Tampilkan postingan dengan label Ahmad Syawqi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ahmad Syawqi. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 Agustus 2021

HIJRAHNYA PUSTAKAWAN

HIJRAHNYA PUSTAKAWAN

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I.

(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Ahmad Syawqi

Selasa, 1 Muharram 1443 Hijriah bertepatan 10 Agustus 2021 Masehi umat Islam memperingati tahun baru Islam yang dihitung sejak Nabi Muhammad saw. hijrah dari Mekah menuju Madinah sehingga penanggalan dalam Islam dinamakan Hijriah. Berbeda dengan penanggalan nasional dan dunia pada umumnya menggunakan perhitungan Masehi dengan sistem matahari dan dimulai pada zaman Nabi Isa AS.

Sejarah tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan tahun. Hal ini tidak lepas dari fakta sejarah pada zaman sebelum Nabi Muhammad saw., orang-orang Arab tidak menggunakan tahun dalam menandai apa saja, tetapi hanya menggunakan hari dan bulan sehingga membingungkan.

Sebagai contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad saw. lahir pada tahun Gajah. Hal ini menjadi bukti bahwa pada waktu itu kalangan umat Arab tidak menggunakan angka dalam menentukan tahun sehingga membingungkan. Berawal dari sini, pada sahabat berkumpul untuk menentukan kalender Islam, salah satu di antaranya yang hadir adalah Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Mengenai sejarah kalender Islam, mereka ada yang mengusulkan kalender Islam berdasarkan hari kelahiran Nabi Muhammad, ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad diangkat sebagai rasul. Namun, usul yang diterima adalah usulan dari Ali Bin Abi Thalib di mana beliau mengusulkan agar kalender hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah dan Madinah. 


Makna Hijrah Nabi Muhammad saw.

Banyak hikmah yang dapat kita petik dari Hijrahnya Nabi Muhammad saw. dan para sahabat dari Mekah ke Madinah. Diantaranya adalah Pertama, perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap Muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.

Kedua,  Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah daru hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah saw. dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.

Ketiga, Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw,  pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Dalam konteks sekarang ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW dan kaum Muhajirin, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah itu sendiri, karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasululllah dan berkata: "Wahai Rasulullah, saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa hijrah telah telah berakhir", Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit dari sebelah barat”.

Hijrah dari Kebodohan

Hjirah itu sama dengan berpindah, bergeser atau mutasi menuju arah yang lebih baik lagi, dari kemiskinan menjadi kemakmuran, kebodohan menjadi pintar, yang masih rendah ketaqwaannya menjadi lebih tingga ketaqwaannya kepada Allah Swt.

Bagi pustakawan yang sehari-hari bergelut dengan  buku dan informasi, hijrah wajib selalu dilakukan dengan semangat berjuang dalam memberikan layanan yang prima kepada pemustaka tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi guna mencerdaskan manusia dari kebodohan. Di samping  semangat berhijrah untuk terus belajar dari kebodohan untuk menjadi pintar. Dan Islam sebagai agama yang Rahmatan lil ‘Alamin sangat mengajarkan kita untuk menjadi orang yang berilmu dan berakhlak.

Ilmu erat kaitannya dengan akal manusia. Lantaran akal dan olah pikirnyalah manusia menapak kemajuan sekarang. Hanya saja manusia tak boleh lupa bahwa dulu sewaktu kecil, ketika masih bayi merah, dia belum tahu apa-apa. Dia tak boleh takabur atas secuil ilmu yang dimilikinya sekarang yang katanya begitu hebat dan membuatnya terkenal, bahkan meraih piagam, award sainstek atau hadiah Nobel, misalnya. Sebab, bagaimanapun ilmu manusia masih terbatas, paling-paling dia hanya tahu di bidang ilmu yang ditekuninya. Tak ada manusia yang menguasai segala ilmu.

Walau demikian, manusia tetap selalu diwajibkan hijrah dari kebodohan untuk menjadi pintar, pindah dari satu "sumur" ilmu menuju "sumur" ilmu lainnya. Ini bisa dibaca pada kata pertama, ayat pertama firman Allah Swt. kepada Muhammad, yaitu baca. Soal baca adalah soal ilmu. Soal hijrah adalah bertambah pengetahuan. 

Untuk itu mari kita jadikan moment Tahun Baru Islam 1443 H ini untuk menjadi pribadi yang BERUNTUNG tahun ini lebih baik lagi dari tahun kemaren dan hari-hari yang kita jalani  selalu diisi dengan kebaikan dan selalu bersyukur kepada Allah Swt. atas segala nikmat yang telah kita peroleh, sehingga akan terus ditambah Allah Swt. nikmat-nikmat lainnya yang lebih besar lagi. “Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu …” (QS. Ibrahim: 7). Aamiiin. 

Minggu, 13 September 2020

Perpustakaan: Jalan Menuju Surga (Refleksi Hari Kunjung Perpustakaan)

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I 
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Seperti yang ketahui bersama bahwa pemerintah Indonesia melalui Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI telah menetapkan tanggal 14 September melalui surat Kepala Perpustakaan Nasional RI nomor 020/A1/VIII/1995 pada tanggal 11 Agustus 1995, sebagai Hari Kunjungan Perpustakaan (HKP), dimana  ide  tersebut lahir dari pemikiran Mastini Hardjoprakoso yang merupakan Kepala Perpusnas pertama yaitu tahun 1980-1998. 

Sejarah HKP pencanangannya dimulai sejak 14 September 1995 di Banjarmasin dimasa pemerintahan Presiden Soeharto yang tujuannya adalah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia yang tergolong masih rendah. Hinggi kini selama 25 tahun sudah, HKP terus dperingati dan digalakkan.

 Perpustakaan seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Perpustakaan RI Nomor 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.  Dari definisi tersebut bahwa di era informasi  saat ini perpustakaan mengalami transformasi seiring dengan kemajuan teknologi informasi, dimana perpustakaan tidak hanya sebagai sebuah tempat  menyimpan dan meminjam buku saja.

Transformasi Perpustakaan
Menurut Joko Santoso, Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpusnas RI, arah transformasi perpustakaan lebih bergeser kepada basis inklusi sosial yang mencakup 3 hal yaitu perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan yang menjadikan perpustakaan sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat yang mampu melahirkan berbagai inovasi dan kreatifitas masyarakat; perpustakaan sebagai pusat kegiatan perberdayaan masyarakat yang berkomitmen pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat; perpustakaan sebagai pusat kebudayaan melalui pelestarian dan pemajuan khazanah budaya bangsa secara berkelanjutan untuk kemajuan masyarakat.

Aspek transformasi perpustakaan mencakup 3 hal yaitu Koleksi, Ruang dan Layanan. Karakter dari KOLEKSI yang ditransformasi adalah koleksi perpustakaan yang BERMAKNA untuk membantu pemustaka dalam memahami diri dan dunia; REFLEKTIF-Gue Banget, pemustaka dapat melihat dirinya sendiri pada koleksi perpustakaan secara positif dan akurat; RELEVAN, koleksi perpustakaan berhubungan dengan pengalaman hidup dan signifikansi kecakapan hidup; MENVALIDASI, koleksi perpustakaan menegaskan nilai-nilai keberagamaan, kebenaran, kejujuran, keadilan, kegigihan); MEMBERDAYAKAN, memungkinkan pemustaka untuk berbuat perubahan positif dalam kehidupan diri dan komunitas mereka; INKLUSIF, koleksi perpustakaan mencerminkan spektrum keragaman seluas mungkin dalam hal konten, kepengarangan dan akses; MEMUDAHKAN, multimodal dan multiple media; dan MENUMBUHKAN, koleksi perpustakaan menumbuhkan kesadaran sosial, kesadaran politik dan kesadaran kultural.

Karakter dari RUANG yang ditransformasi adalah MENEGASKAN, ruang perpustakaan merayakan keragaman dan sikap positif ilmu pengetahuan; RESPONSIF, ruang perpustakaan adaftif dalam menghadapi perubahan demografi, kebutuhan dan minat pemustaka; MENGUNDANG, ruang perpustakaan mengundang beragam orang, keluarga dan anggota komunitas ke dalam ruang perpustakaan dan berkomunikasi; MENGHARGAI, ruang perpustakaan mengadaftasi sikap saling menghargai budaya masyarakat dengan memasukkan item-item budaya lokal; FLEKSIBEL, ruang perpustakaan dapat digunakan dalam berbagai tujuan oleh berbagai jenis pengguna individu, kelompok kecil, termasuk kelas-kelas pembelajaran; PERLUASAN; ruang perpustakaan serupa dalam dimensi fisik dan virtual; dan NYAMAN, ruang perpustakaan mengundang pemustaka untuk berlama-lama di perpustakaan. 

Karakter dari LAYANAN yang ditransformasi adalah TRANSFER PENGETAHUAN, perpustakaan berusaha membangun akses pengetahuan ke pedesaan, termasuk mengubah perpustakaan menjadi penyedia layanan internet; LIFESKILL, perpustakaan berusaha mengembangkan kecakapan dan keterampilan kerja; KESEJAHTERAAN, perpustakaan mampu memastikan kesehatan dan kesejahteraan komunitas. Dalam waktu dekat, pustakawan harus menjadi mitra utama kesehatan masyarakat dalam mengembangkan upaya penelusuran kontak pandemi; PUSAT INFORMASI KRISIS, perpustakaan harus menyediakan layanan tanggap krisis/darurat dalam situasi bencana alam atau sosial; INKLUSIF, perpustakaan mampu menguatkan empati pemustaka yang beragam kondisi. Ramah difable dan menolong kaum marjinal dan sektor informal; PERLUASAN LAYANAN, perpustakaan menyediakan layanan yang tak terbatas pada fisikal, tetapi juga virtual; dan PARTISIPASI, adanya perpustakaan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berkegiatan dan berbagi pengalaman praktis di perpustakaan untuk memperluas transformasi pengetahuan.

Taman Surga Pengetahuan
Jika kita melihat kegiatan perpustakaan di era pandemi saat ini, banyak sekali mengadakan berbagai webinar gratis secara online, seperti seminar, workshop, bimtek, bedah buku yang menjadi surga ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang ingin mengikutinya. Ketika kita bisa hadir berkunjung dan mengikuti webinar tersebut, maka berarti kita telah berada dalam sebuah majelis ilmu yang diibaratkan dalam Islam sebagai Taman Surga di dunia yang akan terus memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi setiap mereka yang haus dengan berbagai ilmu dan melalui perpustakaanlah sebagai salah satu pintu sumbernya ilmu pengetahuan.
Suatu ketika, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu (RA) mendengar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) bersabda: “Jika kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” (HR. Tirmidzi)

Dari hadits tersebut, yang dimaksud dengan taman surga adalah majelis ilmu/webinar yang mempelajari berbagai ilmu dengan dihadiri banyak orang dalam berbagai forum kegiatan. Bila umatnya melihat forum-forum seperti itu, maka segeralah singgah hadir bergabung, karena sejatinya itu bagian dari taman surga. Ternyata undangan spesial dari Nabi kita adalah menghadiri majelis ilmu. 
Siapa saja yang memenuhi undangan ini juga akan mendapatkan hadiah istimewa langsung dari Allah, apa saja? Tidak tanggung-tanggung, Allah SWT berikan langsung empat hal bagi tamu taman-taman surga ini yaitu Allah turunkan ketenangan dalam hati, Allah berikan rahmat bagi mereka, para malaikat Allah kumpulkan ditengah majelis itu, Allah sebutkan orang yang menjadi tamu taman surga itu dihadapan para malaikat-Nya.

Ibnul Qayyim RA berkata, “Barangsiapa ingin menempuh taman-taman surga di dunia, hendaklah dia menempati majelis-majelis zikir, karena ia adalah taman- taman surga.” Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR.Muslim). 

Islam begitu tinggi menjunjung seorang penuntut ilmu (ahli ilmu). Janji Allah bagi orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar'i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga karena ia telah mendapat ilmu tentang bagaimana cara menuju surga. 

Betapa indahnya keutamaan para penuntut ilmu, yang hadir dalam majelis ilmu atau berkunjung ke perpustakaan mencari ilmu sampai-sampai mereka dibicarakan oleh Allah SWT dan para malaikat. Mereka pun dicari-cari malaikat, sehingga saat di majelis ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya sebagai tanda perhormatan bagi para penuntut ilmu.

Rabu, 19 Agustus 2020

Menghitung Umur Pustakawan (Refleksi Tahun Baru Islam 1442 Hijriah)

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I

Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
Tak terasa sekarang kita memasuki tahun baru Islam 1442 Hijriah, yang tentunya umur atau usia kita juga bertambah dan sekaligus kontrak hidup di dunia ini semakin berkurang. Karena bertambahnya usia kita, membuat semakin berkurangnya masa hidup di dunia.

Bicara tentang umur merupakan misterius problem. Tidak ada seorang pun yang tahu, apakah dia seorang ulama, kyai, raja, presiden, termasuk juga seorang pustakawan yang sehari-hari bekerja di perpustakaan bersahabat dengan buku, perihal tentang berapa lama umurnya ia hidup di dunia.  

Umur itu bisa dilihat dari dua makna yaitu umur biologis dan umur amal shaleh atau kebaikan. Umur biologis adalah umur yang sudah ditentukan batas waktunya oleh Allah SWT seperti ada orang yang diberi umur 60 bahkan 100 tahun. Umur biologis ini tidak bisa ditawar dan tidak diketahui oleh manusia. Tetapi untuk umur kebaikan, bisa kita perpanjang. 

Ada sebuah nasehat perkataan dari Buya Hamka yang dikenal sebagai seorang Ulama dan Sastrawan Indonesia, beliau mengatakan bahwa “kita sudah MATI hancur dikandung tanah, tapi kita masih hidup. Dalam umur yang sekian pendeknya yang telah kita lalui di dunia, misalnya 70 tahun, dia bisa kita panjangkan. Dengan apa! Dengan sebutan, dengan bekas tangan (tulisan), dengan iman dan amal shaleh”. Sesuai dengan apa yang disebut dalam pantun Melayu “Pulan Pandan Jauh Ditengah, Dibalek Pulau Angsa Dua, Hancur Badan Dikandung Tanah, Budi Yang Baik Terkenang Jua”.

Ada juga satu syair dari Syauqi Beikh seorang Penyair Arab Mesir yang terkenal mengatakan “Sebelum engkau mati, peliharalah sebutan dirimu yang akan dikenang orang daripada dirimu, karena kenangan atas ketika hidup yang dulu itu adalah umur yang kedua kali bagi manusia”. Banyak orang yang setelah dimasukan ke dalam kubur, masuk sudah ditimbun kubur tadi, orangpun pulang ke rumah, sebutan orang tadi keluar dari kuburnya tiap hari dia keluar, setahun, dua tahun, sepuluh tahun, seratus tahun, malah ada yang beribu tahun.

Nabi kita Muhammad SAW umurnya cuma 63 tahun, tapi beliau sampai sekarang sudah 1442 tahun, masih seperti kemaren saja hidup beliau, menjadi sebutan orang siang dan malam. Inilah maksud yang dikatakan orang, “sesudah mati dia hidup kembali”, lebih panjang umurnya 63 tahun dibandingkan dengan 1442. Dan selama adzan masih kedengaran di puncak menara, entah ratusan ribuan lagi, itu nama akan tetap hidup.

Fase Umur

Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr bimâ Yamurru bil Insân wa Yanqadli Lahu minal A’mâr (1998: 13-14), menjelaskan bahwa kehidupan manusia terbagi ke dalam 5 (lima ) fase umur, yaitu Fase Umur Pertama, dimulai sejak Nabi Adam AS diciptakan oleh Allah SWT. Saat itu juga dalam punggung Nabi Adam AS terdapat anak-cucunya. 

Fase Umur Kedua, dimulai sejak kelahiran manusia ke dunia ini hingga meninggal dunia. Dalam fase umur kedua ini, berlaku taklif dimana manusia dibebani kewajiban-kewajiban tertentu ketika telah mencapai usia baligh dengan kewajiban menunaikan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya.

Fase Umur Ketiga, dimulai sejak manusia mati meninggalkan alam dunia ini hingga ia dibangkitkan oleh Allah dari kubur dengan tiupan sangkakala. Dan inilah masa tunggu manusia di alam barzakh. Fase Umur Keempat,  dimulai sejak manusia dibangkitkan keluar dari kuburnya atau tempat lain yang Allah kehendaki, lalu dikumpulkan di Makhsyar untuk diadili di hadapan Allah SWT dengan ditimbang semua amalnya untuk dihisab. Sesudah itu meniti jalan kecil (shirath) dan menerima buku catatan amal masing-masing. Fase Umur Kelima, sebagai fase terakhir dimulai dari saat masuknya manusia ke dalam surga atau neraka yang kekal abadi di dalamnya sesuai dengan catatan amal masing-masing selama di dunia. 

Kelima fase umur tersebut berlangsung secara urut dan berlaku pada semua manusia, yakni dimulai sejak fase umur pertama/alam azali, fase umur kedua/alam dunia, fase umur ketiga/ alam kubur/barzakh, fase umur keempat-kelima/alam akhirat yang dimulai dengan kebangkitan manusia dari kubur, berkumpul di makhsyar, ditimbang untuk dihisab amal-amalnya ketika hidup di dunia, hingga mereka mendapat sorga/neraka sebagai balasan atas amal yang kita lakukan.

Batasan Umur

Rasulullah SAW mengabarkan melalui hadits beliau yang artinya “Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.” (HR At-Tirmidzi). Penyebutan kelaziman angka umur umat akhir zaman ini tidak menafikan mereka yang wafat sebelum mencapai atau sesudah melewati kisaran tersebut. Meski ada yang berusia melebihi 70 tahun, jumlah mereka sangat kecil. 

Abdurra’uf Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan bahwa “umatku” yang disebut dalam hadits di sini bukan hanya pemeluk agama Islam (ummatul ijabah), tetapi manusia secara umum yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW dan seterusnya (ummatud da’wah). 

Umur umat Nabi Muhammad SAW relatif singkat dibanding umat terdahulu yang mencapai usia ribuan tahun, tetapi Allah SWT mengistimewakan segala amalan ummatnya dengan  limpahan rahmat berupa pahala kebaikan berlipat ganda atas amal ibadah yang membantu mereka di tengah keterbatasan usia mereka yang sangat singkat di dunia. Allah SWT juga memuliakan umat Nabi Muhammad SAW sebagai umat akhir zaman ini dengan sedikit siksa dan hisab yang dapat menghalangi mereka dari masuk surga. Oleh karena itu, mereka adalah umat pertama yang masuk surga sebagaimana sabda Nabi SAW, “Nahnul ākhrūnal awwalūn” (Kami adalah umat akhir zaman yang awal (masuk surga). Ini termasuk kabar Rasulullah yang terbilang mukjizat. (Abdurra’uf Al-Munawi, At-Taysir bi Syarhil Jami’us Shaghir). 

Kualitas Umur

Suatu ketika Rasulullah SAW ditanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya”. Dia bertanya lagi, “Lalu siapakah orang yang terburuk?” Beliau menjawab, “Orang yang berumur panjang dan buruk amalnya”. (HR. Ahmad). 

Kenapa orang yang panjang umurnya dan baik amalnya merupakan orang terbaik? Karena orang yang banyak kebaikannya, setiap kali umurnya bertambah maka pahalanya juga bertambah dan derajatnya semakin tinggi dengan sebab nilai kebaikan yang terus tambah. Sebaliknya, seburuk-buruk orang adalah orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya, berarti telah menyia-nyiakan umurnya, dia tidak akan beruntung bahkan merugi dengan kerugian yang nyata.

Nilai umur manusia memang tidak ditentukan oleh panjang atau pendeknya, melainkan oleh KUALITAS amal yang kita perbuat semasa hidup. Umur yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah AMANAH yang harus dipertanggungjawabkan dan diisi dengan berbagai amal shaleh. Rasululllah SAW bersabda, “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan”. (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).   

Sebagai penutup, di awal tahun Islam ini mari kita berdoa bersama “Ya Allah jadikanlah sebaik-baik UMURKU pada ujungnya & sebaik-baik AMALKU pada AKHIR hayatku & jadikanlah sebaik-baik HARIKU yaitu hari ketika aku bertemu dengan-Mu di hari kiamat”. (HR. Ibnu Sunny). Wallahu A’lam.

Kamis, 30 Juli 2020

Kunci Kebahagiaan Hidup Pustakawan (Sebuah Refleksi Pembelajaran Nabi Ibrahim AS)

Oleh : AHMAD SYAWQI
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

AHMAD SYAWQI
Dalam kalender Islam, bulan Zulhijjah merupakan bulan yang sangat mulia, karena di bulan tersebut umat Islam merayakan hari raya yang penuh makna yaitu hari raya Idul Adha atau yang dikenal dengan hari raya qurban yang dikaitkan dengan kisah tentang keimanan seorang ayah dan anak yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.  Mereka berdua sama-sama merelakan sesuatu yang paling dicintainya, sebagai pembuktian bahwa cinta mereka kepada Allah SWT adalah mutlak di atas segalanya. Nabi Ibrahim rela mengorbankan putranya Nabi Ismail yang sangat dicintainya dan Nabi Ismail pun merelakan nyawanya demi menjalankan perintah Allah SWT. 

Yang menjadi renungan kita adalah apa makna Idul Adha yang ingin disampaikan Allah SWT kepada ummatnya? Tentunya bukan hanya sekedar berqurban. Tetapi Allah SWT telah memberikan makna pembelajaran kehidupan yang bisa menjadi kunci kebahagiaan hidup bagi setiap manusia apapun profesinya, apakah ia seorang pedagang, guru, dokter, atau lainnya, termasuk bagi seorang pustakawan, ia akan merasakan kebahagiaan hidupnya ketika mengamalkan  apa yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS.

Pertama, Cintai Tuhanmu melebihi yang lainnya. Lewat Idul Adha, Allah SWT ingin mengajarkan kita tentang kemurnian cinta. Kita tentu tahu bahwa Nabi Ibrahim baru dikaruniai seorang anak saat usianya memasuki senja. Doa beliau untuk memiliki putra dikabulkan dengan lahirnya Nabi Ismail dan Nabi Ishaq. Bisa dibayangkan betapa beratnya hati Nabi Ibrahim ketika anak yang dinantikan setelah sekian lama, dirawat dan dibesarkan sekian tahun, dicintai dengan segenap hati, harus direlakan ketika Allah SWT memerintahkan kepadanya untuk menyembelih Ismail.

Namun rasa cinta Nabi Ibrahim yang begitu besar kepada Allah, mendorong hatinya untuk rela mempersembahkan Ismail, sesuai yang diperintahkan kepadanya. Nabi Ismail yang memiliki kecintaan yang sama murninya kepada Allah pun, merelakan dirinya dijadikan persembahan kepada Sang Pencipta. Tapi, cinta Allah jauh lebih murni dari cinta siapapun. Allah mengakhiri ujiannya kepada mereka, dengan cara menukar Nabi Ismail dengan hewan qurban.

Bagi seorang pustakawan, ketika kita ingin hidup dengan bahagia, wajib mencintai Tuhan sang pencipta dengan tulus ikhlas yang telah memberikan nikmat ilmu pengetahuan dan menshare ilmu tersebut kepada orang lain sehingga memberikan manfaat kebaikan sebagai amal jariyah yang terus mengalir, sehingga Tuhan pun akan mengangkat derajat kita sebagai orang yang berilmu pengetahuan dengan berbagai kemudahan dan keberkahan hidup berkah ilmu yang kita berikan kepada orang lain.

Kedua, Doa orang yang taat tak pernah terlewat. Nabi Ibrahim dikenal sebagai nabi yang begitu taat kepada Allah. Kecintaannya tak perlu diragukan. Maka ketika Nabi Ibrahim menginginkan seorang putra di usianya yang senja, Allah tak segan-segan mengabulkannya. Allah membalas ketaatan Nabi Ibrahim dengan keturunan-keturunan yang soleh dan berbakti pada orang tua. 

Bagi seorang pustakawan, doa menjadi senjata utama dalam melaksanakan segala aktivitas kepustakawanan, karena dengan doa akan menjadi kekuatan batin pustakawan untuk bisa melaksanakan tugasnya dengan ikhlas dalam memberikan pelayanan kepada pemustaka sebagai  simbol ketaatannya kepada Tuhan terhadap tugasnya sebagai seorang pelayan informasi bagi pemustaka. 

Ketika pustakawan yang dengan ikhlas memberikan kebaikan dengan layanannya kepada pemustaka, maka secara otomatis, Allah SWT juga akan memberikan ganjaran kebaikan atas apa yang telah diberikannya kepada orang lain, dimana jika Allah SWT sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, asalkan kita juga menjadi hamba yang taat.  

Ketiga,  Ikhlas memberi rasa bahagia tanpa pamrih. Beribadahlah hanya karena Allah. Ini yang bisa kita pelajari dari Nabi Ismail, saat beliau merelakan dirinya disembelih oleh ayahnya sendiri. Bagi Nabi Ismail, mengorbankan nyawa sebagai bentuk pelaksanaan perintah Allah adalah bagian dari ibadah. Dan ketika Nabi Ismail ikhlas menyerahkan nyawanya, Allah membalas keikhlasannya dengan usia yang panjang, dan derajat kehidupan yang lebih baik. Buktinya, kita selalu mengenang Nabi Ismail setiap tahunnya. 

Bagi pustakawan keikhlasan dalam memberi harus menjadi karakter yang harus selalu melekat dalam dirinya. Ketika pustakawan memberikan pelayanan kepada pemustaka yang memerlukan informasi, maka keikhlasan harus selalu tumbuh dalam dirinya dengan segala kesiapan melayani segala keperluan si pemustaka sehingga memberikan rasa kebahagian bagi setiap pemustaka yang datang ke perpustakaan. Oleh karena pembelajaran terpenting adalah  berilah rasa kebahagian orang lain karena Allah, maka kita juga akan selalu merasakan kebahagiaan hidup.

Keempat, menjadi anak berbakti. Kalau kita jadi Nabi Ismail, mungkin kita akan meminta Nabi Ibrahim untuk memohon kepada Allah, supaya menarik lagi perintahnya untuk menyembelih leher kita. Tapi, Nabi Ismail beda. Sebagai anak yang berbakti, Nabi Ismail justru yang meminta ayahnya untuk segera menjalankan perintah tersebut. Sepertinya Nabi Ismail takut kalau Allah akan marah pada ayahnya dan memberikan hukuman pada ayahnya. Kalau kita? apa yang sudah kita lakukan untuk kedua orang tua kita?

Bagi pustakawan, ketaatan untuk berbakti kepada orang tua menjadi modal utama dalam meraih keberkahan dan kesuksesan hidupnya. Ketika menjadi pustakawan maka keridhoan orang tua juga menjadi keridhoan Tuhan, sehingga pustakawan dituntut untuk selalu meminta doa mereka agar menjadi anak yang shaleh berbakti kepada kedua orang tua yang setiap saat selalu mendoakan mereka yang telah melahirkan kita semua ke dunia ini.

Kelima, Berbagi kepada sesama. Melalui Idul Adha, Allah ingin memberikan satu lagi kunci hidup bahagia. Selain mencintai-Nya dengan tulus, mencintai orang tua, kita juga harus mencintai sesama. Itu mengapa, berqurban disarankan untuk mereka yang mampu. Dengan harapan, saudara-saudara di sekitar kita yang belum mampu membeli daging yang harganya mahal bisa menikmati lezatnya berbagai menu olahan daging.

Kepedulian kepada sesama jangan hanya saat Idul Adha saja, tetapi harus belajar peduli sesama setiap saat. Tidak bisa menyumbang uang, bisa menyumbang tenaga. Tidak bisa menyumbang tenaga, bisa menyumbang pikiran. Tidak bisa menyumbang pikiran, bisa menyumbang doa. 

Bagi pustakawan kesempatan untuk berbagi terutama melalui ilmu dan informasi yang ia berikan sangat terbuka lebar melalui pemberian layanan kepada permustaka yang datang ke perpustakaan, maka berusahalah untuk selalu berbagi buat sesama.

Berharap dengan moment hari raya Idul Adha ini, sebagai pustakawan yang selalu berinteraksi dengan orang lain (pemustaka), mampu mengimplementasikan 5 hal tersebut melalui pengabdian yang kita berikan sehingga bisa memberikan kebahagian hidup bagi kita dan orang lain di dunia dan di akhirat nanti. Aamiiin.

Rabu, 22 Juli 2020

Melindungi Anak dengan Membaca (Refleksi Hari Anak Nasional 2020)

Oleh: 
Ahmad Syawqi (Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap tanggal 23 Juli menjadi moment yang sangat istimewa bagi anak-anak Indonesia, karena pada tanggal tersebut merupakan perayaan Hari Anak Nasional (HAN) yang selalu dirayakan dengan meriah setiap tahunnya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984. 

Perayaan HAN tersebut dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak. Upaya ini akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, ceria, berakhlak mulia dan cinta tanah air di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Berbeda dengan perayaan pada tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan HAN tahun 2020 ini menghadapi tantangan karena adanya pandemi COVID-19 di Indonesia yang berimplikasi pada masyarakat, terutama anak, mengalami  berbagai persoalan seperti masalah pengasuhan bagi anak yang orangtuanya positif COVID-19, kurangnya kesempatan bermain dan belajar serta meningkatnya kasus kekerasan selama pandemi sebagai akibat diterapkannya kebijakan jaga jarak maupun belajar dan bekerja di rumah.

Berdasarkan tantangan tersebut, maka tema HAN tahun 2020 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan Tagline #AnakIndonesiaGembiradiRumah. Hal ini sebagai motivasi bahwa pandemi tidak menyurutkan komitmen kita untuk tetap melaksanakan peringatan HAN tahun ini secara virtual, tanpa mengurangi makna HAN untuk mewujudkan anak Indonesia gembira di rumah selama pandemi COVID-19.

Buku Yang Menggembirakan

Di tengah pandemi COVID-19 ini, kegembiraan anak-anak sekarang lebih banyak berada di rumah dan sebagian besar tidak berada di sekolah sehingga lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sebagai salah satu kebijakan untuk melindungi anak-anak kita agar terhindar dari penyebaran COVID-19. 

Ada satu upaya yang dapat kita lakukan dalam melindungi  anak Indonesia agar selalu gembira, diantaranya adalah dengan memberikan bacaan berupa buku-buku yang menyenangkan kepada anak. Membaca dapat diibaratkan membuka jendela dunia, karena dengan membaca akan memperluas wawasan dan  juga dapat meningkatkan daya pikir dan kemampuan seseorang dalam menemukan hal-hal baru yang berguna bagi kehidupan. 

Sebuah laporan penelitian (A Society of Readers, 2018) yang disusun institusi riset Demos dan lembaga amal asal Inggris, Reading Agency, menyimpulkan bahwa membaca bisa membantu mengatasi gangguan kesehatan mental, problem mobilitas sosial, kesepian, dan bahkan mencegah demensia. Saking pentingnya membaca, laporan itu bahkan menyarankan Pemerintah Inggris menambah anggaran untuk aktivitas literasi (pengadaan buku, perpusatakaan, dan program membaca) hingga 200 juta paun (sekitar tiga triliun rupiah). 

Di Inggris, kesepian memang menjadi persoalan bagi kesehatan mental penduduknya, terutama mereka yang memasuki usia lanjut. Bahkan di negeri itu, salah satu posisi kabinet adalah “Minister for Loneliness”. Kesepian disebut bakal menjadi epidemi kesehatan mental pada 2030, sehingga A Society of Readers mengajukan membaca sebagai salah satu solusi mengatasi problem itu.

Ada juga sebuah penelitian yang sangat menarik terkait dengan budaya membaca anak di masa pandemi COVID-19 ini yang dilakukan oleh The reading Agency dengan hasilnya sangat memberikan dampak positif bahwa anak-anak menjadi rajin membaca di tengah situasi negara sedang karantina. Menariknya lagi, penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak anak yang menjadi gemar membaca berbagai jenis buku ketika masa karantina. Responden untuk penelitian ini melibatkan sekitar 14.461 anak usia 7 hingga 11 tahun. Hasil penelitian dari agensi tersebut menyebutkan bahwa sekitar 89 persen anak usia 7 hingga 11 tahun telah membaca dalam beberapa bentuk. Selain itu, sebangak 37 persen diantaranya menghabiskan lebih banyak menghabiskan waktu daripada di sekolah.

Adapun penelitian ini juga mengemukakan alasan anak bisa lebih banyak membaca ketika masa karantina. Dari anak-anak yang diteliti, sebanyak 40 persen mengatakan bahwa membaca telah membantu dirinya menjadi lebih rileks. Di sisi lain, sebanyak 35 persen anak mengatakan bahwa membaca membuat mereka bahagia. Secara garis besar, banyak juga anak yang mengaku menemukan inspirasi membaca dari berbagai platform. Rata-rata anak mendapatkan insprasi ide dari Youtube sekitar 45 persen dan dari media sosial sebanyak 28 persen. Berdasarkan jenis kelamin, hasil menunjukkan bahwa sekitar 68 persen anak laki-laki dan 70 persen anak perempuan menjadi gemar membaca.

Memang tak semua anak membaca buku bacaan, ada juga diantaranya yang memilih untuk membaca buku komik. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena The Reading Agency tengah menjalankan inisiatif Summer Reading Challenge. Tujuannya tentunya untuk mendorong anak muda untuk lebih gemar membaca. Dari segi jenis bacaan, rata-rata anak memilih untuk membaca buku bacaan, yakni 61 persen. Sisanya yakni 40 persen memilih untuk membaca komik.

Beruntung kita saat ini pemerintah Indonesia telah mencanakan program cerdas yang yang mampu membahagian dan melindungi anak kita dari kebodohan dengan sebuah gerakan yang dinamakan GERAKAN NASIONAL ORANG TUA MEMBACAKAN BUKU (GERNAS BAKU) yaitu sebuah gerakan untuk mendukung inisiatif dan peran keluarga dalam meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan di rumah, di satuan PAUD, dan di masyarakat. GERNAS BAKU ini menjadi penting sekali dalam upaya membiasakan orang tua membacakan buku bersama anak, mempererat hubungan sosial-emosi antara anak dan orang tua, serta menumbuhkan minat baca anak sejak dini. Kalau GENAS BAKU ini sudah menjadi kebiasaan, maka akan tumbuh menjadi budaya dan menjadikan Indonesia lebih baik serta menjadikan para orang tua dan anaknya adalah orang yang selalu bahagia. 

Selamat HAN tahun 2020, tetap selalu rajin membaca di rumah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” #AnakIndonesiaGembiradiRumah.

Senin, 06 Juli 2020

JATUH CINTA PUSTAKAWAN (Refleksi Hari Lahir Pustakawan Indonesia)

Oleh: Dr. AHMAD SYAWQI, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia Provinsi Kalsel)

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa 7 Juli merupakan moment yang sangat penting bagi para pustakawan Indonesia karena pada tanggal tersebut telah ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Pustakawan Indonesia (HLPI) yang bernaung dalam sebuah organisasi profesi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) sebagai wadah perjuangan dan berkiprah dalam pengembangan kepustakawanan di Indonesia yang kini telah berusia 47 tahun (7 Juli 1973 – 7 Juli 2020). 

Kita semua tentu menyadari bahwa peringatan HLPI ini tidak sepopuler hari-hari peringatan lainnya. Ini membuktikan bahwa profesi pustakawan, belum dikenal luas oleh masyarakat. Padahal Pustakawan adalah sebuah profesi yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari teori praktik dan diuji dalam bentuk ujian dari sebuah universitas atau lembaga yang berwenang serta memberikan hak legalitas keilmuan kepada yang bersangkutan untuk mengamalkan ilmu yang mereka peroleh.

Hal ini tentunya menjadi kewajiban kita semua para pustakawan dan organisasi IPI untuk lebih mengenalkan profesi pustakawan kepada masyarakat.

Paradigma Pustakawan

Dalam Undang-Undang Perpustakaan nomor 43 tahun 2007 menyebutkan Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa Pustakawan adalah sebuah profesi yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus baik teori maupun praktek yang diperoleh dari sebuah lembaga pendidikan yang berwenang serta memberikan hak legalitas keilmuan kepada yang bersangkutan untuk mengamalkan ilmu yang mereka peroleh yang selalu dikaitkan dengan mereka bekerja di perpustakaan melalui penyediaan beragam informasi dan membantu melayani orang dalam menemukan berbagai kebutuhan informasi para pemustaka.

Pustakawan sebagai orang yang profesinya selalu diidentikan dengan dunia pustaka yang bekerja di perpustakaan, sampai detik ini sebutan “pustakawan” masih belum banyak ‘dikenal’ dibandingkan dengan profesi lain seperti dokter, pengacara, peneliti, guru dosen, dan sebagainya. Profesi pustakawan cenderung masih diremehkan dan dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat awam serta kalangan akademisi. Masyarakat lebih ‘mengenal’ pustakawan dengan sebutan ‘staf di perpustakaan’, ‘pegawai di perpustakaan’, ‘tukang susun buku’ atau bahkan ‘penjaga buku di perpustakaan’.

Pernyataan tersebut tentu terlontar bukan tanpa alasan, berdasarkan pengamatan profesi pustakawan memang masih belum begitu memiliki greget di masyarakat apabila dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi pustakawan cenderung masih diremehkan dan dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat awam serta kalangan akademisi.

Memang paradigma yang berkembang di masyarakat pada saat ini terhadap profesi pustakawan adalah pustakawan sebagai “penjaga buku”. Namun paradigma ini tentu tidak akan berkembang luas apabila tidak didukung dengan perilaku dari pustakawan yang justru mengukuhkan pandangan masyarakat awam ini. Paradigma ini terbentuk karena  akumulasi dari sikap, perilaku dan cara pustakawan dalam mengaktualisasikan diri di hadapan pemustaka cenderung bermuatan negatif. Sikap tersebut antara lain bersikap pasif dan tidak responsif terhadap kebutuhan pemustaka, tidak melakukan pekerjaan yang berarti serta bekerja tanpa inovasi dalam melayani pengguna, tidak menguasai semua informasi yang terdapat di perpustakaan dan tidak mampu membangun komunikasi dengan pemustaka.

Dalam pandangan saya, menjadi pustakawan justru merupakan sebuah profesi yang sangat MEMBANGGAKAN dan profesi yang sangat MULIA dan TERHORMAT. Sama halnya dengan profesi lainnya. Menjadi seorang pustakawan, berarti kita harus siap melayani banyak orang. Melayani kebutuhan informasi para pemustaka, melayani dengan senyuman, dan tentunya melayani dengan keikhlasan serta kerendahan hati. Energi hati yang ikhlas  menyulut aktivitas positif yang bermanfaat untuk diri kita sendiri dan orang lain.

Nabi Muhammad saw. sangat menghargai seorang pustakawan yang diibaratkan sebagai AKTOR utama yang menjadi mediator atau perantara dalam pencarian ilmu dengan pemustaka. Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi seseorang dalam meraih ilmu, maka Allah akan memudahkannya dalam meraih jalan ke sorga”. (Hadis Shahih Riwayat Muslim No 2699). Dari hadis tersebut menggambarkan betapa mulianya profesi seorang pustakawan yang tentunya menjadi aktor dalam mencerdaskan umat manusia dari ketidaktahuan menjadi orang yang tahu atau berilmu pengetahuan.

Bayangkan, ketika pemustaka masuk ke perpustakaan, kemudian ia mencari informasi yang sangat diperlukan, tentunya harus bertanya dengan pustakawan yang ada di perpustakaan tersebut. Orang yang berkunjung ke perpustakaan tentunya mereka yang haus dengan ilmu atau informasi yang diperlukan. Sungguh suatu kebahagiaan yang tak terhingga bisa berbagi dan membantu pemustaka mencari informasi yang dibutuhkan. Saat berhasil membantu pemustaka menemukan informasi yang dibutuhkan, sungguh ada kepuasan batin tersendiri dan kebanggaan menjadi pustakawan.

Kita patut bersyukur saat ini profesi pustakawan ke depan justru sangat menggiurkan seiring dengan terbitnya berbagai regulasi tentang perpustakaan yaitu Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 dan terbitnya Surat Keputusan MENPAN RB Nomor 9 Tahun 2014 tentang jabatan karir dan jabatan fungsional pustakawan. Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang baru, pustakawan telah diakui eksistensinya sebagai jabatan profesional di tengah masyarakat Indonesia yang membutuhkan kompetensi di bidang ilmu perpusdokinfo, bukanlah sekedar ‘penjaga buku’, mengatur bagaimana seharusnya pustakawan bekerja, serta memiliki organisasi profesi dan etika profesi.

Pemerintah juga melalui Perpustakaan Nasional RI telah memberikan angin segar berupa  perhatian dan penghargaan kepada pustakawan yang mampu menunjukkan keunggulan dan keprofesionalannya. Berbagai ajang lomba dan kompetisi yang diadakan dalam skala nasional, regional dan internasional untuk memberikan apresiasi kepada pustakawan, sekaligus ‘menguji’ sejauh mana kompetensi pustakawan dalam berkontribusi terhadap pekerjaan dan masyarakat,  seperti lomba pustakawan berprestasi. Hal  semacam ini sudah semestinya tidak disia-siakan oleh para pustakawan untuk menjadi pustakawan yang unggul, yang mampu menunjukkan perannya di masyarakat, dan yang mampu memberikan citra positif akan profesi pustakawan. Terlebih  pemerintah sekarang sudah melaksanakan “sertifikasi pustakawan” dalam bentuk uji kompetensi melalui Lembaga Sertifikasi Pustakawan (LSP) yang bernaung dalam Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang sudah diakui secara nasional dan internasional.  Bagi pustakawan yang lulus uji kompetensi akan diberikan sertifikat kompetensi sebagai bentuk pengakuan bahwa pustakawan tersebut betul-betul memiliki kompetensi.

Dasar Cinta Pustakawan

Banyak hal yang sangat kuat untuk membuat kita harus jatuh cinta menjadi seorang pustakawan, yaitu: Pertama, Passion, yaitu panggilan jiwa yang memberikan suatu kenikmatan (pleasure) dan perasaan senang saat menjalani (emotion) profesi pustakawan.  Bagi saya, jika pekerjaan dilakukan sesuai dengan penggilan jiwa, maka selalu ada kekuatan yang di dalam diri untuk selalu bersemangat bekerja dan pasti akan  memberikan kebaikan, kesenangan dan kenikmatan, walaupun kesulitan selalu menghadang.  Ketika kita bekerja dengan hati yang senang pasti menjadi indah apalagi jika ikhlas dalam melakukan, kemudian mencintai pekerjaannya,  sehingga muncul perasaan senang dan timbul kepuasan batin.  Efeknya akan mampu memberikan kenyamanan dalam segala hal, baik dari segi peningkatan kompetensi, jabatan maupun finansial.

Kedua, profesi yang mulia dan terhormat.  Seorang pustakawan diibaratkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai orang yang menjadi mediator atau perantara dalam pencarian ilmu dengan pemustaka (user). Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: “Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi seseorang dalam meraih ilmu, maka Allah akan memudahkannya dalam meraih jalan ke sorga”. Dari hadis tersebut menggambarkan betapa mulianya profesi seorang pustakawan yang tentunya menjadi aktor dalam mencerdaskan umat manusia dari ketidaktahuan menjadi orang yang tahu atau berilmu pengetahuan.

Ketiga, profesi yang keren dan membanggakan. Jika kita memang memiliki niat dan motivasi yang kuat, profesi apapun termasuk pustakawan, maka tentunya menjadikan diri kita selalu dikenal oleh orang.  Seorang pustakawan dapat merasakan indahnya berbagi dan membantu sesama. Saat berhasil membantu pemustakan menemukan informasi yang dibutuhkan, sungguh ada kepuasan batin tersendiri dan kebanggaan menjadi pustakawan.

Keempat, profesi yang intelek/profesional. Profesi  Pustakawan saat ini sangat menggembirakan  karena sudah ada payung hukum tentang peraturan dan perundang-undangan  yang menjadi sebuah angin segar bagi pengakuan akan eksistensi pustakawan profesional di tengah masyarakat Indonesia.

Kelima, profesi yang memiliki multiperan. Pustakawan bisa  berperan sebagai gerbang atau agen informasi,  baik menuju masa lalu maupun masa depan, pustakawan sebagai pendidik, pengelola pengetahuan,  pengorganisasi jaringan sumber daya informasi, pengadvokasi pengembangan kebijakan informasi, partner masyarakat, kolaborator dengan penyedia jasa teknologi, teknisi, konsultan informasi, dan sebagainya.

Dengan momentum HLPI ini, berharap pustakawan dapat terus meningkatkan profesionalisme dan tunjukkan kepada masyarakat bahwa pustakawan adalah sebuah profesi yang mulia dan patut dibanggakan, menjadi agen perubahan yang mampu menggerakkan perpustakaan sehingga tercipta  SDM yang Unggul untuk membangun masyarakat Indonesia yang cerdas dan bermartabat serta berkemajuan. Dirgahayu Pustakawan Indonesia.

Minggu, 31 Mei 2020

PANCASILA PERPUSTAKAAN (Refleksi Hari Lahir Pancasila)

Oleh : Dr. AHMAD SYAWQI, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Senin, 1 Juni 2020 bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Lahir Pancasila (HLP) yang ke 75  (1 Juni 1945 - 1 Juni 2020). Untuk memperingatinya, maka sejak tahun 2017 Pemerintah Indonesia telah menetapkan HLP sebagai hari libur nasional berdasarkan Keppres  Nomor 24 Tahun 2016.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, peringatan HPL tahun 2020 ini bertemakan “Pancasila Dalam Tindakan Melalui Gotong Royong Menuju Indonesia Maju” dengan kondisi kita berada di tengah masa pandemi Covid-19, sehingga aktivitas atau kegiatan alternatif untuk memperingati dan memeriahkan HPL dapat dilaksanakan melalui media elektronik, video conference atau dalam jaringan (online) secara kreatif dan menjaga dan membangkitkan kecintaan terhadap aktualisasi nilai-nilai Pancasila pada masa darurat Covid-19. Sehubungan dengan tidak adanya upacara penaikan bendera pada saat peringatan HPL, maka pengibaran bendera dilakukan pada pukul 06.00 sampai dengan 18.00 waktu setempat.

Peringatan HPL menjadi moment penting bagi bangsa Indonesia, karena adanya Pancasila merupakan landasan ideologi yang dijadikan dasar pijakan yang mampu memberi kekuatan atas berdirinya negara  kesatuan Indonesia dan sumber kaidah hukum yang mengatur bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni rakyat, pemerintah dan wilayah.

Pancasila  pada hakikatnya adalah suatu hasil perenungan atau pemikiran bangsa Indonesia. Istilah Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Presiden RI Ir.Soekarno, dimana pada tanggal 1 Juni 1945 beliau di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengusulkan dasar negara yang terdiri dari lima asas, oleh beliau kelima asas tersebut diberi nama Pancasila yakni: Kebangsaan, Internasionalisme atau perikemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan Pancasila yang disampaikan oleh Ir.Soekarno pada waktu itu pun berbeda dengan susunan Pancasila yang kita kenal sekarang. Inilah awal terbentuknya dasar negara Pancasila, yang kemudian pada tanggal tersebut dikenang sebagai hari lahir Pancasila. Tetapi masih ada proses selanjutnya yakni menjadi Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22 Juni 1945 dan juga penetapan Undang-undang Dasar yang juga finalisasi Pancasila pada 18 Agustus 1945.

Oleh para anggota BPUPKI kemudian disepakati bahwa yang disampaikan oleh Ir.Soekarno-lah yang menjawab pertanyaan sidang tentang apa dasarnya Indonesia merdeka. Setelah itu dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI terdiri dari 9 orang dan dalam perjalanannya sempat merumuskan Piagam Jakarta. Tetapi kemudian isi dari Piagam Jakarta ditolak oleh perwakilan warga dari Indonesia timur. Sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Pancasila yang kita kenal sekarang ini seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara RI 1945, yang berbunyi: Satu: Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Tiga: Persatuan Indonesia. Empat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Lima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pancasila Perpustakaan 

Kalau dalam sejarah lahirnya Pancasila di Indonesia, kita mengenal tokohnya  Dr. Ir. Soekarno, sebagai Bapak Proklamator kemerdekaan RI. Dalam dunia perpustakaan, kita mengenal tokoh Dr. Shiyali Ramamrita Ranganathan sebagi Bapak Perpustakaan India. Selain menjadi pustakawan, ia juga seorang ahli matematika. Dia dikenal sebagai penemu klasifikasi colon yang banyak digunakan di Perpustakaan di India. Dia juga pencetus teori Five Laws of Library Science (Lima Hukum Dasar Perpustakaan) sebagai Pancasilanya Perpustakaan. Saking dihormatinya Ranganathan ini, di India tanggal ulang tahunnya dijadikan Hari Perpustakaan Nasional.

Pemikiran-pemikiran yang ia tuangkan  masih terus digunakan di dalam kajian-kajian ilmu perpustakaan di seluruh dunia yang banyak memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan dunia perpustakaan. Ranganathan banyak menghabiskan waktunya untuk menekuni bidang perpustakaan baik menjadi pustakawan, menjadi profesor dan penulis bidang ilmu perpustakaan yang disumbangkannya kepada dunia dan masih dirujuk hingga kini.

Salah satu karya pemikiran Ranganathan Pada tahun 1930-an yang populer hingga saat ini masih dirujuk dan dijadikan landasan dalam pengembangan perpustakaan adalah pemikirannya yang ia tuangkan dalam  Five Laws of Library Science (Lima Hukum Dasar Perpustakaan) sebagai Pancasila Perpustakaan.

Kelima hukum dasar perpustakaan tersebut adalah pertama, Books are for use (buku untuk dimanfaatkan). Hukum pertama ini menyatakan bahwa perpustakaan harus memiliki bahan pustaka dan bahan pustaka tersebut haruslah mudah untuk digunakan oleh pemustaka hingga akhirnya bisa dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemustaka, karena prinsip dasar hukum yang pertama ini adalah bahwa buku itu ada untuk digunakan dan dimanfaatkan. Buku yang tersedia harus mewakili kebutuhan setiap pembaca, tanpa ada kemubadziran manfaat informasi yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, ketersedian buku yang dikoleksi hendaknya beragam dan memberikan dampak positif bagi pembacanya.

Kedua, Every reader his/her book (setiap pembaca terdapat bukunya). Hukum kedua ini mengacu pada kebutuhan pemustaka, dimana setiap perpustakaan dituntut untuk mampu menyediakan buku sesuai kebutuhan pemustaka. Bagi pengambil kebijakan (kepala perpustakaan dan pimpinan terkait), hal ini merupakan tugas utama dalam pengembangan koleksi dan meningkatkan kualitas informasinya.

Ketiga, Every book its reader (Buku setiap pembacanya). Jika hukum kedua memandang dari sudut penggunanya  maka hukum ketiga ini menekankan pada jenis koleksi bukunya. Buku yang ada di perpustakaan sebaiknya mempunyai nilai guna bagi seseorang atau beberapa orang yang mengunjungi perpustakaan. dengan begitu setiap buku yang ada di perpustakaan dimanfaatkan dengan baik, tidak hanya menjadi penghuni rak dengan setia tanpa pernah tersentuh.

Keempat, Save the time of the reader (Hematkan waktu pembaca). Hukum keempat ini membahas mengenai pentingnya pelayanan prima di perpustakaan demi memuaskan pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasinya dengan cepat dan mudah. Kinerja yang cepat dan cekatan dari pustakawan akan menambah tingkat kepuasan pemustaka. Karenanya pustakawan tidak hanya dituntut untuk memiliki wawasan referensi ilmu pengetahuan yang luas, namun juga kemampuan teknis lain seperti mengkatalog, memberi referensi silang, referensi akses dan sirkulasi. dengan demikian pelayanan di perpustakaan akan lebih efisien.

Kelima, The library is a growing organism (Perpustakaan adalah organisme yang berkembang). Perpustakaan adalah lembaga yang sedang, dan akan terus, berkembang mengikuti perkembangan zaman, bukan hanya dari segi koleksi atau gedung, namun juga dari struktur, staf, layanan, fasilitas, dll. Perubahan-perubahan yang kompleks tersebut harus diantisipasi dan diimbangi dengan manajemen yang baik, perpustakaan melalui peran pustakawan harus mampu menghadapi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan itu sendiri. Khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perpustakaan harus mampu bersaing dengan lembaga-lembaga informasi yang lain. Ketersediaan sarana prasarana dan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi hendaknya ditambah dan dilengkapi guna meningkatkat akses informasinya.

Dengan momentum hari lahirnya Pancasila ini, mari kita jadikan sebagai upaya untuk terus mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkadung didalamnya, dan juga terus menggali berbagai makna yang terkadung dalam ajaran pancasila perpustakaan. Selamat Hari Lahir Pancasila. Sehat selalu dan sukses selalu untuk kita semua, aamiiin.

Senin, 25 Mei 2020

PSBB (Pustakawan Sukanya Berhalal Bihalal)

Oleh : Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
Ada satu kebiasaan baik yang selalu dilakukan oleh umat Islam Indonesia ketika tibanya Hari Raya Idul Fitri yaitu kebiasaan yang disebut dengan Halal bi Halal. Konon kabarnya, nomenklatur itu untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada publik kaum muslimin dan muslimat Indonesia, oleh presiden pertama Republik Indonesia Dr. Ir. H. Soekarno. Di luar negeri bahkan di kawasan Timur Tengah sendiri tidak dikenal istilah tersebut. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan beberapa  hari setelah hari raya berlalu. Hampir semua orang, mulai dari Presiden, Menteri, Pejabat Publik, termasuk juga seorang Pustakawan, bahkan instansi pemerintah dan swasta, lembaga pendidikan, ormas keagamaan,  organisasi  profesi,  dan  partai  politik,  tidak mau ketinggalan selalu melaksanakan kegiatan Halal bi Halal.

Makna Halal bi Halal

Terkait dengan Halal bi Halal ini, ada satu  tulisan menarik yang penulis kutip dari guru saya  bernama Prof. Dr. H. A. Fahmy Arief, MA, beliau adalah guru besar bidang bahasa Arab di UIN Antasari Banjarmasin. 

Nomenklatur Halal bi Halal  ini, jika dilihat dari sudut Ilmu Stilistika atau Ilmu Gaya Bahasa, mempunyai keindahan redaksi dan kedalaman substansi. Dari sudut redaksi, istilah tersebut termasuk "al-ijaz", ringkas dan terkesan praktis. Dalam hal ini, gampang diucapkan dan enak didengarkan. Jika dilihat dari sudut substansi, istilah yang sudah teramat familiar di telinga  orang Indonesia itu disebut “al-jinas” yaitu dua kata yang sejenis, mirip dari segi pengucapannya tapi berbeda dari segi maknanya. Kata "Halal" yang pertama mengarah kepada seseorang yang meminta maaf, dan kata "Halal" yang kedua mengarah kepada seseorang yang memberi maaf. Jikalau kedua kata tersebut dikolaborasi menjadi istilah "Halal bi Halal", maka maknanya menjadi ringkas, yaitu saling memaafkan. Menurut para pakar stilistika atau gaya bahasa, jikalau redaksinya ringkas dan muatannya padat, namanya ialah "al-ijaz".

Apabila dilihat dari uraian di atas, maka setidaknya ada dua pihak yang harus diperjelas posisinya dalam acara "Halal bi Halal" tersebut. Pertama, orang yang meminta maaf atas segala kesalahan yang dia lakukan selama kurun waktu sebelas bulan yang lalu. Kedua, orang yang memberi maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya yang lain atas dirinya selama kurun waktu sebelas bulan yang lalu. Posisi ini berkelindan saja, di satu sisi dia berada pada posisi orang yang meminta maaf, dan di sisi yang lainnya dia berada pada posisi orang yang memberi maaf.  

Persoalan segera muncul pada setiap person peserta kegiatan "Halal bi Halal". Apa pula itu? Jawabnya ialah, ego sentris yang ada di dalam batin masing-masing. Intinya ialah, terasa berat untuk meminta maaf kepada orang lain, dan bersamaan dengan itu pula dia merasa berat memberi maaf kepada orang lain. Apabila hal tersebut yang menjadi kenyataan, maka tidak mustahil sebuah even kegiatan "Halal bi Halal", hanya bersifat seremonial dan basa-basi belaka. Lantas, bagaimana ajaran agama memberi tuntunan kepada umat Islam? Praktis saja, yaitu siapa  yang  tulus  ikhlas  memulai  untuk  meminta  maaf,  maka  dialah  yang  menjadi pemenangnya. Mengapa demikian? Karena kalau seseorang sudah siap secara jantan untuk meminta maaf, maka tidak ada kesulitan yang berarti baginya untuk memberi maaf kepada saudara-saudaranya yang lain.

Kitapun lantas menyaksikan sebuah pemandangan yang teramat indah. Apa pula itu? Peserta kegiatan "Halal bi Halal" berdiri berjejer sambil melempar senyum kebahagiaan. Ego sentris yang oleh pakar Ilmu Tasawuf disebut penyakit batin, mereka kubur habis-habis. Apa pula itu penyakit batin? Di antaranya ialah, sombong (takabbur), minta didengar (sum’ah), minta dilihat  (riya),  kagum  dengan  diri  sendiri (ujub), iri dengki (hasad),  suka marah (gadhab), berprasangka jahat (su’uzh zhan). Acara meriah itu ditutup dengan santap siang yang mengesankan.

Mengapa Halal bi Halal

Mengapa  harus  melaksanakan  kegiatan "Halal bi Halal"?  Kata  tanya,  “mengapa” itu  adalah pertanyaan filosofis. Menurut Prof. Dr. H. A. Fahmy Arief, MA, untuk menjawab pertanyaan “mengapa” harus dilakukan kegiatan "Halal bi Halal", dapat dilihat dari dua sudut. Pertama, sudut teologis atau "Hablum Minallah". Sepanjang bulan Ramadhan tahun ini, kaum muslimin dan muslimat Indonesia melaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh. Luar biasa, tidak tanggung-tanggung, sebulan penuh. Sepanjang siang hari, mereka menahan makan dan minum dengan segala apa yang membatalkan puasanya. Di malam hari mereka melaksanakan shalat taraweh dan bertadarus al-Qur’an. Mereka melaksanakan itu semua atas dasar ketakwaan dan penuh kesabaran. Mereka melaksanakan itu semua atas dasar janji Allah SWT. melalui penyampaian Rasulullah SAW. Dalam hal ini ialah, setiap praktek kebaikan yang  dilakukan  oleh  kaum  muslimin  dan  muslimat  di  luar  bulan  Ramadhan,  mendapat ganjaran antara sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Sedangkan untuk praktek kebajikan di bulan  Ramadhan, maka Allah SWT menjanjikan “Wa Ana Ajzi bih” (Aku sendiri yang akan membalasnya tanpa batasan). Di samping itu, sepanjang bulan Ramadhan Allah SWT. perintahkan malaikat Kiraman dan Katibin untuk hanya merekam dan mencatat praktek kebajikan yang dilakukan orang-orang yang berpuasa. Sedangkan praktek kemaksiatan, tidak direkam dan tidak dicatat. Dengan demikian, komunikasi dengan Allah SWT. atau yang disebut dengan “Hablum Minallah", sudah berjalan dengan baik dan komunikasi secara vertikal sudah terlaksana dengan mantap. Pertanyaannya, bagaimana komunikasi horizontal antar sesama manusia yang disebut dengan "Hablum Minannas", sudahkah terlaksana dengan baik? Apakah masih ada sisa-sisa pertikaian lama sebagai buntut dari persaingan pilkada, pilpres, promosi jabatan, dan kompetisi bisnis? Padahal petunjuk agama sudah terang benderang. Dalam hal ini ialah, persoalan liku-liku tindak kejahatan terhadap sesama saudara, sesama kolega, sesama rekan sekerja, sesama relasi harus diselesaikan antar mereka sendiri. Salah satu momentum untuk berdamai  dan  melakukan  islah  untuk  menyambung  tali  persaudaraan  yang  selama  ini terputus, ialah melaksanakan kegiatan " Halal bi Halal ".

Apa yang digambarkan di atas, Halal bi Halal bisa terlaksana dengan mantap, apabila kita berada dalam suasana yang normal. Adapun sekarang, kita sedang bahu-membahu memutus mata rantai persebaran pandemi Covid-19 dengan cara menjaga jarak, Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Meminjam istilah Pak Jokowi, bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah saja. Dalam hal ini, termasuk juga kegiatan "Halal bi Halal" yang akan dilaksanakan oleh kita semua harus tetap berjalan secara virtual. Kita harus patuh dan taat terhadap imbauan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah saja. 

Teriring doa semoga Halal bi Halal yang kita lakukan saat ini selalu memberikan keberkahan, sehat selalu dan panjang umur untuk kita semua sehingga bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya, amin.

Kamis, 23 April 2020

Sukses Bersahabat Dengan Buku

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
 (Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Pada bulan April ini ada momen istimewa untuk gerakan literasi, yaitu Hari Buku Sedunia  (World Book Day), sebagai hari perayaan tahunan yang jatuh pada tanggal 23 April yang diadakan oleh UNESCO bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada buku-buku dan para penulis serta mempromosikan budaya membaca, penerbitan dan hak cipta.

Terkait dengan perayaan hari buku ini, saya teringat sebuah pepatah yang mengatakan “khoiru jaliisin fi zamaani kitaabun” yang artinya “Sebaik-baik temen duduk adalah buku”. Bahkan  Muhammad Hatta bapak Proklamator kita juga pernah mengungkapkan  bahwa “Aku Rela Dipenjara Asalkan Bersama Buku Karena Dengan Buku Aku Bebas.

Selama ini kita lebih banyak menganggap bahwa temen terbaik kita adalah teman yang mampu memberikan kebaikan atau mereka yang memiliki peran yang cukup besar dalam merangkai kesuksesan hidup kita. Itulah sahabat. Ketika  sahabat baik itu dinisbatkan pada buku, tentu belum banyak manusia yang mewujudkan-mengamini kebenaran dari pernyataan itu. Penting untuk diketahui dan satu hal yang pasti bahwa ada sahabat yang tidak akan pernah membuat kita kecewa, tidak pernah menyakiti hati, bahkan tidak akan mampu menyelisihi hati kita. Dia itu adalah buku dan jika kita ingin mengubah buku sebagai sahabat.

Maka, siapakah pihak yang paling diutamakan untuk segera menjadikan buku sebagai sahabat mulia. Sejatinya semua manusia tanpa terkecuali, tetapi bisa dikhususkan kepada manusia-manusia yang berkecimpung di kampung keilmuan, baik kiai, dosen, guru, pustakawan, mahasiswa, dan para praktisi-akademisi yang memang punya minat besar pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Mereka yang wajib untuk memosisikan buku sebagai menu utama dalam hidup, mereka memilih buku sebagai karib setia, memperbanyak koleksi teman berupa buku. Buku-buku bergenre apa pun, baik fiksi atau pun tidak, seyogianya adalah target paling utama untuk dapat diwujudkan dan segera berubah menjadi sahabat.

Bersahabat dengan buku tidak ada istilah ruginya dan investasi adalah dengan mengoleksi banyak buku, tidak hanya tanah atau bongkahan emas. Dari buku mereka dapat menghebatkan, memampukan, mengasah, mempertajam, dan memperhalus insting juga naluri wawasan keilmuannya.

Untuk pustakawan yang tentunya sehari-hari sudah bersahabat dengan buku, tidak cukup berhenti di situ. Ia pun harus punya kebiasaan membaca buku-buku yang telah digunakan teman setianya. Jangan hanya berhentilah pada tataran mengoleksi, walau hal ini adalah bagus, karena mungkin saja karena kesibukan belum digunakan untuk membacanya.

Pengaruh Buku

Berbicara mengenai buku memang sangat besar sekali pengaruhnya terhadap kehidupan umat manusia.  Bagaimana tidak agama kita Islam berkembang melalui buku (Al-Qur’an) yang isinya selalu dibaca dan dipelajari sehingga terungkap semua ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya, dan semakin hari semakin berkembang.  Kita tahu dari sejarah bahwa saat Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu, sebagian dari para sahabat yang bisa menulis  yang menulis wahyu tersebut pada kayu, pelepah kurma, dan bahkan pada tulang unta.  Pada masa tersebut belum terdapat kertas, jadi mereka menuliskannya di mana saja, namun Al-Qur’an saat itu belum dibukukan seperti sekarang ini. 

Sebuah revolusi dilakukan oleh Sahabat Utsman r.a., yang mengkhawatirkan bagaimana nasib Al-Qur’an jika para sahabat penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur di medan perang.  Al-Qur’an pertama pada kulit unta yang sudah disamak atau dikeringkan.   Terdapat enam Al-Qur’an yang pertama ditulis tersebut.  Ke-enam Al-Qur’an tersebut kemudian disebarkan di negara-negara Islam, dan juga diperintahkan untuk mengkopinya. Tercatat dalam sejarah adalah peradaban Cina yang menyumbangkan kertas bagi Dunia. Adalah Tsai Lun yang menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah didapat di seantero Cina pada tahun 101 Masehi. Penemuan ini akhirnya menyebar ke Jepang dan Korea seiring menyebarnya bangsa-bangsa Cina ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu meskipun pada awalnya cara pembuatan kertas merupakan hal yang sangat rahasia. Pada akhirnya, teknik pembuatan kertas tersebut jatuh ke tangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran Talas pada tahun 751 Masehi di mana para tawanan-tawanan perang mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang Arab sehingga pada zaman Abbasiyah, muncullah pusat-pusat industri kertas baik di Bagdad maupun Samarkand dan kota-kota industri lainnya, kemudian menyebar ke Italia dan India, lalu Eropa serta ke seluruh dunia.

Dari penggalan sejarah di atas kita bisa tahu bagaimana sejarah hadirnya sebuah buku di dunia ini, dan juga dikatakan bahwa kertas tersebut menyebar ke seantero Eropa. Jadi bisa dikatakan, berkat buku jugalah bangsa-bangsa Eropa bangkit dari keterpurukannya.  Mereka, orang-orang Eropa mempelajari semua temuan ilmuwan Islam tersebut dari buku-buku yang mereka terjemahkan ke dalam bahasa mereka masing-masing.  Mereka para ilmuwan Muslim tidak hanya mendalami isi Al-Qur’an, namun juga menuliskan apa yang menjadi temuan mereka.

Buku memang dapat berpengaruh besar dalam kehidupan seseorang.  Namun kita juga harus jeli atau teliti dalam membaca sebuah buku. Buku dan menulis mempunyai sebuah pengaruh, namun jauh sebelum kertas di temukan terlebih dahulu tulisan sudah ada di dunia ini.  Jadi, bukanlah buku yang dapat mengubah pola pikir manusia melainkan isi atau tulisan dari buku tersebut.

Mereka Yang Sukses Dengan Buku

Jika kita menengok sejarah para tokoh berjasa di Indonesia adalah kaum muda terpelajar. Inspirasi dan ide yang muncul di kepala mereka datangnya antara lain berasal dari pemikiran dalam buku-buku yang mereka baca. Misalnya Ir. Soekarno dan  Bung Hatta, yang kejeniusannya terkenal di seluruh dunia adalah tokoh-tokoh yang dikenal gemar membaca buku.

Ir. Soekarno, Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia yang sekaligus merupakan Presiden Pertama RI ini gemar membaca buku sejak muda. Ketika anak-anak yang lain bermain, Bung Karno justru mengejar ilmu pengetahuan disamping pelajaran sekolah. Bagi Bung Karno, membaca bisa membuatnya seperti bertemu dengan orang-orang besar dan mendengarkan pemikiran-pemikiran mereka. Melalui membaca, beliau bisa berbicara secara mental dengan Thomas Jefferson (penulis Declaration of Independence), George Washington (Presiden AS pertama), Paul Reverve, Gladstone, Mazzini Cavour, Garibaldi, Frederich Engels, Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand dan Jean Jaures ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis.

Kesukaannya membaca itulah yang mengantarkannya menjadi pejuang nasional. Ketika kesadaran itu mulai muncul, Soekarno mulai menerapkan apa-apa yang telah dibaca. Pemikirannya akhirnya menyadarkan Soekarno menjadi seorang nasionalis yang menyala-nyala dan mendirikan Tri Koro Dharmo.

Bung Hatta, sosok proklamator yang satu ini tidak bisa dilepaskan dari buku. Bahkan mas kimpoinya untuk istrinya Dia dikenal akan hobinya membaca dan mengoleksi buku sejak umur 17 tahun. Koleksi buku Bung Hatta banyak berbahasa asing seperti Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman. Itulah sebabnya, Bung Hatta menguasai empat bahasa tersebut. Hal ini diungkapkan oleh anak tertuanya, Meutia Hatta.

Selain membaca, Bung Hatta mengamalkan pengetahuan dan pemikirannya melalui menulis. Sehari-hari beliau membaca dan menulis selama enam hingga delapan jam per hari. Tercatat sudah 42 yang diterbitkan beliau. Diantara hasil tulisannya, sebuah buku tentang filsafat berjudul Alam Pikiran Yunani kemudian menjadi mas kimpoi pernikahannya dengan Rahmi Rachim.

Dari dua tokoh-tokoh Indonesia yang berjasa bagi kemajuan bangsa, mereka sudah membuktikan bahwa melalui membaca buku seseorang bisa berimajinasi seluas-luasnya, berpikir kritis, sehingga mengantarkannya jadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara.

Mereka yang gemar membaca buku dan meraih sukses tersebut, tentunya mereka memiliki karakter sebagai orang-orang sukses.  Seperti halnya  mereka mampu meluangkan waktu dengan bijak. Mereka mungkin cuma punya waktu 20 menit sebelum harus melakukan kegiatan lain, tapi bukannya mereka menganggap “cuma punya waktu 20 menit” yang tidak bisa dibuat untuk melakukan apapun, mereka akan menghabiskan 20 menit tersebut untuk membaca. Orang-orang sukses menganggap waktu mereka sangat berharga, dan akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru. Seorang yang gemar membaca menyadari bahwa waktu 5 menit waktu yang terbuang setiap hari selama setahun, sama dengan membuang peluang untuk membaca selama 24 jam.

Juga mereka memiliki kemampuan menulis dan berbicara yang luar biasa. Tidaklah mengherankan bahwa orator terbesar dalam sejarah manusia semuanya kutu buku. Orang-orang sukses mengambil inspirasi dari apa yang dibacanya dan membangun karakter pribadinya, serta memanfaatkan inspirasi ini sebagai penyemangat perjuangan mereka. Dari Demosthenes, Lincoln, Nelson Mandela hingga Sukarno, mereka adalah orang-orang yang tetap dikenang dalam sejarah dan memiliki pemikiran luar biasa yang menginspirasi banyak orang.

Juga ingatan mereka tajam. Semakin banyak kita membaca dan belajar, semakin mudah untuk mengingat informasi. Orang-orang sukses tidak percaya mitos konyol yang menyebut bila anda belajar sesuatu yang baru maka yang lama akan hilang keluar dari otak. Yang mereka tahu hanya belajar dan terus belajar hingga tanpa mereka sadari, mereka memiliki wawasan yang begitu luas.

Dan yang terpenting mereka yang suka baca membuat otak mereka tetap segar. Seorang pembaca ulung tahu bahwa otak ibarat otot yang perlu dilatih. Sama seperti berlatih di gym untuk membesarkan dan menguatkan otot tubuh, membaca dapat membuat pikiran dan ingatan anda menjadi kuat. Orang-orang sukses melatih pikiran mereka dengan membaca atau dengan metode lain seperti mengisi teka teki silang dan permainan asah otak lainnya. Orang-orang sukses biasanya akan selalu tertantang untuk mengatasi dan memecahkan setiap masalah, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Mereka orang-orang sukses selalu menghargai setiap menit waktu mereka, dan bahkan pada saat-saat paling santaipun, mereka masih memilih untuk membaca.

Selamat Hari Buku Sedunia, jadikanlah buku sebagai sahabat terbaik kita, sehat dan sukses selalu untuk kita semua. Aamiiin.

Minggu, 22 Maret 2020

Amalan Pustakawan Hadapi Corona

Oleh : Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I 
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
Saat ini kita sehari-hari selalu disuguhi oleh banyak informasi seputar wabah/virus corona (covid-19) yang dinilai begitu berbahaya dan membuat manusia takut dengannya karena bisa membawa kematian, sehingga semua pihak telah menyatakan tanggap darurat untuk mengantisipasi penularan virus tersebut.

Ada satu kisah menarik dalam sejarah Islam terkait dengan sebuah virus. Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang khalifah Umar bin Khattab Radhiyallah Anhu (RA) karya Syaikh Ali Ash Shalabi. Hari itu tahun 18 H, Khalifah Umar bin Khattab RA bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri tersebut. Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan. Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar RA, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan. Dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah. Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat. Bahkan Abu Ubaidah RA menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT? Lalu Umar RA menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada dua lahan yg subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah

Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain. Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf RA mengucapkan hadits Rasulullah SAW: Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya. (HR. Bukhari dan Muslim). Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar RA merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah RA. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah. Namun beliau adalah Abu Ubaidah RA, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar RA pun menangis membaca surat balasan itu. Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat2 mulia lainnya RA wafat karena wabah Tha'un di negeri Syam. Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.

Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash RA memimpin Syam. Kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini. Amr bin Ash berkata: Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung. Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung. Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.

Belajar dari bagaimana kisah orang-orang terbaik itu dalam menghadapi wabah virus, maka bagi kita semua apapun profesinya, baik dokter, perawat, guru, dosen, pedagang, dan sebagainya, termasuk sebagai seorang pustakawan, kita tidak perlu bersedih dan Islam sebagai agama terbaik telah memberikan kabar gembira ditengah kesedihan ini untuk kita semua berupa amalan-amalan sebagai panduan yang dapat kita lakukan agar terhindari dari Virus Corono.

Pertama, Berikhtiar dengan melakukan pencegahan. Di samping berlindung kepada Allah, tentunya sebagai seorang manusia kita juga harus berikhtiar dengan melakukan usaha-usaha pencegahan agar virus ini tidak menular kepada diri kita atau kepada orang-orang yang kita sayangi. Ikhtiar ini bisa dilakukan dalam skala individu maupun berjamaah.

Dalam skala individu ikhtiar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti rutin menjaga kesehatan, rutin mencuci tangan, rutin memakan dari makanan-makanan yang baik, rutin memakai masker dikeramaian, serta menghindari keluar rumah dan berkumpul di tempat keramaian bila tidak diperlukan.

Bagi seorang muslim ikhtiar individu yang wajib dilakukan adalah dengan menjaga wudhu agar menjaga kondisi tubuh selalu dalam keadaan suci untuk beribadah, dengan sering membasuh tangan, serta wajah untuk tetap bersih. Dari hasil sejumlah riset, wudhu bisa mencegah risiko sejumlah penyakit, seperti kanker, sakit gigi, sakit kepala, rematik, flu, pilek, pegal, menjaga dan memelihara kesehatan, serta keselarasan pusat saraf, hasil riset tentang wudhu yang dilakukan oleh Leopold Wemer Von Enrenfels, seorang psikiater dan neurology dari Austria.

Ikhtiar individu lainnya adalah bersin dengan menunduk dan menutup mulut serta hidung, lalu ucapkan ALHAMDULILLAH.  Hal tersebut bisa mencegah penyebaran penyakit sekaligus mendoakan sesuai dalam hadis Nabi Muhammad saw., Jika seseorang di antara kalian bersin, maka ucapkanlah ALHAMDULILLAH (segala puji bagi Allah), hendaklah saudaranya mengucapkan YARHAMUKALLAH (semoga Allah merahmataimu). Jika ia mengucapkan YARHAMUKALLAH, ucapkanlah YAHDIKUMULLAH WA YUSHLIH BAALAKUM (semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).

Adapun ikhtiar dalam skala berjamaah, dilakukan dengan cara melakukan pencegahan-pencegahan agar virus ini tidak merambah ke skala yang lebih luas lagi seperti melakukan isolasi/karantina kepada mereka-mereka yang terkena virus atau mereka yang tercurigai terkena virus. Sebagaimana Sabda Nabi SAW : Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya. (HR. Bukhari & Muslim). Inilah konsep karantina yang hari ini kita kenal. Mengisolasi daerah yang terkena wabah yang harus dijalani semua negara. Sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar. Menjaga diri dari keramaian (social distancing) dan menahan diri (karantina) untuk tetap di rumah sebagai cara ikhtiar yang banyak ditiru dunia barat.

Kedua, Bertawakkal setelah berikhtiar, lalu serahkan kepada Allah. Kita tawakkalkan diri kita kepadaNya. Karena hidup dan mati kita sebagai seorang hamba semua berada di tanganNya. Allah berfirman : Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. (QS Al-An’am:162)

Yakin bahwa seorang hamba akan tetap hidup bilamana memang ajalnya belum datang, bahkan bila virus corona ataupun virus lainnya yang lebih ganas daripada itu menjangkitinya, namun bila memang sudah ajalnya, jangankan virus corona atau yang lebih dari itu, bahkan digigit semut pun seseorang bisa mati jikalau memang ajalnya telah tiba. Semoga Allah menutup hidup kita dengan husnul khotimah.

Ketiga, selalu berdoa agar dijauhkan dari wabah. Senantiasa meminta perlindungan kepada Allah. Virus corona adalah makhluk sebagaimana makhluk-makhluk Allah lainnya, dan ia tidaklah bergerak kecuali atas perintah dan izin Allah ta’ala yang menciptakannya. Berlindung kepada Allah ini bisa dilakukan dengan selalu membaca doa-doa pelindung yang bersumber dari Al-Qur’an seperti surat Al-Falaq dan An-Nas ataupun dari doa-doa yang bersumber dari Nabi Muhammad saw., seperti doa yang sangat masyhur untuk dibaca di pagi dan petang hari : BISMILLAHILLADZI LA YADHURRU MA'ASMIHI SYAI'UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMA'I WA HUWAS SAMI'UL 'ALIM (Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu dibumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui). Nabi Muhammad saw., menerangkan : Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3x diwaktu pagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yg memudharatkannya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Ada juga doa lainnya yang diajarkan oleh Nabi SAW, yaitu ALLAAHUMMA INNII AUUDZU BIKA MINAL BAROSHI WAL JUNUUNI WAL JUDZAAMI WA MIN SAYYI'IL ASQOOMI (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila, kusta, dan dari segala penyakit yang buruk/mengerikan lainnya). (HR. Abu Dawud).

Keempat, Bersabar.  Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid. (HR. Bukhari dan Ahmad).

Masya Allah, ternyata mati syahid lah balasan Allah. Sesuatu yang didambakan kaum muslimin. Maka, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid.

Kelima, Yakin kepada Allah akan kesembuhan. Bila ada di antara kita yang ditakdirkan oleh Allah tertimpa penyakit ini, maka yakinlah bahwa Allah adalah sebaik-baiknya penyembuh karena Ia lah Tuhan Yang Maha Penyembuh. Dan yakinlah juga bahwa tidak ada penyakit yang Allah turunkan, kecuali ada juga obat yang diturunkan bersamanya. Nabi SAW bersabda: Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya. (HR. Bukhari).

Demikianlah beberapa amalan yang bisa kita lakukan dalam menyikapi wabah virus corona ini, dan marilah kita berdoa kepada Allah agar senantiasa menjaga diri kita, keluarga, kerabat dan orang-orang yang kita sayangi serta menjaga negeri kita dan juga negeri-negeri kaum muslimin lainnya dari wabah virus corona. Dan selalu kita sisipkan doa-doa terbaik kita kepada mereka saudara-saudara kita yang sedang diuji dengan virus ini agar supaya Allah segera menyembuhkan mereka dari penyakit ini. Aamiiin.

Kamis, 19 Maret 2020

NASIB PUSTAKAWAN DITENGAH CORONA

Oleh : Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I 
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Seperti kita ketahui bersama bahwa saat ini bangsa Indonesia bahkan dunia seisinya sedang dihadapkan pada sebuah virus/wabah penyakit yang tak terlihat yang membuat seisi bumi takut dengan virus corona (covid-19) yang dinilai oleh manusia begitu berbahaya. Fenomena wabah virus corona (VC) yang muncul di awal tahun 2020 ini semakin lama semakin membuat kekhawatiran di seluruh dunia. Bagaimana tidak, virus yang muncul pertama kali di kota Wuhan provinsi Hubei China ini telah memakan korban lebih dari ribuan  nyawa yang telah terinfeksi.

Semua pihak saat ini telah menyatakan siaga darurat untuk mengantisipasi penularan VC. Mulai dari individu maupun lembaga pemerintah telah menyerukan kepada masyarakat untuk selalu waspada terhadap wabah VC. Bahkan beberapa negara dunia telah melakukan isolasi beberapa kota, menutup jalur penerbangan dan bahkan me-lockdown dengan mengunci rapat semua pintu masuk ataupun keluar dari setiap negara terhadap orang yang ada di suatu negara sehingga tidak tertular dengan VC. 

VC yang sampai saat ini masih terus dicari penangkalnya telah merambah hampir ke seluruh negara-negara besar di dunia termasuk Indonesia. Akibat virus ini, banyak korban yang terus berjatuhan yang mana angkanya terus bertambah baik yang meninggal ataupun yang terinfeksi, dan jutaan manusia lainnya terancam terkena wabah VC yang mematikan ini.

Ancaman VC ini tentunya  bisa menular kepada siapa saja, baik para dokter, perawat, guru, dosen, pedagang, dan sebagainya. Terlebih kepada para pustakawan yang mereka sehari-hari bekerja di perpustakaan berteman dan di kelilingi dengan berbagai jenis koleksi yang mengandung zat kimia, debu, penyakit dan selalu melakukan tatap muka bertemu langsung berkumpul bersama  dengan pemustaka,  sehingga mereka para pustakawan sangat rentan dan harus lebih berhati-hati waspada terhadap ancaman VC. 

Saat ini pemerintah telah menghimbau kepada masyarakat untuk mengurangi interaksi langsung dengan masyarakat, mengurangi pertemuan dengan orang banyak dan bahkan meliburkan beberapa sekolah serta menyuruh para ASN untuk lebih banyak beraktivitas di rumah sebagai upaya mengantisipasi penyebaran VC.

Perpustakaan sebagai institusi layanan public yang sekarang telah bertransformasi sebagai pusat berkegiatan masyarakat yang dikelola oleh para pustakawan justru sangat mudah menjadi jalan terjangkitnya VC  karena mereka sehari-hari bersentuhan langsung oleh berbagai jenis koleksi, belum lagi berhadapan langsung dengan pemutaka yang beragam jenis orang yang berkunjung ke perpustakaan, setiap hari berinteraksi  bertransaksi pinjam kembali  buku yang mengandung zat kimia kertas, ketika buku di pinjam lalu dibawa pulang dan kembali lagi ke perpustakaan, maka rentan sekali melalui buku yg dipinjam lalu dkembalikan oleh pemustaka akan membawa virus, penyakit, dan sebagainya. Karena pekerjaan pustakawan yang rawan dengan kondisi tersebut, maka  pemerintah Indonesia sangat perhatian terhadap nasib para pustakawan yang bekerja di perpustakaan dengan memberikan tunjangan khusus berupa TUNJANGAN DAYA TAHAN TUBUH PUSTAKAWAN berupa uang perhari untuk membeli berbagai keperluan pustakawan berupa obat-obatan, suplemen makanan, makanan buah-buahan dan sebagainya, untuk meningkatkan kekebalan terhadap daya tahan tubuh para pustakawan agar dalam bekerja di perpustakaan bisa selalu dalam keadaan sehat wal afiat sehingga bisa memberikan layanan yang prima kepada pemustaka.

Oleh sebab itu, menyahuti himbauan pemerintah Indonesia yang saat ini telah menyatakan kondisi negera kita dalam keadaan darurat VC dimana penyebarannya terjadi secara global, cepat dan mudah, maka kita bersyukur saat ini beberapa perpustakaan dalam dan luar negeri telah menutup secara total layanan perpustakaan untuk sementara waktu agar menghindari kerumunan orang banyak dan tidak melakukan kontak langsung dengan para pemustaka. Harapannya semua pemimpin pemerintah pusat dan daerah agar segera memerintahkan semua jenis perpustakaan untuk sementara menutup layanan perpustakaan dan mengalihkan penggunanya untuk memanfaatkan layanan secara digital sebagai sebagai upaya dalam mengantisipasi penyebaran VC bagi pustakawan dan yang terpenting untuk menyelamatkan jiwa pustakawan dari serangan VC.

Sebagai nasehat bagi kita semua dan para pustakawan, mari kita senantiasa meminta perlindungan kepada Allah Tuhan YME, terus lakukan ikhtiar dengan karantina dan menjaga diri dari keramaian (social distancing). Bersabar, karena Rasulullah SAW bersabda: Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid.  Tanamkan keyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah, jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid. Berbaik sangka dan berikhtiarlah.  Kita tawakkal diri kita kepadaNya. Karena hidup dan mati kita sebagai seorang hamba semua berada di tanganNya. Bila ada di antara kita yang ditakdirkan oleh Allah tertimpa penyakit ini, maka yakinlah bahwa Allah adalah sebaik-baiknya penyembuh karena Ia lah Tuhan Yang Maha Penyembuh. Dan yakinlah juga bahwa tidak ada penyakit yang Allah turunkan, kecuali ada juga obat yang diturunkan bersamanya. Yakin kepada Allah akan kesembuhan, karena Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya. (HR. Bukhari). Teruslah berdoa, dan bahkan janji akan gelar mati syahid jika kita melakukan itu semua.

Mari kita berdoa kepada Allah agar supaya Ia senantiasa menjaga diri kita, keluarga kita, kerabat kita dan orang-orang yang kita sayangi dari terkena wabah virus ini. Mari kita juga berdoa kepada Allah agar Ia senantiasa menjaga negeri kita dan juga negeri-negeri kaum muslimin lainnya dari wabah penyakit mematikan ini. Dan tak lupa juga kita sisipkan doa-doa terbaik kita kepada mereka saudara-saudara kita yang sedang diuji dengan virus ini agar supaya Allah segera menyembuhkan mereka dari penyakit ini. Semoga kita senantiasa dilindungi Allah SWT dan bertemu kembali ditempat terbaik di SurgaNya. Aamiiin.

Jumat, 24 Januari 2020

KEMULIAAN ANGPAO PUSTAKAWAN (Renungan Tahun Baru Imlek)

Oleh : Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa, salah satu kekhasan yang menjadi tradisi dalam perayaan tahun baru Imlek adalah pemberian Angpao. Dalam kamus bahasa Mandarin, Angpao didefinisikan sebagai "uang yang dibungkus dalam kemasan merah sebagai hadiah; bonus bayaran; uang bonus yang diberikan kepada pembeli oleh penjual karena telah membeli produknya”. 

Dalam kesehariannya Angpao sendiri lebih diartikan sebagai bingkisan dalam amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah dan beberapa catatan yang berisi doa kebaikan dalam menyambut tahun baru Imlek atau perayaan lainnya.  Angpao umumnya muncul pada saat ada pertemuan masyarakat atau keluarga seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru, hari raya seperti tahun baru Imlek, memberi bonus kepada pemain barongsai, beramal kepada guru religius atau tempat ibadah, dan sebagainya. Pada pesta pernikahan, pasangan yang menikah biasanya diberi Angpao oleh anggota keluarga yang lebih tua dan para undangan. Masyarakat yang masih teguh memegang budaya tradisional juga menggunakan Angpao untuk membayar guru dan dokter.

Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I

Angpao merupakan lambang kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik. Warna merah Angpao melambangkan ungkapan semoga beruntung dan mengusir energi negatif. Oleh sebab itu, Angpao tidak diberikan sebagai ungkapan berbelasungkawa karena akan dianggap si pemberi bersukacita atas musibah yang terjadi di keluarga tersebut.

Saking mulianya sebuah Angpao, sehingga muncul pola penghargaan terhadap orang yang memberi Angpao berdasarkan nilai atau besarnya angpao. Makin besar Angpao yang diberikan makin dihargai dan dianggap sukses memiliki banyak rejeki.

Bagi para pustakawan, Angpao merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan bagi mereka yang bekerja  di perpustakaan. Tentu saja Angpaonya pustakawan juga diberikan dalam bentuk uang berupa gajih dan tunjangan jabatan lainnya yang diberikan sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pekerjaannya. Pemberian Angpao terhadap pustakawan diberikan dalam upaya meningkatkan mutu, prestasi, produktivitas kerja, dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan agar meraih kesuksesan dalam karirnya.

Kemuliaan Memberi Angpao

Satu hal yang menarik untuk kita tiru dalam tradisi Imlek ini adalah keinginan untuk selalu memberi dan berbagi dengan sesama dalam bentuk Angpao. Hal ini sesuai yang diajarkan dalam setiap agama dan tentunya harus menjadi sebuah karakter dalam setiap orang termasuk para pustakawan yang selalu diberikan nikmat rejeki agar bisa terus berbagi.

Ketika seorang pustakawan yang senang berbagi Angpao atau besedekah maka ia berada pada posisi yang terbaik, sebab tangan di atas (orang yang memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (orang yang meminta)." (HR Muslim). Dan pustakawan tersebut akan selalu didoakan oleh malaikat setiap paginya. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (ra) juga disebutkan, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)

Sebagai seorang pustakawan tentu tahu bahwa kesuksesan, begitu pula harta yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) anugerahkan kepada kita semua hanyalah titipan dari-Nya yang diperintahkan untuk memanfaatkannya dalam kebaikan dan bukan di jalan yang keliru, maka sudah sepatutnya kita untuk terus berbagi di jalan Allah.

Seorang pustakawan tidak perlu khawatir hartanya berkurang ketika berbagi di jalan Allah. Jika seseorang mengerti dan pahami, investasi dan infak di jalan Allah sama sekali tidaklah mengurangi harta. Allah SWT berfirman, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan mengenai ayat ini, beliau mengatakan, “Selama engkau menginfakkan sebagian hartamu pada jalan yang Allah perintahkan dan jalan yang dibolehkan, maka Allah-lah yang akan memberi ganti pada kalian di dunia, juga akan memberi ganti berupa pahala dan balasan di akhirat kelak.” 

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW) mengatakan bahwa harta tidaklah mungkin berkurang dengan sedekah. Beliau bersabda, “Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim no. 2558)

Makna hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An-Nawawi  rahimahullah ada dua penafsiran: pertama, Harta tersebut akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan lama-kelamaan terbiasa merasakannya. Kedua,  Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.

Bagi seorang pustakawan yang sering memberikan Angpao atau sedekah, Allah SWT memberikan  balasan di akhirat berlipat ganda. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Ayat ini sangat memotivasi hati untuk gemar berangpao. Ayat ini merupakan isyarat bahwa setiap amal sholih yang dilakukan akan diiming-imingi pahala yang berlimpah bagi pelakunya. Sebagaimana Allah mengiming-imingi tanaman bagi siapa yang menanamnya di tanah yang baik (subur). Terdapat dalam hadits bahwa setiap kebaikan akan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat”.

Inilah permisalan yang Allah gambarkan yang menunjukkan berlipat gandanya pahala orang yang berinfak di jalan Allah dengan selalu selalu mengharap ridho-Nya. Dengan ini semua akan membuat harta akan selalu lebih berkah di puncak kesuksesan.

Pustakawan yang telah membiasakan dirinya untuk rajin bersedekah merupakan pribadi yang memiliki sikap terpuji. Tidak semua orang mampu melakukannya. Diperlukan latihan agar menjadi perilaku keseharian dan membentuk sikap mental dermawan. Ketika sudah terbangun sikap dermawan dalam diri seseorang, ia akan senantiasa berupaya memberikan apa yang bisa diberi setiap harinya. Hidupnya selalu optimistis. Yakin bahwa apa yang diberikan, hakikatnya bukan berkurang, justru bertambah.

Berharap dengan tahun baru Imlek ini, mampu  memperkuat relasi dan saling mendoakan kesejahteraan satu sama lainnya. Semoga kita semua bisa terus membiasakan diri kita untuk selalu istiqamah memberikan Angpao bersedekah setiap hari, memberikan keberkahan dan kebahagiaan kepada orang lain meski hanya dengan SENYUMAN dan BERWAJAH CERIA. SUNGGUH MULIA ORANG YANG MENJADIKAN KEBIASAAN BERSEDEKAH SEBAGAI JALAN HIDUPNYA. Selamat tahun baru Imlek 2571 bagi saudara-saudara kita yang merayakannya, Gongxi Fat Choi.