Sabtu, 02 Februari 2019

THE LIBRARIAN FROM THE BLACK LAGOON: Bernostalgia bersama buku anak

Oleh: Sylvia L’Namira*

"Jangan remehkan pustakawan. Matanya seribu"
Pernahkah ada yang membaca buku anak-anak ini? Serinya lumayan banyak, tidak hanya librarian saja. Penulisnya Mike Thaler, terbitan 1997.

THE LIBRARIAN FROM THE BLACK LAGOON

Buku ini kocak sangat, membuat saya tertawa-tawa membacanya, dan jadi ingat awal saya menjadi pustakawan di sekolah ini. Saya masih lugu, masih terdoktrin bahwa perpustakaan itu harus sepi dan tenang, kalau bicara harus berbisik dan perhatian-kalau-suara-kalian-terdengar-hingga-meja-saya-berarti-kalian-sudah-terlalu-berisik! Jadilah saya dulu adalah pustawakan yang distereotipekan orang-orang: galak, jarang senyum, giliran senyum tampak seperti menyeringai, anak-anak pun langsung kabur, kalau bertemu di koridor mereka melipir ke tembok, takut saya terkam *roaarrr…!*

Mengingat saya (semoga) bukan pustakawan ‘itu’ lagi, jadi saya ingin bernostalgia melalui buku anak-anak ini, saat sedang shelving di pagi hari. Rasanya saya ingin posting halaman demi halaman buku ini, tapi nanti melanggar hak cipta, jadi beberapa bagian yang paling kocak saja menurut saya.

Class today we visit the school library

Nah, ini dia stereotype perpustakaan jaman dulu. Yang bikin anak-anak takut ke perpustakaan. Saya juga dulu takut sih ke perpustakaan, makanya waktu sekolah dulu hampir-nyaris-tidak pernah ke perpustakaan. Serem! Jika kehabisan uang jajan, saya mampir ke perpustakaan untuk baca buku (dulu buku roman macam Siti Nurbaya, Layar Terkembang, dll, waktu SMA) percaya atau tidak, saya tidak tahu pustakawannya yang mana. Saya ambil saja dari rak, baca di tempat, ketika bel berbunyi tanda istirahat selesai, kembalikan buku ke rak lagi, balik deh ke kelas. Tak ada penampakan pustakawan di sana. *creepy ya*

 The kids call her "The Laminator"

Nah! Ini dia pustakawan dari Laguna Hitam. Beuh, sebutannya dong.. “The Laminator.” Kalau saya dapat sebutan apa ya? Hmmm… mau investigasi ah, barangkali saja dulu ada julukan buat saya juga. Anyway, kenapa pustakawan dari Laguna Hitam ini disebut “The Laminator”?

 They say she laminates you if you talk in the library

Karena kalau ada anak yang ngobrol bakal langsung dilaminating. *Ngakak* Idenya bisa aja ya? Di sini kalau anak-anak berisik, saya jadikan pembatas buku.

Also, they, say, the shelves are electrified

Hahaha.. jangankan menyembunyikan buku atau mencuri, ini mau ambil buku saja bisa-bisa kesetrum. Tapi kalau diingat-ingat, dulu memang perpustakaan kan tempat sakral yang tidak semua orang bisa bebas keluar-masuk. Gak kayak perpustakaan jaman now, apalagi perpustakaan tempat saya sekarang, anak-anak keluar masuk tak henti-henti saat istirahat, saat makan siang, saat pulang sekolah, sampai door-stopper rusak! Jadi sekarang nutup pintu manual aja, gak bisa nutup sendiri. *curhat dikit*

Storytime

Storytellingnya dong… bacain kartu katalog *HA-HA* ini aslik bikin saya geguligan ketawa. Zaman dulu jadi anak PKL, saya sempat lho bikin kartu katalog, pakai mesin ketik! Tiga spasi ke kanan, kalau salah tiada ampun. Secara tip-x buat mesin ketik juga gak murah dan kudu hemat *tekanan tingkat tinggi* Tapi kalau sudah jadi, kartu katalog itu rasanya ingin diajak selfie karena kesuksesan itu memang rasanya manis. Tapi dulu belum punya HP jadi hanya dalam ingatan saja. Adakah yang juga punya pengalaman membuat kartu katalog? Itu kenangan indah tak terlupakan, ya kan?

The dewey decimal system by heart

Kalau saya mah yang dirapal itu mantra supaya anak-anak kalau berjalan di dalam perpustakaan slow motion, mantra yang membuat suara anak-anak mengecil otomatis di perpustakaan, dan doa semoga buku yang mereka pinjam segera kembali dalam keadaan utuh. Biasanya ada saja yang mengembalikan dalam versi berkuah, alias ketumpahan air minum. Ketika ditanya, air mata langsung menggenang, dan menyalahkan mbak di rumah yang tidak menutup botolnya dengan rapat. Atau ada juga yang mengembalikan buku dengan pocelan bekas gigitan anjingnya. Se-literate itulah anak-anak di sini, sampai hewan peliharaannya juga diajak baca buku. *maap, gak sombong*

You'are Laminated

HA-HA-HA! Ini saya banget nih. Kalau ini sampai sekarang. Dari tempat saya duduk saja sudah tahu mana anak yang sedang main petak-umpet di dalam perpustakaan. Mereka suka tertangkap basah sedang mencuri pandang ke arah meja saya. Biasanya awalnya saya pura-pura tidak lihat, tapi lalu saat anak itu tidak melihat, saya mengendap-endap menghampiri dan memegang pundaknya. Beberapa melompat karena kaget *ini seru sih* ada juga yang langsung pura-pura mencari buku. Tapi semua sama: saya tunjukkan jalan yang benar menuju pintu keluar :D

Perpustakaan Sekolah Dasar Bintaro

Itu dia rak buku yang sering menjadi tempat main petak-umpet. Monitor komputer saya memang luas, yang 48 inci. Mungkin menurut mereka, saya tidak akan melihat mereka saat main, karena kepala saya memang terhalang monitor. Tapi jangan remehkan pustakawan. Matanya seribu :D
Adakah yang memiliki pengalaman mirip dengan saya, menjadi The Laminator?

**

*Penulis: Pustakawan Sekolah Dasar di Bintaro. Yang sekarang sukanya main di instagram dengan akun @bookdragonmomma. Website: book-corner.blogspot.co.id.

6 komentar:

  1. Kok gemess amat bukunyaaa... pengen baca langsung nih... x))

    BalasHapus
  2. Kalau waktu SD saya suka ke perpustakaan baca buku Tono dan Tini :D http://pustakakecil-rennyasteria.blogspot.com/2013/11/tono-dan-tini-terbit-ulang.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahhh ada juga ya bacaan masa kcl yg terkenang sampai sekarang. Kalo black lagoon ini justru saya bacanya baru setelah jd pustakawan 😁

      Hapus
  3. Cerita tentang bukunya aja udah kocak, apalagi bukunya :D Keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi kalau baca full... lebih ngakak deh 😁😁

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus