ubah. Ampe panjang banget percakapan kita di wa. Aku sebenarnya males ngeladenin. Ngabisin waktu dan tenaga. Aku ampe konsultasi via wa ke beberapa teman blogger buku lainnya. Aku nyuruh mereka baca postinganku apa ada yang kasar dengan postinganku. Mereka bilang tulisanku biasa aja. Ini nggak satu orang loh, ada beberapa biar objektif. Dan memang menurutku nggak ada yang kasar. Kritik yang aku lontarkan pun juga aku kasih solusinya untuk hal-hal yang ganjil di buku itu. Jadi nggak hanya sekedar kritik aja. Karena dia ngotot terus, dan menganggap kalo blogger buku itu kayak marketing yang kayak jualan buku artinya harus nilai baik sebuah buku (whaattt?? Dia bilang blogger buku = marketing buku, fix sakit nih orang, hahaha…) akhirnya solusi dari aku adalah reviewnya aku apus aja. Dia masih belum terima. Karena capek ngadepin dia, akan aku hapus postingan reviewnya dan aku kembalikan bukunya. Dia masih ngotot dengan kalimat makin lama bikin capek bacanya. Pokoknya dia melakukan pembenaran melulu. Aku cek instagramnya memang orang ini aneh. Seperti aku bilang, salah di aku juga dari awal nggak teliti. Waktu itu hanya cek penerbitnya yang ternyata penerbit ini tuh selain buku terbitannya (secara mayor) juga ada lini terbitan indie. Nah, ternyata penulis ini yang secara indie. Pantes aja buku kacrut kayak gitu kok lolos, hahaha… x)) ini bukan berarti buku indie tuh jelek ya. Aku juga sering baca buku terbitan indie, dan bagus-bagus kok. Ini pas apes aja kali yaaa… x))

Setelah lumayan memakan waktu ampe beberapa minggu gitu, akhirnya dia mau kalo aku hapus reviewnya dan kirim balik bukunya. Epiknya lagi, dia minta buku itu dikirim pake sampul plastik kayak buku baru. Untung aja buku itu belum aku stempel dan tempel barcode untuk koleksi perpus sekolah. Aku iyain aja deh meski kudu nyari plastik, hahaha… pas ngirim juga drama loh, aku sore-sore pulang sekolah, ujan deres pula, untung bukunya nggak kebasahan di dalam tas. Biarlah orangnya aja yang keujanan. Nasibbbb… x))

Aku sebenarnya nggak sakit hati ama ni orang. Hanya ngelus dada, kok ada ya orang kayak gini. Benar-benar jadi pengalaman berkesan selama menjadi blogger buku sejak sepuluh tahun ya baru ini ngalamin. Selama itu, dia sama sekali nggak ngucapin terima kasih, bahkan sampai bukunya aku balikin itu. Ehhhh… pas sekitar sebulan kemudian, nggak ada angin nggak ada hujan dia minta maaf. Terus mau ubah isi bukunya (yang tempo hari menurutku ada beberapa yang gak pas). Aku disuruh ngereview (lagi) bukunya, nggak pake waktu kapan aja aku bisa, dan tulis apa aja yang aku mau. Ogaaaaahhhh…. gemblung apa aku kalo masih ngeladenin dia yang kataku aneh itu… hahaha… X))

[Serba-serbi] Blogger Buku pernah aku ulas di postingan ini: https://luckty.wordpress.com/2016/03/19/serba-serbi-blogger-buku/

Aku & Blog Buku, judul buku yang mencerminkan Mbak Luckty  sebagai seorang pustakawan, blogger yang rajin mereview buku. Kalau tidak salah sampai seri ke-9 ya? Bisa diceritakan ide atau konsep awalnya hingga menerbitkan buku tersebut? 

Itu idenya spontanitas aja pas 2013. Jadi pas tahun itu kan udah lumayan banyak resensi yang selama ini diposting, nah kepikiran buat semacam kumpulan reviewnya. Dan kebetulan waktu itu dibuatin covernya ama adik, dan cuma diganti warna tiap seri buku dibantu murid, jadi deh bukunya. Nggak ada target khusus, hanya kepuasan batin aja, hahaha... x))

Banyak prestasi yang diperoleh Mba Luckty mulai dari kontes review buku, resensi buku, lomba blog kepustakawanan dan masih banyak yang lainnya.  Apa sih trik atau kiat khusus untuk mereview buku novel atau kumpulan cerpen ala “Mba luckty”?

Sudah aku jelaskan di atas, gak ada trik khusus. Hanya rasa suka aja. Beda kalo menulis menjadi semacam kewajiban atau beban, pasti rasanya berat dan cenderung menjadi beban.

Tapi aku pernah mengulas tentang seputaran review buku, judul postinganya Serba-serbi Review Buku (https://luckty.wordpress.com/2015/09/25/serba-serbi-review-buku/) yang mungkin bisa membantu dan bermanfaat bagi yang ingin mencoba menulis review buku.

Bukan hanya aktif menulis di blog, Mba Luckty ini produktif juga menerbitkan karya buku, tercatat hingga ada 25 karya sudah diterbitkan (termasuk Aku & Blog Buku). Boleh ceritakan tips dan trik bisa seproduktif itu?

Pas aku lulus kuliah, sebenarnya aku sempat nganggur selama setahun pas pulang kampung sekitaran tahun 2010. Waktu itu tiga adek-adekku masih kecil-kecil sementara mamaku meninggal pas aku masih kuliah. Jadi itu alasan utama aku pulang kampung, dan bahkan gak mikir nanti apa bisa kerja pas balik kampung. Selama setahun itu, aku lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya dan berkenalan dengan teman-teman maya yang ternyata memilliki passion yang sama. Nah, dari situlah aku jadi ikut beberapa antologi. Waktu itu nggak mikir jauh, yang penting nulis aja. Mungkin karena dulu punya banyak waktu alias pengangguran selama setahun, jadi punya waktu untuk nulis, hehehe... x))

Turut berduka cita Mba Luckty. Ok, selama ini, apa hambatan dalam menulis, baik ketika menulis di blog dan buku?

Hambatannya hanya lebih ke waktu dan mood, wajar sekali ini terjadi. Ya namanya juga manusia, kita bukan robot. Kalo lagi nggak mood, ya gak usah memaksakan diri.

Oya, aku pernah ulas masalah ini di postingan [Serba-serbi] Reading Slumps https://luckty.wordpress.com/2017/05/12/serba-serbi-reading-slump/]

Mba Luckty juga pernah menjadi pustakawan berprestasi mewakili Lampung di Perpusnas, tentu ada banyak penilaian dari dewan juri, salah satunya mungkin tulisan. Bisa diceritakan sedikit kisahnya tentang pengalaman itu? 

Sebenarnya dibandingkan peserta lain saat di nasional, aku jauuhhh lebih sedikit pengalamannya. Begitupula dengan karya, dibandingkan dengan yang lainnya nggak ada apa-apanya banget. Karya tulisku juga sebenarnya sederhana banget. Untuk Pemilihan Tendik Tenaga Perpustakaan Berprestasi versi Kemdikbud, mewakili Lampung di nasional tahun 2016, best practiseku judulnya Promosi Perpustakaan Melalui Media Sosial. Tahun segitu, belum ada perpustakaan sekolah yang memiliki akun khusus di media sosial, terutama instagram.  

Sedangkan tahun 2017 saat mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi versi PERPUSNAS, karya tulisku di nasional berjudul Meningkatkan Minat Baca Melalui Blog. Dilihat dari dua judul ini, sebenarnya judulnya sangat sederhana. Mungkin yang bikin menarik adalah dua judul itu nggak hanya mentah semata, tapi memang sudah diaplikasikan langsung di kehidupan nyata selama aku bekerja di perpustakaan sekolah jadi banyak dokumentasi dari kegiatan tersebut. Selama ini memang hal-hal yang aku lakukan di perpustakaan sekolah, aku simpan dokumentasinya di facebook, jadi saat ada lomba atau event apa pun yang mengharuskan adanya dokumentasinya, tinggal aku ambil saja dari album facebook.

Oya, jadi teringat. Tahun 2017 saat mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi versi PERPUSNAS, sesi wawancara ada satu pertanyaan yang menggelitik dari salah satu juri yang meragukan kemampuanku dalam setahun bisa menulis ratusan review buku dan dianggap aku tidak mengerjakan jobsdesk pustakawan yang lain. Sedih akutu...hahaha... x))

Apa pesan-pesan dari Mba Luckty untuk teman-teman pustakawan yang baru menjadi pustakawan khususnya di perpustakaan sekolah agar produktif berkarya?

