Tampilkan postingan dengan label Hariyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hariyah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Juni 2020

Awalnya Menulis KTI Karena Tugas dan Keterpaksaan, Saya Ingin Menulis Buku Solo

Narasumber minggu kali ini adalah bisa dibilang pustakawan yang rajin menulis karya tulis ilmiah (KTI). Walaupun sering juga menulis di blog Pustakawan Blogger dengan kisahnya yang terkenal dengan nama si “Bulan.” Tidak hanya itu, beberapa buku antologi juga ia tulis bersama dengan pustakawan lainnya. 

Hariyah bersama Kang Maman (dari kanan, urutan pertama)
Hariyah bersama Kang Maman (dari kanan, urutan pertama)

Namanya Hariyah. Pustakawan yang produktif menulis dari Perpustakaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Saya mencoba mencari namanya di mesin pencari Google dengan kata kunci “Hariyah Pustakawan,” dan hasilnya dari total 530 pencarian empat besar di urutan pertama memang luar biasa yaitu Google Scholar miliknya dan empat lainya adalah tersemat di jurnal daring dan katalog bersama IOS (21 Juni 2020). Ini artinya, tidak salah kalau narasumber yang satu ini adalah pustakawan yang rajin menulis karya tulis ilmiah. 

Ok, langsung saja ini hasil wawancaranya:

Assalamu’alaikum Ibu Hariyah. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat ya? 

Alhamdulillah sehat-sehat, semoga demikian juga Mas Murad.

Kalau saya melihat di Google Scholar, KTI anda ada sejak 2001. Saya yakin ada tulisan yang belum dimasukan di Google Scholar tersebut. Ok, persisnya sejak kapan anda menulis KTI? 

Sebenarnya tulisan di 2001 itu adalah KTI wajib alias skripsi, hihihi. Sebenarnya saya menulis KTI sejak kuliah S2 tahun 2014. Karena dipaksa harus banyak menulis karya ilmiah dan juga dikirim ke jurnal ilmiah, maka mau tak mau, terpaksa, harus menulis dan akhirnya menjadi terbentuk keinginan untuk menulis lagi, ya itu hikmahnya juga.

Anda rajin menulis KTI di jurnal dan konferensi internasional, apa tujuan dan motivasinya?

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, awalnya karena tugas kuliah saat S2. Lalu dari situ saya punya banyak teman, punya banyak informasi, banyak mengambil manfaat dari pertemuan-pertemuan/konferensi nasional atau internasional, menambah pengalaman dan motivasi. Dan meningkatkan kompetensi diri. Maka saya pun kemudian mencoba-coba untuk menulis dan ikut konferensi.  Senang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui tulisan dan konferensi yang saya ikuti.

Ketika menulis KTI dari mana ide awal itu muncul untuk dijadikan tulisan?

Ide bisa  berasal dari kantor/dari perpustakaan yang saya kelola, dari hasil diskusi, dari pengalaman teman,  atau dari hasil membaca KTI atau bacaan yang lain. Terkait ide dari kantor/perpustakaan, dengan segala keadaannya saya menjadikannya sebagai bahan untuk berbagi pengalaman. Saya berharap dari sini, saya akan mendapatkan banyak masukan untuk perkembangan perpustakaan saya. Selain itu saya pun ingin memperkenalkan/mempromosikan lembaga saya khususnya dalam hal terbitan lembaga hasil penelitian dan kediklatan. Setidaknya lembaga saya menjadi lebih diketahui masyarakat, apa kiprahnya untuk masyarakat.


Dalam menulis KTI anda juga pernah berkolaborasi dengan penulis lain. Manfaat apa yang diperoleh ketika menulis secara kolaborasi dan adakah kendalanya?

Ya menulis secara kolaborasi jauh lebih baik daripada menulis sendiri. Banyak ide yang bisa dihasilkan dan tulisan akan lebih berkembang, lebih baik. Tugas kepenulisan juga bisa dibagi, yang mencari literature, membuat kerangka pemikiran, metodologi dan lainnya. Tulisan lebih sempurna, pemikiran lebih komprehensif. Kekurangannya, ya palingan saat harus berkordinasi atau saat menentukan titik temu karena banyak kepala, tapi itu pun sejauh ini bisa disepakati dan tidak banyak masalah. Sementara menulis sendiri, ya pastinya semua dikerjakan sendiri, lebih melelahkan. Jika ada kekurangan pada tulisan belum tentu disadari oleh penulis sendiri. Memang menulis sendiri lebih fokus, dan tidak memerlukan banyak kordinasi atau ide-ide yang perlu disinkronkan, Tetapi trend nya saat ini adalah menulis secara kolaborasi, author dan co-author.


Pengalaman berharga apa yang di dapatkan setelah banyak menulis KTI?

Ketrampilan menulis dan kebiasaaan membaca makin terbentuk. Keterampilan menelusur informasi/literature meningkat, bertambah wawasan, pengalaman, dan teman/relasi,  mendapatkan poin dan koin hihihi.

Setiap orang mempunyai tips dan trik sendiri dalam proses menulis KTI, bisa diceritakan pengalaman anda ketika menulis KTI?

Biasanya saya menulis karena menemukan sesuatu yang unik dan menarik untuk ditulis. Dan berharap  tulisan saya ada manfaatnya untuk orang lain, sebagai media berbagi pengalaman atau knowledge sharing. Nah setiap ada ide itu, saya catat dulu, saya buat pointers yang nanti saya kembangkan. Kalau tulisan itu sudah ada templatenya lebih enak lagi. Saat menemukan bahan atau sesuatu yang harus ditulis bisa dimasukkan ke dalam templatenya itu sambil berjalan dan sambil dilengkapi.  Lalu saya juga coba diskusi dengan teman, siapa tahu ada masukan atau komentar-komentar yang berharga dan mungkin bisa diajak kolaborasi. Saya  menulis kapan saja jika ada kesempatan, Tapi lebih seringnya malam atau dini hari. 

Ok, sekarang tentang tulisan populer. Anda juga rajin menulis di blog Pustakawan Blogger dan menulis di buku antologi yang diterbitkan oleh Komunitas Ayo Menulis dan Komunitas Pustakawan Menulis. Apakah yang ditulis itu semua bersumber dari pengalaman anda sendiri? 

Sebagian besar dari pengalaman saya sendiri, beberapa saja yang bukan.

Dari semua buku antologi anda yang tergabung dalam judul Mudik, Suka Duka Penulis, Biarkan Buku Bercerita, Lingkungan, Librarian Journey’s, Pukis: Pustakawan Berkisah, Perjuangan,  Move On, Lukisan Aksara, dan Ibu, manakah yang paling berkesan?  Dan mengapa judul itu yang paling berkesan?

Yang paling berkesan buku Librarian’s Journey. Pertama buku ini banyak suka duka proses terbitnya. Prosesnya lama, sempat terlunta-lunta karena berbagai faktor, masalah teknis pada naskah mulai dari cover, typo, profil penulis, miskomunikasi, juga tertunda terbit karena Covid-19 dan akhirnya berhasil terbit juga tahun 2020 setelah menunggu sejak tahun 2018. Selain itu secara konten, buku ini mengcaptured pengalaman teman2 melanglang buana ke barbagai wilayah di dunia, ini yang unik dan menarik untuk dibaca.
Librarian's Journey

Buku-buku antologi yang sudah anda terbit bergitu banyak. Seandainya ada pembaca yang ingin membeli kemana harus menghubungi?

Bisa menghubungi penerbitnya atau ke saya langsung, meskipun saya gak punya stok buku hanya 1-2 eksemplar saja per judul, hihihi.

Apa kiat-kiat menulis populer sehingga anda begitu produktif menulis dalam buku antologi?

Sejauh ini saya biasanya menulis karena pengalaman sendiri, sehingga bisa mengalir ceritanya. Ataupun  pengalaman orang lain yang saya mengetahuinya dari cerita orang tersebut langsung kepada saya. Atau bisa juga lewat kejadian yang terjadi sehari-hari dimana saya langsung mengamati, menyaksikan, melihat, mendengar, atau merasakan. Semua saya tuangkan aja dulu, bagus gak bagus tulis aja dulu, nanti terakhir baru self editing.

Apa pengalaman berharga selama ikut bergabung dengan komunitas-komunitas tersebut?

Saya jadi punya banyak teman, punya  banyak tulisan, nambah waawasan  khususnya dalam dunia tulis menulis,  punya media untuk berbagi kisah dan pengalaman yang semoga bermanfaat bagi orang lain dan dapat diambil hikmahnya, senang punya buku karya bersama, mengukir sejarah saya sendiri. 

Apa kendala atau hambatan selama menulis baik KTI atau populer seperti di blog dan buku antologi?

Saat dah buntu, biasanya saya tinggalkan menulis, tidak menulis dalam beberapa waktu lamanya, sampai merasa segar lagi untuk menulis. Saat sedang tidak enak badan dan pekerjaan kantor yang lagi overload, saat tidak punya paket internet karena tidak bisa browsing-browsing hihihi. Ini bisa bikin mood menjadi buruk dan untuk bangkit lagi perlu perjuangan yang keras, hihihi.

Adakah pengalaman menarik setelah menulis di sejumlah buku antologi tersebut?

Ya, saya biasanya pamer kepada anak-anak kalau bundanya bisa menulis buku, hihihi. Agar mereka tertarik untuk menulis juga. Dan bisanya mereka akan membaca buku saya dan memberikan komentar yang kadang  lucu, Selain itu saya juga biasanya mempromosikan buku antologi tersebut ke teman-teman via medsos, tujuannya untuk saling memotivasi. Setelah itu biasanya ada saja yang menghubungi saya untuk membeli bukunya, padahal saya tidak menjualnya, dan kadang konsultasi tentang kepenulisan padahal ya saya juga gak ahli-ahli banget, hihihhi.


Apa motto hidup dan buku favorit anda? 

Moto hidup Man Jadda wa Jadda, Siapa bersungguh-sungguh, dia mendapatkannya. Tidak ada buku favorit. Semua genre buku saya suka, tapi dari semuanya saya suka novel, buku popular tentang pengembangan diri dan sejarah.

Ok, terakhir cita-cita apa yang ingin dicapai terkait dunia menulis ini? 

Pertama ingin membuat/menulis  buku solo. Kedua, ingin bisa menulis di media massa nasional dengan tema yang lebih global dan ketiga ingin anak-anak saya mencintai membaca dan menulis.

Ok, terima kasih atas kesediaan waktunya untuk diwawancara. Salam pustakawan menulis.

Sama-sama 

Profil Singkat

Nama: Hariyah
Pendidikan: S2 Ilmu Perpustakaan FIB UI
Pekerjaan: Pustakawan Balitbangdiklat Kemenag

Daftar Karya:

KTI (Cek di Google Scholar)

Buku Antologi:
  1. Lukisan Aksara: Rasa dan Karsa
  2. Perjuangan
  3. Persembahan untuk Ibu
  4. Move On
  5. Ku Kayuh Impianku
  6. Satu Langkah Dewasakan Diri
  7. Suka Duka Penulis
  8. Pukis: Pustakawan Berkisah
  9. Biarkan Buku Bercerita
  10. Lingkungan
  11. Thanksgiving
  12. Librarian’s Journey
  13. Mudik
  14. Beberapa buku antologi yang dalam proses terbit (6)
Penghargaan:
  1. Lolos mengikuti Shortcourse Database Administration di India 2 bulan tahun 2013
  2. Lulus Cumlaude S2 Jurusan Ilmu Perpustakaan FIB UI 
  3. Terpilih mengikuti penelitian dan penyuluhan nasional tentang kerukuna umat beragama 2017-2018
  4. Pustakawan berprestasi tingkat DKI Jakarta 2018 dan lima besar tingkat nasional 2018

Media Sosial: 
Demikian wawancara untuk minggu kali ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi para pembaca semuanya.

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia

Minggu, 03 November 2019

Pemustaka ini Keren

Pagi ini di kantor cukup cerah. Seperti biasanya Bulan sang pustakawan siap menyambut dan melayani pemustaka. Kali ini ia kedatangan pemustaka, seorang peneliti. Bulan dan sang peneliti itu sudah saling mengenal karena sang peneliti tersebut rajin ke perpustakaan. Pak Din begitu panggilannya. Setelah berbincang-bincang, Bulan menyampaikan keinginannya, “Pak, mohon izin bisa kah saya dimasukkan ke grup peneliti. Ya siapa tau saya bisa bantu menginformasikan segala hal yang dibutuhkan peneliti. Ya bisa buku-buku terkait atau informasinya lainnya pak.”, begitu jelas Bulan kepada Pak Din.
“Boleh mbak, dengan senang hati. Tapi jangan kaget ya, orangnya cacah-rucah, macem-macem, diskusinya juga ngalor-ngidul’, terang Pak Din sambil senyum-senyum simpul. “Ya gak apa-apa pak. Yang penting bisa menginformasikan kegiatan perpustakaan, layanan kita dan apa yang bisa kami bantu pak,” terang Bulan dengan semangat. Ya tentu saja yang diikuti Bulan adalah grup wasap peneliti.
Bagi Bulan Pak Din ini istimewa. Selain rajin ke perpustakaan,  beliau juga adalah ketua himpunan peneliti skala nasional. Sekolah S2 dan S3 nya dihabiskan di Australia. Nah bersyukurnya Bulan sudah cukup akrab dengan Pak Din. Kadang-kadang mereka berdiskusi banyak hal. Bulan pun mendapat banyak informasi terkait dunia kepenelitian dan hal lainnya yang bisa memberikan inspirasi. Dari sinilah Bulan bisa  menawarkan apa yang perpustakaan bisa bantu buat mereka.
Lebih teristimewa lagi dalam waktu dekat ini Pak Din akan melaksanakan pengukuhan professor riset. Apakah Pak Din sudah tua sebagaimana sering digambarkan layaknya seorang  professor yang tua dan kepalanya botak? Oh tentu saja tidak. Pak Din ini masih muda, energik dan supel. Pak Din patut menjadi contoh.  Diusia muda mampu menghasilkan banyak karya.
Suatu ketika Pak Din chat wasap dengan Bulan, menanyakan apakah di perpustakaan ada buku  yang sedang dicarinya. Dengan sigap bulan mencarinya di OPAC. Jreng…langsung ketemu.  Lantas Pak Din share di wasap grup  peneliti. “Älhamdulillah buku yang saya cari ketemu. Ini buku lawas terbitan tahun 1999. Buku ini hancur berikut perpustakaan dan ruang kantor lainnya karena diterjang banjir saat saya di daerah. Bersyukurnya buku ini dikoleksi oleh perpustakaan   pusat. Salut buat perpus. Di sini ada tulisan saya dan beberapa teman lainnya. Tulisan ini akan memperkaya referensi untuk naskah orasi ilmiah saya”, begitu jelasnya sambil menampilkan cover buku yng dimaksud. Selanjutnya Pak Din bilang, “Terima kasih mbak Bulan sudah membantu mencarikan buku ini,” tambahnya lagi. “Siap Pak, kami siap membantu. Kami siap jadi mitra peneliti, “ begitu balas Bulan dengan  percaya diri.
Cerita Pak Din soal buku yang kena banjir, membuat Bulan jadi berfikir. “Wah saya gak tau menau soal buku ini sebenarnya. Buku ini sudah ada di perpus sebelum saya bergabung di sini.  Ini jasa pendahulu sebelumnya yang mengumpulkan semua terbitan lembaga di sini. Beruntung Pak Din, ada perpus yang jadi andalan” begitu Bulan membatin. Bulan jadi semangat untuk menjalankan fungsi perpus deposit dengan baik.
Kembali ke Pak Din. Pada kali yang lain, Bulan sedang bertugas memandu sebuah pameran pada ajang konferensi Islam yang berskala besar. Di sana Bulan selain memamerkan buku-buku dan jurnal  terbitan lembaganya, juga membagikan sebagian buku tersebut kepada pengunjung pameran secara gratis. Nah disini lagi-lagi Bulan mendapati beberapa chat di wasap grup peneliti dimana Pak Din komentar, “Satu lagi referensi untuk naskah orasi saya ada di jurnal ini. Jurnal yang usianya sudah cukup panjang. Semoga jurnal ini kelak terindeks global. Ini tulisan lawas saya tahun 2005,” jelas Pak Din. Sejurus kemudian nampak cover jurnal tersebut dan artikel yang dimaksud yang semuanya dalam bahasa Inggris. “Terima kasih tim perpustakaan mbak Bulan keren nih. Saya ketemu dengan tulisan saya yang cukup penting ini”, sambungnya dengan senang hati.
Bagi Bulan, Pak Din memang spesial. Bagaimana tidak. Bulan menawarkan layanan antar jemput buku bagi pemustaka di kantornya. Mengingat peneliti sibuk dan hampir tidak pernah sempat ke perpustakaan.  Tim Bulan sudah membuatkan infografisnya dengan begitu menarik. Nah Pak Din pun tahu layanan ini karena dishare oleh Bulan di wasap grup peneliti. Tetapi Pak Din bukannya menghubungi nomor wasap bisnis tersebut tetapi datang langsung ke perpustakaan dan mencari buku yang dimaksud.
Jangan-jangan Pak Din gayanya konvensional nih. Apakah Pak Din gaptek alias gagap teknologi bukan tipe  yang akrab dengan gadget? Oh tentu saja tidak. Pak Din cukup literate, dengan teknologi  tidak kudet alias kurang update, dengan media sosial pun cukup lincah dan sering berselancar di dunia maya. Pak Din juga sering mengikuti dan presentasi papernya di luar negeri. Menurut kacamata Bulan, Pak Din ini ingin seimbang. Pak Din senang ke perpustakaan yang secara konvensial mengoleksi buku-buku dewa yang masih jadi referensi. Sumber yang otoritatif. Sumber online pun tetap digunakan yang peng-akses-annya sesuai kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Dua model ini diistilahkan hybrid library.
Bahkan lebih dahsyatnya lagi Pak Din menghibahkan sebagian besar buku-bukunya ke perpustakaan. Semua buku ini menurut Bulan cukup bagus dan penting. Ini bisa menjadi referensi bagi peneliti ataupun pemustaka lainnya. “Saya serahkan buku-buku ini untuk perpustakaan. Ya saya kalo perlu tinggal pakai di sini. Nilai kebermanfaatannya juga lebih besar di sini daripada saya taro di rumah”, jelasnya sambil menandatangani serah terima buku dari Pak Din ke perpustakaan.
Sepertinya Bulan cukup terkesima dengan pemustaka yang satu ini. Mau berbagi ilmu juga berbagi buku. Kalo ada reward untuk user seperti ini  pasti  seru ya dan Pak Din pasti juaranya, hihihi. Bagus juga suatu ketika nanti perpustakaan bikin acara knowledge sharing,  pikir Bulan. Kepakaran para peneliti perlu juga dieksplore. Pak Din, semoga lancar dan sukses acara pengukuhan profesor risetnya. Semoga banyak bermunculan profesor-profesor riset muda lainnya, yang rajin ke perpus dan mau berbagi pengetahuan. 


Selasa, 05 Februari 2019

Perpustakaan Kuno dan Konvensional ala Agatha Christie

Jadi,  kalo masih gak mau berubah, siap-siap aja ada mayat di perpustakaan."
Oleh: Hariyah*

Sudah jadi kebiasan Bulan, kalau setiap bulan musti ada target berapa buku yang dibacanya. Bukan buku teks sih. Berat dan serius. Bulan senang baca novel atau juga buku-buku popular bidang apa saja, yang penting asyik dibaca. Bener sih, kelebihan pustakawan salah satunya adalah bisa menyisipkan beberapa judul buku atau novel best seller untuk diadakan di perpustakaan. Jadi  gak perlu nganggarin sendiri, alias pinjam saja di perpustakaan. Kan salah satu fungsi perpustakaan adalah rekreasi, diantaranya dengan adanya novel-novel yang menarik akan membuat pemustaka enjoy library.   Ya selain itu juga Bulan harus terus membiasakan, jangan sampai pustakawan menggembar-gemborkan budaya baca, tetapi dirinya sendiri gak banyak baca apalagi menulis. Phfff.

Baca juga: Pustakawan Meneliti

Perpustakaan Kuno dan Konvensional ala Agatha Christie
Credit: Openclipcart
Nah, saat sedang membereskan koleksi pribadinya di rumah, tetiba sudut pandang matanya bertemu dengan salah satu judul buku yang cukup misterius. Agatha Christie, The Body in the Library. Buku aslinya terbit pada tahun 1942, versi Indonesianya berjudul Mayat dalam Perpustakaan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pertama kali tahun 1985. Wuih, serem juga bacaan si Bulan. Sepertinya buku itu sudah lama sekali, sudah hampir lupa juga Bulan kalau punya buku itu. Bulan tidak terlalu ingat bagaimana jalan ceritanya. Tapi judul buku ini cukup mengusik pikirannya.

Apa yang membuat Bulan terusik. Yakni kenapa perpustakaan jadi latar tempat terjadinya pembunuhan atau tempat ditemukan mayat. Penasaran dengan judul ini, Bulan coba membaca tulisan di cover belakang buku dan  menelisik kata pengantar pengarangnya. Dan  akhirnya ditemukanlah kalimat yang jadi kunci. Kata penulisnya, “Perpustakaan yang diceritakan haruslah suatu ruangan yang amat kuno, dan konvensional. Di pihak lain, si mayat haruslah mayat yang menyolok, sensasional, dan berlawanan dengan sifat-sifat perpustakaan itu”.  Nah loh, apa nih maksudnya.

Di awal kata pengantar penulisnya bilang, “Di dalam dunia fiksi ada ciri-ciri tertentu yang diasosiasikan dengan tipe-tipe cerita tertentu (di Inggris). Untuk cerita-cerita melodrama, sering ditokohkan seorang bangsawan yang bersifat pemberani dan jahat. Untuk cerita-cerita detektif, plot yang umum adalah mayat yang ditemukan di dalam perpustakaan”. Waaat??? Tetiba mata Bulan membelalak. Kalimat yang terakhir itu loh, “…plot yang umum adalah mayat yang ditemukan di dalam perpustakaan”. Gak salah nih, pikir Bulan. Mata Bulan terus mengikuti kata demi kata dan berputar di sekitar itu. Sampailah ia  pada kalimat penulisnya, “Selama bertahun-tahun lamanya saya selalu berharap dapat membuat suatu variasi sesuai dengan tema-tema cerita yang terkenal ini. Untuk itu saya  membuat beberapa ketentuan bagi diri saya sendiri”.

Bulan berfikir, untuk penulis besar seperti Agatha Christie, pasti dia punya alasan tertentu kenapa perpustakaan menjadi latar adanya mayat. Seperti yang dikatakan penulisnya, ini hanya sekedar  imajinasi penulis, sekedar suatu variasi, dan sekedar ketentuan yang dibuat sendiri oleh penulisnya. Baiklah, itu hak penulis. Dia yang punya cerita. Bulan tidak bisa masuk ke alam imajinasi penulisnya. Bulan pun tidak sampai imajinasinya ke masa silam tahun 1940an atau jauh sebelumnya di Inggris. Tetapi Bulan gak bisa mengakhiri sampai di sini.

Bulan mencatat di novel itu bahwa perpustakaan yang menjadi tempat ditemukannya mayat adalah perpustakaan yang kuno dan konvensional. Nah kalimat inilah yang harus jadi perhatian. Perpustakaan yang kuno dan konvensional itu seperti apa sih?? Hmmmm. Bulan merenung.

Bulan penasaran. Apa sih yang digambarkan penulisnya tentang perpustakaan seperti itu. Bulan membaca secara skimming. Matanya terus saja menjelajah kata demi kata untuk memuaskan penasarannya. Nah ini dia. Ketemu, “Perpustakaan itu memantulkan ciri khas pemiliknya. Ruangannya luas, dalam keadaan yang mengibakan dan tidak rapi. Ada kursi-kursi besar yang sudah kendor tempat duduknya, ada pipa-pipa rokok, buku-buku, dan dokumen-dokumen hak milik tanah yang berserakan di atas meja yang besar. Ada satu atau dua buah lukisan keluarga yang baik tergantung di dinding, dan beberapa buah lukisan cat air gaya Victoria yang jelek, ada pula beberapa lukisan adegan perburuan yang konyol. Di pojok ruangan ada sebuah jambangan besar berisikan bunga-bunga aster. Seluruh kamar itu redup, lembut, dan sederhana. Kamar itu memberikan kesan bahwa sudah lama dan terlalu sering dipakai. Juga kamar ini masih erat kaitannya dengan tradisi lama”. Bulan mengangguk-angguk sendirian.

Ooo, jadi itu ya menurut imajinasi penulisnya. Gak jauh beda sama persepsinya Bulan. Menurutnya perpustakaan yang kuno dan konvensional sering digambarkan sebagai perpustakaan yang sepi, manual alias gak modern apalagi posmo, cahayanya remang-remang cenderung gelap, lokasinya di pojokan, tidak banyak dilalui orang, dan karenanya menjadi sedikit seram atau angker. Apalagi ditambah petugasnya gak ramah dan jutek.

Klik. Bulan mendapat hikmah. Kritik buat dirinya. Bulan harus kerja keras, gak mau perpustakaannya seperti itu. Jadi sekarang tahu kan mesti gimana perpustakaan. Mesti gimana pengelola perpustakaan. Mesti gimana layanan perpustakaan. Gak mau kan kalo perpustakaannya jadul seperti itu. Alih-alih pustakawan mengajak orang ke perpustakaanya, yang ada justru perpustakaan itulah tempat yang dihindari karena angker. Jadi,  kalo masih gak mau berubah, siap-siap aja ada mayat di perpustakaan. Hiii syereeem.

*Pustakawan pada Badan Litbang dan Diklat Kementarian Agama

Senin, 04 Februari 2019

Pustakawan Meneliti

“Saya  yakin Saudara dapat bekerja dengan baik dan tidak selalu hitung-hitungan"
Oleh: Hariyah*

Kali ini adalah petualangan Bulan di beberapa tempat, karena ikut penelitian. Pengalaman pertamanya saat Bulan baru pulang shortcourse di luar negeri, tepatnya di salah satu negara Asia. Alhamdulillah Bulan sang Pustakawan dapat beasiswa shortcourse ini. Bulan pengen coba out of the box, begitu pikirnya. Kembali ke laptop. Saat itu pimpinannya yang eselon dua, sedang mencari orang yang bisa membantu kegiatan penelitian yang sedang dilakukannya. Ujug-ujug Bulan dapat panggilan dari staf pimpinan tersebut untuk segera menghadapnya. Sambil penuh dengan segudang pertanyaan di kepalanya, Bulan masih bertanya-tanya ada gerangan apakah ia dipanggil. Sampailah ia di depan meja sang pimpinan, persis seperti orang sedang wawancara pekerjaan.

Baca Juga: Pustakawan dan RKAKL

“Ada yang bisa saya bantu Pak” itu kalimat pertama yang dilontarkannya. “Saya minta tolong pada Saudara untuk mencari data tentang salah satu tokoh pendidikan di Makassar namanya Drs. H. Muhyuddin Zain. Beliau sudah almarhum, tetapi masih ada keluarganya yang tinggal di sana dan Saudara dapat banyak bertanya tentang tokoh ini. Ada juga beberapa teman beliau yang masih hidup, mungkin sekarang sudah sepuh. Saudara bisa cari informasinya di UIN Makassar, atau MUI kota Makassar atau  beberapa tempat lainnya yang Sudara anggap relevan untuk dimintai keterangan.” Singkat cerita sang pimpinan menaruh kepercayaan pada Bulan. Sosok pustakawan satu ini dianggap oleh pimpinannya adalah orang yang tepat untuk menjalankan misi ini.

Pustakawan Meneliti
Credit: Pixabay
“Mohon maaf pak, kalo boleh tahu kenapa bapak memilih saya. Hmmm, maksud saya ada peneliti yang lain, atau mereka juga sedang sibuk penelitian ya pak”, begitu tanya Bulan agak ragu-ragu. “Saya  yakin Saudara dapat bekerja dengan baik dan tidak selalu hitung-hitungan. Saya sudah kontak bagian keuangan, nanti Saudara temui untuk menyiapkan segala keperluan Saudara” begitu jawab pimpinannya sambil tersenyum simpul. Wuihhhh Bulan masih terkaget-kaget. Kok bisa ya. Jangan-jangan selama ini pimpinannya itu mengamati saya ya. Begitu pikir Bulan. Dia langsung teringat dan menerawang ke beberapa kejadian yang silam, saat pimpinannya itu pernah berkunjung ke perpustakaan. Bulan melayani segala kebutuhan informasi yang dibutuhkan pimpinannya dengan sigap, cepat dan ramah. Dia pun tak sungkan menyampaikan bahkan mengantarkan sampai ruangan,  buku atau jurnal atau sepenggal tulisan yang memang dicari pimpinannya itu. Intinya Bulan pelayanan prima kepada pemustakanya apalagi pimpinannya sendiri. Dia ingin menunjukkan bahwa pustakawan tahu segalanya, tahu banyak informasi, dapat diandalkan untuk mencari referensi yang dibutuhkan dan tentunya GPL gak pake lama alias sigap dan cepat.

Sebenarnya Bulan masih bingung. Ini adalah pengalaman pertamanya melakukan penelitian sendiri ke lapangan dan jauh pula. Dia harus mencari nama-nama yang terkait dengan tokoh yang akan ditelitinya itu. Tokoh Makassar yang Bulan sendiri pun tidak pernah tahu apalagi familiar. Pengenalan medan pun diperlukan agar Bulan faham wilayah yang akan dijelajahinya. Hmmm pekerjaan berat nih pikir Bulan. Tantangan sudah diterima. Sangu sudah dikantongi walaupun terasa ala kadarnya. Maka petualangan siap dimulai. Bismillah, begitu ucap Bulan.

Dimulailah proyek prestisius ini. Selayaknya peneliti professional, begitulah Bulan memulai investigasinya. Dia mengumpulkan nama dan nomor telepon siapa saja tokoh yang akan ditemuinya dan dimintai keterangan. Dia membuat catatan perjalanan, alias diary atau logbook peneliti kira-kira seperti field note dalam penelitian kualitatif. Bulan punya catatan lengkap aktivitasnya pada tanggal dan jam berapa. Ini adalah sekelumit catatan perjalanan Bulan.


Rabu, 13 Nopember 2013
  • Sampai di bandara Sultan Hasanuddin Makassar sekitar pukul 8 pagi.
  • Langsung ke BLA (Balai Litbang Agama) Makassar dan bertemu dengan pimpinan  di sana.
  • Setelah itu, menuju UIN Alauddin Makassar dan bertemu dengan Bapak Rektor Prof. H. Qadir Gassing. Hasil Pembicaraan dengan Pak Rektor di lampiran 1.
  • Setelah bertemu dengan Pak Rektor sekitar pukul 9-10 pagi, Pak Rektor  merekomendasikan saya tuk membaca buku tentang sejarah atau profil UIN Alauddin, yang diharapkan di sana di bahas tentang profil masing-masing Rektor UIN Alauddin yang pernah menjabat.
  • Selanjutnya setelah membaca beberapa bahan atau buku yang dimaksud, tidak ditemukan data yang diperlukan.
  • Setelah ishoma sekitar pukul 12 siang, saya berencana menemui Rektor Universitas Islam Makassar Al Ghazali, tetapi setelah mengontak stafnya, saya akan dikabari kapan beliau bisa saya wawancara.
  • Akhirnya saya memutuskan menuju hotel dan mendaftar beberapa nomor kontak yang akan saya kunjungi keesokan harinya.

Kamis, 14 Nopember 2013
  • Saya berangkat dari hotel pukul 6 pagi menuju BLA Makassar. Sampai di BLA sekitar pukul 6.30 pagi. Saya ke perpustakaan sambil mencatat alamat dan rute  KH.Sanusi Baco, salah satu narasumber tokoh ini
  • Pada pukul 7.25 saya tiba di rumah beliau dan wawancara dengan beliau berlangsung pada pukul 7.30-8.40. Hasil pembicaraan dengan KH. Sanusi Baco terlampir di lampiran 2.
  • Berikutnya saya menuju rumah KH. Muhammad Ahmad. Wawancara dengan beliau  berlangsung pukul 9.50-11.10. Hasil pembicaraan dengan KH.Muhammad Ahmad di lampiran 3. Ketika saya berpamitan, saya dihadiahi buku tulisan beliau berjudul Amaliah Ramadhan.
  • Selanjutnya saya meneruskan perjalanan menuju narasumber berikutnya. Saya menuju kediaman Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyana. Wawancara dengan beliau berlangsung pukul 10.40-12.30. Hasil pembicaraan dengan beliau terlampir di lampiran.
  • Setelah ishoma, saya melanjutkan perjalanan ke UIN Alauddin Makassar. Di sini saya mencari buku yang direkomendasikan KH. Muhammad Ahmad yakni 30 Tahun IAIN Alauddin . Beliau berharap dalam buku ini terdapat  data-data yang saya butuhkan tentang profil  Drs. H. Muhyiddin Zain almarhum.
  • Saya langsung menuju Perpustakaan Pusat UIN Alauddin dan mencari buku yang dimaksud dengan bantuan petugas perpustakaan. Setelah membaca buku tersebut dan beberapa buku terkait, ternyata tidak ditemukan informasi yang dibutuhkan. Hanya saja dalam buku tersebut, terdapat sekelumit yang membicarakan masa kepemimpinan Rektor IAIN Alauddin Drs. H. Muhyiddin Zain almarhum, yakni pada halaman 22 dan 23. Lembar kopian terlampir.
  • Selanjutnya saya menuju Rektorat UIN Alauddin, menuju Biro Kepegawaian. Saya berharap, di sini ditemukan catatan atau CV almarhum yang berisi riwayat pendidikan, pengalaman jabatan, pengalaman organisasi dan karya tulis beliau. Namun data yang dimaksud tidak tersedia di sini. Pihak kepegawaian menyatakan bahwa arsip-arsip lama rektor tidak terdokumentasi dengan baik seiring dengan sering berpindahnya IAIN saat itu yang mengalami beberapa kali perubahan dan perpindahan.
  • Selanjutnya saya kembali ke hotel pada pukul 18.00.

Jum’at, 15 Nopember 2013
  • Saya berangkat dari hotel pada pukul 07.30 menuju BLA.
  • Selanjutnya saya menuju rumah jabatan wakil gubernur, bertemu dengan Ibu Majdah, putri almarhum. Wawancara dengan beliau berlangsung pukul 09.35-10.50. Hasil pembicaraan dengan beliau di lampiran 5.
  • Setelah itu saya berkesempatan silaturahim dengan istri almarhum Ibu Hj. Andi Ukdah di tempat yang sama. Kondisi beliau saat itu sedang sakit, namun saya boleh berbincang-bincang dengan beliau pukul 11.00-11.30. Hasil pembicaraan dengan beliau di lampiran 6.
  • Setelah ishoma, saya melanjutkan perjalanan bertemu denngan Prof. H. Abdurrahim Yunus di Masjid Raya Makassar. Perbincangan dengan beliau berlangsung pukul 13.25-15.00. Hasil perbincangan di lampiran 7.
  • Kemudian saya kembali ke BLA untuk beristitahat sejenak, selanjutnya saya menuju kediaman Prof. H.Iskandar Idy, dan berbincang-bincang dengan beliau pukul 17.15-18.30. Hasil perbincangan dengan beliau di lampiran 8.
  • Setelah itu saya kembali ke hotel dan mempersiapkan diri  menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar untuk kembali ke Jakarta pada pukul 23.00.
Wuih hebat Bulan, pustakawan yang peneliti dan peneliti yang pustakawan. Akhirnya dia berhasil menjalankan misi ini. Gak kebayang buat Bulan ternyata dia mewawancari tokoh-tokoh besar dan penting. Dia mampu melakukannya dengan baik dan dia berhasil memperoleh data yang diinginkan. Tokoh-tokoh penting itu gak pernah kebayang buat Bulan. Dia bisa sebegitu dekat, cair, dan natural saja dengan lawan bicaranya. Walaupun awalnya masih rada nervous tetapi itu bisa dilalui dengan cepat. Bulan penuh percaya diri dan mantap.

Dari catatan Bulan,  ini lho tokoh-tokoh penting yang disambanginya: Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS (Rektor UIN Alauddin Makassar 2011-sekarang (saat itu penelitian tahun 2013), K. H. Sanusi Baco (Ketua MUI Propinsi Sulawesi Selatan, Ketua NU Propinsi Sulawesi Selatan, Pimpinan Pondok Pesantren Nahdatul Ulum Maros), K. H. Muhammad Ahmad (Ketua Umum DPP IMMIM/ Ikatan Masjid Musholla Indonesia Makassar, Prof. Dr. Hj. Andi Rasdiyana (rekan sejawat almarhum), Dr. Hj. Majdah (Rektor Universitas Islam Makassar, Istri Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Anak bungsu almarhum), Hj. Andi Ukdah (Istri almarhum), Prof. H. Abdurrahim Yunus (Sejarawan-Penulis Buku 30 tahun IAIN Alauddin Makassar), dan Prof. H. Iskandar Idy (Asisten almarhum selama menjabat sebagai Rektor).

Bravo buat Bulan. Dari lima hari yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini, Bulan hanya cukup tiga hari saja. Itu sudah  termasuk dua hari untuk pergi dan pulang. Bulan ngebut dihari kedua. Apa pasal. Telepon dari Jakarta mengabarkan anaknya masuk rumah sakit dan harus dioperasi. Wuih Bulan sedih dan sempat kalang kabut. Singkat cerita, Alhamdulillah operasi berjalan lancar dan sang putri selamat, kembali sehat wal afiat. Bulan sang pustakawan. Semoga jerih payahmu menanamkan nilai plus pada profesi pustakawan, membuat  para pimpinan lembaganya angkat topi pada profesi ini.

*Pustakawan pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

Sabtu, 02 Februari 2019

Pustakawan dan RKAKL

"Ya, mimpi aja dah dulu, besok-besok kan bisa jadi kenyataan."

Oleh: Hariyah*

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, maka pada tahun ini pun rencana kegiatan tidak banyak berubah. Kegiatan disusun dan dijalankan sesuai rencana anggaran yang sudah diajukan. Secara anggaran sudah turun dan kegiatan sudah bisa berjalan, maka rapat persiapan dimulai. Ya, bgitulah kesibukan pustakawan satu ini, saat anggaran sudah mulai cair.

Sebut saja Bulan. Pustakawan yang satu ini memulai karirnya sebagai pengelola perpustakaan sejak tahun 2009. SK CPNS menyebutnya sebagai calon pustakawan di lembaga ini. Tapi baru setelah delapan tahun statusnya berubah menjadi JFT pustakawan. Kemana aja ya Bulan selama ini. Kesibukan mengelola kegiatan perpustakaan inilah yang membuatnya tidak sempat menyusun dan mengajukan berkas DUPAK. Emangnya kesibukan Bulan apa sih.

One Person Librarian

Ya saat rapat itu, pimpinannya bilang “Kita ini dilematis. Di satu sisi pengen ngerjain kegiatan tusi perpustakaan, ngentri buku, ngelabel, melayani yang pinjam atau ngembaliin buku, melakukan survey kepuasan pengguna dan lain-lain deh. Tapi di sisi lain kita punya kegiatan yang berbasis RKAKL yang perlu dijalankan dan diserap anggarannya. Karena penilaian kerja kita itu, kadang bukan seberapa rapi kita menyususn buku di rak, bukan seberapa banyak buku kita olah, dsb…dsb…tapi sudah berapa besar penyerapan yang kita lakukan. Maka saya minta tolong teman-teman nih, jangan terlalu fokus ngerjain yang begituan dulu ya. Sekarang kita siapkan dulu buat kegiatan bla bla bla….”. Begitulah Bulan mendengarkan wejangan dari pimpinannya, dan kadang membuat alisnya berkernyit.

Emang sih, kegiatan perpustakaan memerlukan anggaran negara yang disusun dalam sebuah rencana kegiatan dan anggaran kementerian negara/ lembaga (RKAKL). RKAKL ini disusun berdasarkan kebutuhan dan kegiatan perpustakaan yang akan dilakukan pada tahun berjalan nanti. Beruntungnya adalah ketika kegiatan yang ada di RKAKL tersebut benar-benar sesuai kebutuhan perpustakaan dan tentunya ada manfaat yang besar yang dirasakan oleh penggunanya. Tapi sialnya adalah, ketika kegiatan yang ada hanya kopi paste dari tahun lalu bahkan kemanfaatannya juga masih harus dikaji lagi. Nah, sayangnya saat Bulan bergabung dengan lembaga ini, sudah tahun berjalan. Dia hanya mengikuti yang sudah ada, bahkan boleh dibilang kegiatan yang ada sudah tradisi. Hmmm.

Tusi alias tugas dan fungsi itu apa sih. Secara umum diartikan sebagai kegitan rutin perpustakaan. Mungkin bisa dibilang kegiatan yang gak ada anggarannya.  Emang apa sih kegiatan rutin di perpustakaan. Kalau di perpustakaan Bulan, ya biasa, kegiatannya mengiventarisasi koleksi buku, stempel buku,  ngerjain klasifikasi buku, ngentri data, membuat label dan atribut buku, shelving alias penjajaran buku di rak, weeding alias penyiangan buku, kegiatan pelestarian seperti menjilid buku, fumigasi atau kalau tidak mungkin ya menyebar obat anti serangga atau rayap di sekitar koleksi, atau juga menyebar salicil acid si penyerap air agar koleksi dan sekitarnya tidak lembab.  Belum lagi memperbaiki koleksi yang rusak, scan cover buku atau mendigitalkan koleksi. Wuidih banyak banget  deh pekejaan tusi di perpustakaan Bulan.

Apalagi sekarang koleksinya yang berjumlah puluhan ribu judul, sedang dicek ulang klasifikasinya supaya benar penempatannya di rak. Ini butuh waktu banyak  buat ngerjain, plus personil perpustakaanya cuma ada segelintir orang. Bakalan kekejar gak ya pekerjaan ini, bisa-bisa rampung tahunan apalagi diselak-selak sama kegiatan RKAKL. Berabe dan ribet nih. Begitulah banyak yang berkecamuk di kepalanya si Bulan. Pusing tujuh keliling dah tuh Bulan.

Syukurnya pekerjaan RKAKL, menurut perhitungan Bulan gak jelek-jelek amat sih. Artinya nyambung sama perpus dan banyak kok manfaatnya. Emangnya apa aja. Banyak. Ada kegiatan orientasi perpustakaan buat para pengelola perpustakaan di pusat dan daerah, ada pameran yang melibatkan perpustakaan mendesiminasikan terbitan atau produk internal lembaganya, ada monitoring evaluasi dimana teman-teman Bulan yang di pusat memberikan bimbingan teknis dan juga menyebarkan instrumen untuk mengetahui apakah pengelolaan perpustakaan di daerah sudah sesuai Standar Nasioanl Indonesia (SNI) perpustakaan khusus instansi pemerintah, dan banyak lagi yang lainnya. Wuih, bakalan terbang terus nih Bulan, terus perpusnya gimana.

Perpusnya ada kok. Gak kemana-mana. Ada di tempat. Berdiri di jantung ibukota untuk setia menunggu dan menanti siapa saja yang akan datang dan berkunjung. Menanti mereka yang akan  menggunakaan koleksinya, mencari referensi, berdiskusi dengan pustakawannya, membedah beberapa buku, mengadakan bibliobattle atau bahkan sekedar tempat meneduh, istirahat sejenak alias tidur karena ruangan nyaman dan ber-AC atau sekedar mencari wifi. Sayang disayang,  penantian tiada ujung. Kesunyian dan hanya kesunyian yang setia menemani perpustakaan. Wah Bulan harus bekerja keras mengubah kondisi ini nih.

Bulan berangan-angan, andai dirinya bisa membelah tujuh. Akan ku gapai semua. Akan kukerjakan semua. Akan kubuat engkau menjadi idola penggunamu. Ya, mimpi aja dah dulu, besok-besok kan bisa jadi kenyataan, begitu pikir Bulan. Terus bagaimana kalau menjelang akhir tahun. Nah ini dia yang gak kalah serunya. Laporan kegiatan menumpuk. Mestinya sih gak perlu menumpuk. Kan setiap selesai  kegiatan, minimal sepekan laporan harus dibuat, sehingga tidak lupa, tidak menumpuk dan tidak jadi beban. Apakah Bulan melakukan seperti itu. Tentu saja. Lantas kenapa merasa banyak beban di akhhir tahun. Karena Bulan melakukannya sendirian dan gak tuntas alias setengah-setengah. Kok bisa. Ya bisalah. Bulan sibuk dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya, belum lagi kalo ada undangan dari bagian lain atau dari lembaga lain. Hhfffh.

Perkasa ya Bulan, semua pekerjaan dilakukananya sendiri. Emangnya bulan gak punya rekan kerja yang lain. Emangnya bulan OPL alias One Person Librarian. Ya nggak sih. Bulan punya teman kerja lainnya. Tapi sayangnya mereka gak bisa  diandalkan. Jadi lagi-lagi Bulan, lagi-lagi Bulan.  Tapi Bulan gak kecewa dan tetap tegar. Bahkan dia melihat banyak sisi positifnya kok. Selain adanya kepercayaan pimpinan pada dirinya, Bulan teruji baik fisik maupun mental untuk menjadi pustakawan tangguh. Tangguh karena bisa melakukan pekerjaan tusi sambil disaat bersamaan mengorganisasi kegiatan-kegiatan RKAKL. Manajemen waktunya menjadi lebih baik, karena banyak aktifitas yang harus diatur. Pola makannya menjadi dijaga karena dia gak boleh sakit. Kesabarannya menjadi seluas lapangan bola, karena dia menghadapi aneka karakter orang dimana dia berinteraksi. Wawasannya jadi luas karena dia banyak menghadiri seminar dan forum, dst…dst. Dan gak kalah penting adalah penghasilannya menjadi halal, karena dia pastikan memperolehnya bukan sekedar duduk diam dan duit, tetapi ada keringat mengucur deras untuk menerimanya.

*Penulis: Pustakawan pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama