Tampilkan postingan dengan label Perpustakaan Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perpustakaan Umum. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Desember 2020

Perpustakaan Umum Terbesar Pertama di Dunia

 

Bulan sedang asyik mencari-cari cahnnel youtube tentang travelling. Menyaksikan cerita jalan-jalan cukup seru baginya di tengah situasi pandemi covid-19 yang tak memungkinkan untuk bepergian secara leluasa. Dalam penelusuran, ia dimanjakan dengan begitu banyak suguhan jalan-jalan yang menarik. Lalu, matanya menangkap suatu konten youtube yang membuatnya penasaran. Hmm, menarik ya ada perpustakaan Makah Almukarromah yang dahulunya menurut beberapa informasi adalaha rumah tempat dimana Nabi Muhammad dilahirkan. Udah gitu, ada museum Nabi Muhammad lho, ih keren banget. Semoga kesampean ke sana ya Allah ..., Bulan berbisik dan berharap dalam lamunannya. Dalam video itu, perpustakaan tersebut membagikan buku gratis kepada para jamaah yang berkunjung sesuai kebutuhanya. Selain itu juga ditampilkan perpustakaan Masjid Nabawi yang memiliki ribuan koleksi kitab-kitab dari para ulama dan ahli ilmu terdahulu hingga kini.

Bulan jadi ingat tentang sejarah bagaimana Islam pernah mencapai puncak  peradabannya. Sejarah  mencatat bagaimana pada jaman keemasan Islam, perpustakaan begitu hidup sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban. Setidaknya ada 3 perpustakaan Islam terbesar di dunia pada saat itu  yaitu perpustakaan Baytul Hikmah (rumah Kebijaksanaan) di Baghdad, perpustakaan Dinasti Fatimiyyah di Kairo Mesir, dan perpustakaan Kordoba di Andalusia Spanyol. Koleksinya mencapai jutaan buku dan manuskrip yang sebagian besar adalah karya para ulama, ilmuwan, dan cendekiawan besar pada masa itu.

Sebagai seorang pustakawan, rasa penasarannya tentang perpustakaan Islam mebuatnya terus mencari-cari  konten yang memenuhi rasa keingintahuannya itu. Sampailah ia pada suatu video yang membahas tentang sumbagsih peradaban Islam pada dunia. Nah, ini dia, kayaknya seru, begitu gumam Bulan. Setelah panjang lebar sang narasumber berbicara, Bulan tergelitik pada suatu pernyataan  tentang Perpustakaan Umum Pertama terbesar di dunia.  Bulan begitu menyimak apa yang disampaikan oleh narasumber tersebut.

Dari catatan Bulan dapat digambarkan bahwa Perpustakaan Baytul Hikmah yang didirikan pada awal abad 9 masehi oleh Khalifah Harun telah menjadi pusat belajar, penelitian, dan kegiatan penerjemahan teks-teks penting dari peradaban lain, misalnya Yunani Klasik. Perpustakaan Baitul Hikmah di Baghdad ini menempati sebuah gedung yang sangat besar, memiliki ruang baca yang sangat nyaman, terdapat aula tempat seminar, ruang diskusi ilmu pegetahuan, ruang penerjemah ilmu dari dan ke dalam bahasa Arab, ruang para ilmuwan, bahkan ruang untuk istirahat dan ruang makan bagi ilmuwan karena mengkaji ilmu berhari-hari hingga letih.

Para ilmuwan ini digaji dengan sangat tinggi. Penerjemahan karya bahkan ditimbang dan beratnya dibayar dengan emas. Pada abad 3 hijriyah atau 9 masehi bahkan di negeri Eropa masih tertinggal sementara kaum muslimin sudah memiliki perpustakaan terbesar di dunia. Masjid-masjid di masa itu pun dilengkapi dengan perpustakaan yang tak kalah menarik.

Pada masa itu, salah satu kebiasan khalifah adalah nitip dibelikan oleh-oleh buku kepada  kafilah dagang yang pergi ke berbagai negeri. Kaum muslimin yang lain pun demikian. Pernah suatu ketika di reruntuhan bekas bangunan suatu negeri, kaum muslimin menemukan buku yang tertimbun dan menimbulkan aroma busuk karena  terkena panas dan hujan dalam waktu cukup lama. Buku tersebut di jemur halaman per halaman dengan begitu teliti sehingga ilmu yang ada dalam buku tersebut dapat tergali dan terbaca. Mereka menghabiskan waktu 1 tahun untuk menjemurnya secara teliti. Maka peradaban mana yang begitu rupa menghargai ilmu kecuali ada pada kaum muslimin.

Konsep perpustakaan umum pertama di dunia hadir pada jaman keemasan Islam. Timbul pertanyaan dari narasumber yang juga diiyakan oleh Bulan, apakah hal ini pernah disinggung dalam kurikulum di dunia ilmu perpustakaan dewasa ini? Pernah kah mempelajari tentang perpustakaan pertama di muka bumi? Setiap ilmu tentu ada sejarahnya, termasuk ilmu perpustakaan. Apakah ilmu perpustakaan hari ini dengan jujur mempelajari perpustakaan terbesar pertama di muka bumi? Bulan manggut-manggut, pikirannya menerawang ke masa dimana ia pernah kuliah perpustakaan dan memang tak pernah mendapatkan materi seperti ini.

Lebih lanjut narasumber dalam video tersebut menerangkan bahwa Peradaban Islam memiliki sudut pandangnya sendiri yang sangat menarik. Pasa aspek tertinggi, peradaban itu dibangun dari hubungan makhluk dengan penciptaNya, yakni manusia dengan Tuhan yang Esa. Dampak dari hubungan manusia dengan Tuhan adalah harmonisasi kehidupan dan interaksi dengan sesama umat manusia dengan baik, memanusiakan manusia dan menghargai segala-hak-hak asasinya. Jika ini berjalan, maka terjadilah dampak ikutan yaitu bagaimana manusia bisa menghasilkan karya yang  dapat mendekatkan dirinya pada Tuhan dan semakin baik interaksinya dengan sesama umat manusia. Maka dihasilkanlah karya-karya fisik manusia termasuk dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan.

Relasi-relasi itu menghasilkan peradaban yang sungguh cemerlang. Peradaban yang dibangun dari pondasi keimanan kepada Tuhan lalu turun pada hubungan kasih sayang dan cinta damai pada sesama manusia, kemudian didukung dengan alat atau sarana penunjang hidup yaitu ilmu pengetahuan dan segala peradaban yang lahir secara material dan fisik.

Peradaban Islam ini terkait degan perintah Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yaitu Iqro “bacalah”. Membaca dan mendalami kitab suci yanag berisi firman Tuhan menjadikan manusia harus membaca, merenungi, berfikir, dan meneliti  dunia dan semesta jagad raya ini. Semua bermula dari perintah membaca agar manusia menemukan kebesaran Allah dan makin mempertebal keimanannya.

Bulan lalu merenungi kondisi umat Islam saat ini. Ya, mereka kurang membaca, kurang kepedulian terhadap ilmu. Di rumah dan tempat-tepat ibadah mereka tidak dipenuhi dengan pustaka-pustaka keislaman. Perpustakaan penting dalam pengembangan suatu bangsa karena perpustakaan menyediakan informasi dan dokumentasi. Perpustakaan layaknya lembaga sekolah sebagai learning center atau resources center.

Sementara yang terjadi di dunia ini, manusia begitu mengagung-agungkan karya fisiknya, keilmuan duniawi, seni bangunan dan banyak lagi. Padahala interaksi dan hubungannya dengan umat manusia lain sangat buruk dan zalim. Kezaliman sesama manusia ini terjadi karena pemahaman akan penciptaan makhluk oleh Tuhan tak dipahami manusia secara utuh akibat kesombongan dan pendeknya hubngan mereka dengan Tuhan.

Maka dapat dikatakan bahwa, selama belum ada kegemaran iqro atau membaca maka belum akan ada kebangkitan, belum akan ada kemajuan, dan belum akan ada peradaban. Pada masa peradaban Islam, kamun muslimin punya kepedulian dengan buku.  Tidak ada ilmu Yunani yg melalui jalur kaum muslimin. Ini mengindikasikan bahwa budaya fair dan aobjektif terhadap keilmuan dari peradaban lain diakui kaum muslimin dengan tetap menyebutkan sumbernya dan kemudian mengembangkannya secara lebih luas. Dari sinilah lalu  dunia tahu bahwa saat itu ada para ilmuwan Yunani, yang sebenarnya kondisi mereka saat itu sangat jauh dari interaksi dan terkucil di masyarakatnya.

Kaum muslimin menemukan hikmah dimana saja tanpa menutup-nutupi sumbernya. Peradaban Islam  terbukti telah mewariskan beragam keilmuan yang luar biasa yang belum pernah ada pada masa itu dan menjadi sumbangsih terbesar bagi kemajuan umat manusia hingga kini.  Namun demikian masih terjadi ketidak-fair-an dewasa ini untuk mengakui sumber-sumber keilmuan Islam sebagai rujukannya. Bukanlah sebuah peradaban dimana Kejujuran dan Keadilan belum bisa ditegakkan.

Kembali pada perintah iqro atau membaca, jika kaum muslimin tidak mau membaca bahkan tidak tahu sejarah peradabannya sendiri, maka dia akan menjadi pengekor-pengekor saja. Kaum muslimin harus kembali bangkit. Harus kembali membaca dan bersahabat dengan ilmu. Kejatuhan dan kemunduran kaum muslimin akibat dari kerapuhan dirinya sendiri. Dimensi peradaban yang memiliki tiga unsur yaitu ikatan dengan Allah, dengan manusia dan dengan alam tidak lagi diindahkan. Sumber keilmuan yang berasal dari kitab sucinya sendiri tidak mereka pedomani. Maka tak ayal, jika peradaban tidak lagi berpijak pada nilai-nilai kebenaran, maka tinggal menunggu kehancurannya.

Ya, kaum muslimin lalai, malas membaca buku dan tidak tahan mengkaji ilmu berlama-lama. Sementara, kegemaran kaum muslimin membaca buku dan cinta ilmu pada masa itu telah menghantarkan mereka membangun sebuah pusat keilmuan yang dapat diakses dan bermanfaat bagi masyarakat luas yaitu perpustakaan. Inilah konsep perpustakaan umum pertama di dunia.

Lagi-lagi Bulan hanya bisa manggut-manggut sendiri. Hari ini dia dapat pelajaran berharga. Jika belum ada kegemaran membaca, belum akan ada kebangkitan. Kata-kata inilah yang terus mengiang di benaknya.

Rabu, 22 Juli 2020

MEMUPUK LITERASI PEMUSTAKA DI ERA "NEW NORMAL"

Hal yang akan sampaikan disini bukanlah suatu cerita, tetapi kegiatan nyata sehari - hari yang biasa kami  lakukan karena tugas dan tanggung jawab kami sebagai seorang pustakawan . Dapat dipastikan bahwa sebagai seorang pustakawan tentunya  seringkali bersentuhan atau berhubungan langsung dengan  pengunjung yang biasa disebut pemustaka, atau pengguna perpustakaan.

Ilustrasi diatas berbeda dengan pejabat struktural yang justru  memiliki PR  sendiri yang sangat berat,  dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan berupa berbagai jenis berkas diatas meja kerjanya tentang beberapa rencana dan strategi yang justru sangat memerlukan perasan keringat yang tak terukur. Bukankah begitu ?

Dinas kami adalah  termasuk salah  satu Dinas Kearsipan dan Perpustakaan di Wilayah Provinsi Jawa tengah yang tentunya juga  mengikuti rangkaian aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan menerapkan  "Protokol Kesehatan Layanan Pengunjung" tepatnya  sejak tanggal 5 Juni 2020 ditengah "gelontoran" Era " New Normal " .

Perpustakaan umum di Dinas kami sudah mulai  dibuka kembali, setelah lebih dari sebulan  yang lalu sempat ditutup karena pandemi corona Virus Disease yang dikenal dengan Covid 19 , walaupun demikian pemustaka masih bisa menikmati layanan  Perpustakaan digital melalui iPekalongan Kab.

Layanan  bagi pemustaka di perpustakaan Umum yang sudah dibuka tersebut ,  berpedoman pada  syarat utama dan wajib menerapkan Pola " Protokol Kesehatan Layanan Pengunjung " secara ketat .Berbagai hal  yang diatur dalam Protokol Kesehatan Layanan Pengunjung tersebut antara lain meliputi : Cuci tangan pakai sabun, memakai dan menggunakan  Masker, pengukuran suhu tubuh, Jaga Jarak melalui kapasitas daya tampung maksimal, pakai hand sanitizer sebelum dan sesudah memegang buku. serta aturan tehnis lainnya yang diatur secara fleksibel oleh Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan guna mengantisipasi hal hal riil yang mungkin terjadi saat pelayanan perpustakaan berlangsung,pada masa pandemi Covid 19.

Pemustaka yang telah mentaati  Protokol kesehatan layanan pengunjung  dimaksudkan agar pelaksanaan pelayanan pada Perpustakaan tetap berjalan aman, nyaman, lancar dan lebih baik guna memupuk kemampuan "literasi "dan menggairahkan semangat bagi pemustaka untuk kembali berkunjung ke perpustakaan pada era new normal dengan mematuhi  Kewajibannya  sebagai  pemustaka melalui penerapan Protokol kesehatan layanan pengunjung secara tertib dan teratur .


Namun kenyataannya dalam memberikan layanan perpustakaan tidak semulus yang kita harapkan, tampak masih kita temui ada beberapa pemustaka yang belum mematuhi aturan terutama anak-anak. Ketidak patuhan ini sebagaian besar dikarenakan  tidak memakai masker saat berkunjung ke perpustakaan. Hal tersebut tampak dalam Foto berikut:


Menghadapi kenyataan ini, bagi kami selaku pustakawan dan para pustakawan lainnya di Dinas kami sungguh sangat dilematis . Sanksi memang harus diberlalukan secara tepat dan benar . Hal inilah yang membuat para pustakawan jadi berfikir secara lebih serius dan sangat hati  hati dalam mengambil tindakan ,karena jika kita salah dalam mengambil tindakan maka bisa jadi pemustaka akan " Kapok " dan tidak mau kembali berkunjung ke Perpustakaan. Dalam mengatasi masalah ini , tentu saja kami tidak bisa langsung "Mengusir" Mereka dari perpustakaan secara kasar dan tanpa toleran , karena anak-anak memiliki jiwa yang sangat peka dan masil labil . Tindakan ini juga tidak bisa diterapkan bagi pemustaka lainnya walaupun bukan anak-anak.

Disamping hal tersebut , Pustakawan juga memiliki tugas yang sangat berat terutama dalam memupuk " Literasi Pemustaka Di Era New Normal . Anak anak atau siapapun pemustaka yang datang berkunjung ke perpustakaan adalah  mereka yang sudah memiliki kemampuan mengenal dan menginginkan literasi . Jika keinginan atau harapan dari pemustaka ini kita hentikan dan kita putus , tentu mereka  akan kecewa , terlebih jika pemutusan itu karena pemustaka belum mengetahui aturan Protokol Kesehatan layanan pengunjung di Era New Normal walaupun sudah  dipublikasikan melalui berbagai media yang terrsedia.

Dalam Wikipedia didefinisikan bahwa literasi adalah 

"Seperangkat kemampuan individu dalam membaca, menulis , berbicara , menghitung dan memecahkan masalah ".

Masalah riil yang dihadapi oleh pustakawan terkait dengan pelayanan perpustakaan pada era " New Normal " adalah masih ditemui pemustaka yang tidak menggunakan masker . Pemustaka yang tidak atau belum menggunakan masker ketika berkunjung ke Perpustakaan ada  dua kemungkinan :

Kemungkinan pertama adalah :  pemustaka yang belum mengetahui aturan " Protokol kesehatan layanan pengunjung " walaupun sudah dipublikasikan melalui berbagai media .Kemungkinan Kedua pemustaka yang sudah  mengetahui aturan " Protokol kesehatan layanan pengunjung " tetapi dia tidak mematuhi aturan tersebut secara tertib dan teratur karena belum memiliki Masker, ataupun sarana lainnya yang diperlukan ,

Sesuai dengan gagasan diatas , maka solusi yang tepat dalam memupuk literasi pemustaka di Era new Normal adalah dengan cara berupaya melakukan berbagai tindakan yang komprehensif meliputi :

Pertama : Bimbingan secara persuasif dan kontinue kepada pemustaka  tentang berbagai aturan yang harus dipenuhi sebagai pemustaka  di Era New Normal . 

Kedua : Lembaga menyediakan sarana dan prasarana tehnis yang diperlukan bagi Pemustaka  beserta tehnis pelaksanaannya , walaupun terkadang tehnis pelaksanaan tersebut di luar jangkauan tugas  pustakawan, tetapi pustakawan mempunyai kewajiban untuk membantu pemustaka .Misal anak anak yang belum bisa menggunakan masker maka kita sebagai pelayan pemustaka perlu membantu mereka dalam menggunakan masker tersebut.

Jika kedua hal tersebut diatas dipenuhi maka kami berharap semoga Pupuk literasi yang ditebarkan oleh Pustakawan kepada Pemustaka akan mampu menumbuhkan tingginya minat baca bagi pemustaka guna meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan  sehingga akar budaya belajar di negeri yang kita cintai ini semakin kuat dan berkembang serta membuahkan hasil karya nyata guna peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti yang kita dambakan bersama . 

Salam Pustakawan 
Penulis : Susetiyanti 
Pustakawan Dinas Arpus Kab Pekalongan.

Selasa, 07 April 2020

3 Kriteria Dongeng yang baik

Kalau ngomongin dongeng, pastinya para pustakawan tahu. Apalagi pustakawan yang kerja di perpustakaan umum. Nah, seberapa sering teman-teman pustakawan yang berkerja di perpustakaan umum melakukan kegiatan dongeng? Atau mungkin teman-teman yang sudah menjadi orang tua, kira-kira seberapa sering melakukan dongeng untuk anak-anaknya? 

Seperti apa sih kriteria dongeng yang baik itu? Penasaran? Simak ya vlog berikut ini.


Salam,
Pustakawan Blogger

Rabu, 13 Maret 2019

Sejarah Terbentuknya Forum Komunikasi Perpustakaan

Oleh: Lala*

Kali ini tema menulis lebih luas, tetapi wah juga ya karena titik fokusnya sekarang adalah penggunanya. Yang kedua ini, “organisasi kepustakawanan” yang akan menjadi topik tulisannya.

Langsung saja kepada inti pokok penulisan ini yang bercerita tentang sejarah terbentuknya Forum Komunikasi Perpustakaan. Tepatnya pada tanggal 25 September 2013, waktu itu masih Organisasi Perangkat Daerah lama sebelum digabung antara Kantor Arsip dan Kantor Perpustakaan menjadi Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen sejak tahun 2017, Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen menggelar acara “Sosialisasi Undang-Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 dan Sosialisasi Forum Komunikasi Perpustakaan Sekolah dan Desa Kabupaten Sragen" di Gedung Kartini.  Kegiatan ini kurang lebih diikuti oleh seribu orang yang terdiri dari Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, Camat, Kepala UPT Dinas Pendidikan Kecamatan, Kepala Sekolah, Kepala Desa, Pengelola Perpustakaan Sekolah dan Desa.

Sejarah Terbentuknya Forum Komunikasi Perpustakaan

Dalam sambutannya, Bupati Sragen yang menjabat waktu itu (Agus Fatchurrahman, SH. MH) menghimbau kepada para Kepala Sekolah untuk menjadikan perpustakaan sarana untuk mencerdaskan anak bangsa. “Jadikan mereka bertubuh sehat, cerdas, dan berkarakter membaca. Inilah rekayasa masa depan yang bisa kita lakukan. Dua puluh tahun lagi mungkin baru bisa kita nikmati hasil usaha kita hari ini,” tegas Bupati.

Sosialisasi Undang-Undang Perpustakaan disampaikan oleh Kepala UPT Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia Daerah Provinsi Jawa Tengah, Drs. Mulyono, M.Pd. Menurut Mulyono, Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki.

“Perpustakaan kini sudah masanya dikelola secara professional. Perpustakaan tidak mungkin  berkembang kalau hanya diurus secara sambil lalu saja dengan menempatkan orang yang mampu menyusun buku atau tahan duduk berjam-jam lamanya. Sumber daya manusia di perpustakaan adalah orang yang memiliki pengetahuan luas dan mempunyai kemampuan manajemen perpustakaan sebagai suatu usaha yangg tidak berdiri sendiri. Harus diakui, apabila dibandingkan dengan sejumlah negara maju lainnya, bahkan dengan negara-negara ASEAN saja kehidupan perpustakaan kita masih jauh ketinggalan, “ ujar Mulyono.

Sementara itu, Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen, Dra Tri Andiyas Wororetno mengatakan bahwa terbentuknya Organisasi Kepustakawanan Forum Komunikasi Perpustakaan Sekolah dan Desa ini didirikan dalam rangka memudahkan komunikasi, koordinasi, monitoring, pembinaan, pemberdayaan,  dan evaluasi perpustakaan sekolah dan desa.

Adapun susunan Pengurus Forum Komunikasi Perpustakaan Sekolah dan Desa adalah sebagai berikut :

PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN SD/MI  KABUPATEN SRAGEN

PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN SD/MI  KABUPATEN SRAGEN

PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN SMP/MTs  KABUPATEN SRAGEN


PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN SMP/MTs  KABUPATEN SRAGEN

PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN SMA/SMK/MA KABUPATEN SRAGEN

PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN SMA/SMK/MA KABUPATEN SRAGEN

PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN DESA KABUPATEN SRAGEN


PENGURUS FORUM KOMUNIKASI PERPUSTAKAAN DESA KABUPATEN SRAGEN


*Pustakawan Kabupaten Sragen
Email: mala.ae1903@gmail.com