Sebenarnya nggak hanya untuk yang bekerja di perpustakaan sekolah. Pekerjaan apa pun yang dari hati, akan terasa lebih ringan dibandingkan pekerjaan yang kita kerjakan penuh beban. Bekerja sesuai passion memang lebih menyenangkan, sebab seberat apa pun pekerjaan itu, akan dengan senang hati kita menjalaninya.

Mba Lucky pasti banyak pemustaka/pembaca loyal dari  kaum milenial di perpustakaan sekolahnya terutama para siswa sekolah. Selama ini apa pengalaman menarik terkait aktivitas mba Luckty yang melibatkan para siswa-siswa tersebut?

Banyak ya, beberapa pernah aku tulis di blog, atau minimal aku jadikan status di sosial media biar gak lupa sapa tau kapan-kapan bisa jadi bahan tulisan. Beberapa diantaranya adalah pernah ada murid pengen kuliah di salah satu instansi pemerintahaan tentang intelegen karena baca novel dengan tema tersebut, ada juga murid ‘istimewa’ yang saban hari selalu nanya adakah serial Naruto yang terbaru, bahkan ada juga murid nanya buku yang dia baca kemarin minta dicariin bukunya tapi lupa judulnya x))

Selama ini, program apa yang menarik untuk perpustakaan sekolah terkait dunia baca dan menulis dengan para siswa?

Namanya juga perpustakaan sekolah negeri, pasti ya terbatas masalah pendanaan. Tapi bukan berarti menghambat kita dalam berkreativitas. Pernah selama tiga angkatan awal aku kerja di perpustakaan sekolah untuk membuat buku semacam kumpulan pengalaman mereka di sekolah. Aku juga sering ngadain giveaway kecil-kecilan via instagram untuk momen tertentu. Modalnya adalah selama ini kan aku selain dapet buku dari penulis maupun penerbit, juga dapat berbagai macam merchandise yang bisa kita bagikan ke murid. Mulai dari kaos, totte bag, gantungan kunci, pin dan sebagainya.

Salah satu lomba paling unik yang pernah aku lakukan adalah lomba menghitung buku di lemari yang sengaja aku taro acak-acakan biar susah menghitungnya. Meski begitu, banyak sekali yang ikut. Tidak hanya murid, tapi juga bapak ibu di sekolah. Hadiahnya berupa paket buku.

Ok terakhir, apa buku favorit Mba Luckty dan motto hidupnya? 

Kalo ditanya apa bacaan yang paling favorit, tentunya Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela yang ditulis Tetsuko Kuroyanagi ini meski aku bacanya telat banget, jaman kuliah pas dikasih rekomendasi ama kakak kelas. Ada beberapa alasan kenapa buku ini jadi favorit. Pertama, buku ini mengajarkan bahwa setiap anak adalah istimewa. Siapa sangka, Totto-chan yang berganti sekolah, seragamnya belepotan jika pulang sekolah, dan hal-hal 'ajaib' yang dilakukannya saat kecil, saat dewasa, kelak menjadi salah satu Duta Kemanusiaan UNICEF (1984-1997)

Kedua, lewat buku ini, aku jadi kepengen punya perpustakaan dari gerbong perpustakaan kayak perpustakaan di sekolahnya Totto-chan, kayaknya seru gitu, hehehe..

Ketiga, bu guru Totto-chan menyarankan jika bekal yang dibawa murid-muridnya seharusnya dianjurkan dari laut (maksudnya ikan dsb) dan pegunungan (maksudnya sayur-mayur). Makanan sehat menjadi salah satu faktor penentu pertumbuhan seorang anak. Bukunya udah kucel banget. Dan sampe sekarang masih laris dipinjam. 

Mottoku sejak SMA gak pernah berubah: Memberi jika menerima, menerima jika memberi.

Terima kasih Mba Luckty sudah meluangkan waktunya untuk wawancara. Sukses selalu untuk Mba Luckty.

Sama-sama.

Profil Singkat

Luckty Giyan Sukarno
Luckty Giyan Sukarno

Nama: Luckty Giyan Sukarno
Pendidikan: S1 Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Universitas Padjajaran
Pekerjaan: Pustakawan SMAN 2 Kota Metro

Daftar Karya dan Penghargaan: Cek disini ya, banyak sekali. Luar biasa.

Media Sosial: 
Blog: 
Baca tulisan Luckty di blog Pustakawan Blogger disini

Demikian untuk sesi wawancara minggu kali ini. Semoga bermanfaat dan dapat menginspirasi.

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia

1 komentar: