Tampilkan postingan dengan label Tri Utami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tri Utami. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Juli 2020

LITERASI: Bangkit dari Pandemi

Ditulis oleh: Buntam 

Novel Coronavirus atau covid-19 adalah kata paling populer sepanjang akhir tahun 2019 hingga saat ini. Bagaimana tidak? Hampir semua negara dibuat menguras tenaga, pikiran dan anggaran untuk mengatasi dampak yang terjadi karena wabah virus ini. Bukan hanya berdampak pada sektor kesehatan, wabah ini berdampak pada sektor ekonomi, pendidikan, dan sosial. Dalam bidang kesehatan, jelas hal ini adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan bisa menyebabkan penderitanya sakit atau bahkan meninggal. Dalam bidang ekonomi, di Indonesia sendiri lebih dari 600 triliun rupiah dana yang digelontorkan pemerintah untuk membantu masyarakat menghadapi wabah ini. Dampak di bidang pendidikan, jelas sekali terasa, untuk menekan laju pertambahan kasus positif covid-19, maka pemerintah menganjurkan untuk belajar dari rumah. Lalu sektor sosial, merosotnya pendapatan para produsen, membuat pemilik usaha terpaksa merumahkan karyawannya sehingga muncul pengangguran, sementara kriminalitas meningkat seiring dengan sulitnya mencari uang di masa pandemi.

Corona
Credit: Pixabay
Waktu, tenaga, pikiran dan uang sudah dikerahkan Pemerintah, maka tidak sepatutnya kita tidak peduli atau bahkan tetap santai tanpa mau mematuhi. Kita tidak ingin pandemi ini berlarut, atau bahkan terjadi gelombang yang kedua kali. Maka kita harus belajar, bersabar dan menahan ego dalam diri agar wabah ini segera berhenti sampai di sini. Semua lapisan masyarakat harus bekerjasama, bahu-membahu untuk memperbaiki keadaan negeri ini.

Lalu apakah kita akan berdiam diri dengan apa yang terjadi saat ini? Pura-pura acuh tanpa peduli sehingga mungkin tragedi wabah ini akan terulang lagi? Tentu jawabannya TIDAK. Tidak sepantasnya kita berdiam diri dan tidak belajar dari pengalaman untuk menghadapi virus ini. Tidak boleh kita egois dengan menuruti ego pribadi atau percaya begitu saja akan konspirasi yang mengiringi terlepas dari segala kebenarannya nanti, yang jelas saat ini kita sedang diuji dengan pandemi.

Kita harus belajar, membuka mata, dan belajar dari pengalaman mengapa bisa terjadi kasus sampai 59.394 kasus lebih per 2 Juli 2020 tanpa ada perbaikan khusus dalam masing-masing diri. Sebut saja Vietnam, negara yang berhasil menekan kasus covid-19 hanya dalam hitungan hari dengan jumlah kasus 355 kasus dan jumlah kematian zero.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dari berita yang beredar ternyata Vietnam sudah siap sebelum ditemukannya kasus, sehingga saat 1 kasus muncul, penanganannya langsung ketat dan pengambilan keputusan kebijakan juga cepat. Pemerintah Vietnam langsung memerintahkan social distancing, lockdown, isolasi, meliburkan semua sekolah, menangguhkan penerbangan dan larangan ekspor impor.

Warga Vietnam taat betul dengan aturan ketat (baca: lockdown) yang diberlakukan Pemerintah untuk menghindari merebaknya kasus. Intinya kita ambil garis tengahnya bahwa Vietnam sudah berbekal pengetahuan, pengalaman dan kesiapsiagaan terhadap virus corona. Hal ini tentu disebabkan kemampuan literasi pemerintah Vietnam dan rakyat Vietnam tentang penyakit menular sudah sangat baik. Mereka paham betul tentang bagaimana penyakit menular menyebar, paham atas apa yang sedang terjadi,  keputusan apa yang diambil untuk menindaklanjuti dan tindakan apa yang harus dilakukan. Rakyat Vietnam mampu taat tanpa syarat dan patuh tanpa tapi terhadap aturan yang diberi.

Tidak bisa dibandingkan memang antara negara satu dengan yang lainnya dalam penanganan covid-19 ini, hal ini karena berbagai faktor seperti geografis, demografis dan lain-lain. Namun ada satu benang merah yang bisa diambil pelajaran dari keberhasilan Vietnam menekan kasus covid-19 hingga tidak ada kasus positif lagi dan tidak ada kematian sama sekali. Benang merah tersebut adalah rakyat Vietnam paham apa itu penyakit menular (dalam kasus ini Covid-19) dan kebenaran dalam mengambil tindakan penyembuhan dan pencegahan.

Kemampuan literasi kita akan sebuah penyakit menular harus ditingkatkan. Membaca, mengambil informasi yang benar, memahami apa yang dibaca, dan menindaklanjutinya itu suatu keharusan yang wajib dimiliki rakyat Indonesia. Dimulai dari diri sendiri dulu, perbanyak pengetahuan, tetap menjaga kebersihan, lakukan apa yang diinstruksikan dan hindari hal-hal yang merugikan.

Karena rendahnya kemampuan literasi, bisa menyebabkan kita terombang-ambing atas konspirasi yang menyertai wabah ini. Lebih parahnya lagi, kita bisa menjadi korban hoaks di waktu pandemi. Sulit memang kita hadapi, berat pula untuk dijalani, kebiasaan ini juga belum tahu kapan berakhir dengan pasti, tapi dengan kemampuan literasi kita bisa paham apa itu pandemi, bagaimana menghindari dan menjaga diri dari keterpurukan ini. Dengan kemampuan literasi, kita bisa reaktif, produktif, dan aktif saat menghadapi wabah yang masif.

LITERASI: LIhat, TERapkan, dan BerAkSi untuk bangkit lebih baik lagi. Salam sehat salam sukses Indonesiaku.


Daftar Pustaka:
  • https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52675805 diakses 10 Juni 2020 pukul 14.00 WIB
  • https://www.liputan6.com/bola/read/4221604/5-cara-vietnam-menghentikan-pandemi-virus-corona-covid-19-yang-bisa-dicontoh diakses 11 Juni 2020 pukul 13.00 WIB
  • https://nasional.kompas.com/read/2020/07/02/15413381/update-bertambah-1624-total-ada-59394-kasus-covid-19-di-indonesia?page=all diakses 3 Juli 2020 pukul 13.10 WIB

Rabu, 08 Mei 2019

Hari Pendidikan Nasional: Saatnya Orang Tua Millenial Mendidik Generasi Digital Yang Bermoral dan Berakal

“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu. Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Ditulis oleh Tri Utami, S.Hum.
Pustakawan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

“Hi guys, jangan lupa like, comment and subscribe” kalimat itu tiba-tiba saya dengar dari lisan anak perempuan saya usia 3,5 tahun. Saya tidak menyangka, anak ini bisa menirukan dengan fasih gaya youtuber ternama yaitu si cantik Ria Ricis. Anak saya belajar kalimat itu dari teman bermainnya yang suka menonton konten youtube mainan (slime dan sequisy).

Betapa dunia sudah berubah dan mau tidak mau kita juga harus ikut berubah, tapi tetap dengan prinsip tidak ikut hanyut dalam kelalaian perubahan ini. Zaman saya, saya masih mengalami bermain lompat tali, petak umpet, jamuran, kelereng, dakon dan permainan tradisional lain yang menguras tenaga hingga tubuh lelah berkeringat. Zaman sekarang, bermain bola tidak perlu ke lapangan bola, bermain boneka juga tidak perlu punya boneka, bermain musik tidak perlu punya alat musik, bermain catur pun tidak perlu membawa papan catur, pun dengan seabrek jenis permainan lain yang bisa dikemas dalam sebuah aplikasi dan bisa dimainkan dengan gadget kita tanpa harus keluar keringat.

Generasi millenial saat ini rata-rata sudah menjalani peran baru yaitu sebagai orang tua, sedangkan anak-anak generasi millenial yang lahir di tahun 2014 dan seterusnya disebut generasi digital, dimana dunia sudah dalam genggaman karena kecanggihan teknologi. Tapi apakah semua harus berubah? Tidakkah kita sebagai orang tua dan pendidik tidak ikut andil dalam mendampingi generasi digital ini tumbuh dan menguasai dunia digitalnya dalam prinsip moral dan akal?

Kecanggihan teknologi informasi menjadi magnet tersendiri bagi generasi millenial dan generasi digital, namun sebagaimana magnet yang memiliki kutub positif dan kutub negatif, kecanggihan teknologi informasipun memiliki dampak positif dan negatif. Kita sebagai orang tua harus mendidik anak kita sesuai zamannya, menyiapkan mereka untuk mampu beradaptasi di zaman mereka lahir, tumbuh dan hidup untuk mempertahankan eksistensi dan potensinya sebagai khalifah di bumi. Orang tua diharapkan mampu melindungi anak-anak dari ancaman negatif kemajuan teknologi informasi di era digital, tetapi tidak menghalangi potensi manfaat positif yang dihasilkan dari kemajuan teknologi informasi tersebut.

Beberapa manfaat kemajuan teknologi informasi saat ini adalah:

a. Sumber informasi

Informasi yang telah dikemas menjadi bentuk digital membawa kemudahan tersendiri bagi kita, apalagi jika gadget sudah dalam genggaman, seakan semua bisa kita ketahui hanya dengan sentuhan jari jemari kita. Apapun yang menjadi ke-kepo-an kita bisa dengan mudah didapatkan dan terjawab. Data dan berbagai informasi sudah dikemas semenarik mungkin dalam berbagai bentuk tulisan, e-book, infografis, audio, visual, video, bahkan dalam bentuk aplikasi yang bisa di download secara gratis.

Informasi menjadi semakin mudah, murah dan cepat. Namun, dengan banyaknya informasi yang tersebar di dunia maya, membuat informasi harus disaring, jangan asal percaya kemudian diambil lalu disebarluaskan. Kita harus bisa membedakan informasi mana yang benar atau hoaks, informasi mana yang bisa dipertanggungjawabkan kebenaran dan sumbernya atau tidak dan informasi mana yang mengandung ujaran kebencian dan menyinggung SARA. Kita harus membekali diri kita dan anak-anak kita pengetahuan dan ketrampilan untuk mendapatkan dan menyebarluaskan informasi yang akurat, terpercaya dan aktual.

b. Membangun Kreativitas

Siapa yang tidak kenal dengan youtuber dengan follower terbanyak di Indonesia? Mereka adalah Atta Halilintar dan Ria Ricis? Mereka berdua berhasil memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meraup pundi-pundi uang, dan masih banyak lagi youtuber yang berhasil menggali dan melejitkan kreativitas mereka dengan menciptakan konten-konten digital yang bermanfaat dan menghibur. Bahkan dari akun youtube atau sosial media kita, bisa menjadi ajang meraup uang yang omsetnya mencapai ratusan juta rupiah. Kita bisa menciptakan konten youtube yang berisi tutorial, membuat karya atau kerajinan tangan, hiburan atau konten youtube edukatif. Bisa juga kita menjadi selebgram, vlogger, influencer atau endorser suatu produk barang atau jasa yang kita promosikan dengan akun media sosial kita. Kita bisa mengajarkan anak-anak kita untuk menggali kreativitas mereka dan menampilkannya di akun sosial media mereka. Mengajari mereka untuk menciptakan dan memposting konten yang kreatif , edukatif, bermanfaat tapi tetap beretika.

c. Komunikasi

Era Digital benar-benar membuat komunikasi menjadi sangat mudah, cepat, dan murah bahkan berkomunikasi jarak jauh saat ini bisa terkesan nyata dekat berhadapan. Kecanggihan ini bisa mengobati rasa rindu orang tua pada anaknya yang dulu hanya terobati oleh tulisan, kini bisa bertatap muka melalui video call. Kita dulu harus ke wartel dan membayar mahal untuk berkabar melalui telepon, sekarang semua ekspresi bisa kita lihat langsung melalui kecanggihan gadget.


d. Pembelajaran Jarak Jauh

Istilah e-learning dan teleteaching sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan zaman ini, kegiatan belajar dan mengajar sudah tidak harus datang langsung ke pembimbing atau guru, kita bisa memanfaatkan tekonolgi untuk belajar jarak jauh. Bahkan banyak aplikasi pendidikan yang bisa di download gratis, seperti aplikasi bimbingan online Ruangguru, latihan soal-soal ujian nasional bahkan latihan soal CPNS yang semuanya gratis dan mudah diakses.

e. Jejaring Sosial

Generasi digital adalah generasi yang sangat mengutamakan eksistensi, generasi ini cenderung lebih terbuka, blak-blakan dan cara berpikirnya lebih agresif. Generasi digital akan mempertahankan eksistensinya di dunia digital daripada dunia nyata, mereka beramai-ramai memiliki akun media sosial yang tidak cukup satu, misalnya instagram, facebook, twitter, youtube, line dan lainnya. Di sini peran orang tua harus sangat ketat, orang tua harus membekali ilmu dan  menanamkan rasa malu serta etika, agar apa yang di upload atau didownload generasi digital adalah sesuatu yang bermartabat dan bermanfaat.

g. Mendorong Pertumbuhan Usaha

Jika kita ingin belajar seluk beluk usaha, mencoba membuka usaha sampingan, ingin membuka lapangan pekerjaan atau membuka layanan jasa hanya dengan duduk di depan komputer atau smartphone kita, semua itu sudah bisa kita lakukan dengan sangat cepat dan mudah di era digital. Kita bisa menjadi freelancer, penjual online shop, reseller, dropshipper, dan pekerjaan jasa antar jemput melalui aplikasi jasa (grab atau gojek).

h. Memperbaiki Pelayanan Publik

Pendaftaran peserta didik dan pengumuman kelulusan dalam penerimaan peserta didik baru dalam suatu sekolah atau perguruan tinggi juga sudah bisa dilakukan secara online. Pembuatan akte kelahiran, akte kematian, Kartu Identitas Anak (KIA), dan kartu keluarga juga sudah bisa dilakukan secara online di dinas kependudukan dan pencatatan sipil daerahnya masing-masing. Pelayanan bank sekarang sudah memudahkan kita dalam mentransfer uang, membayar tagihan bulanan dan menerima laporan per transaksi tanpa print rekening koran di bank. Hal ini karena adanya kemajuan teknologi dalam bentuk aplikasi internet banking atau mobile banking. Kita merasa nyaman, cepat dan mudah dalam bertransaksi perbankan hanya dengan smartphone atau komputer. Laporan SPT Tahunan sudah tidak perlu mengantri ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama, cukup dengan aplikasi e-Filing  pada komputer kita, kita sudah bisa melaporkan SPT dan mendapatkan bukti pelaporan.


Berikut ini adalah beberapa dampak negatif dari kemajuan teknologi informasi di era digital. Hal-hal yang harus diperhatikan orang tua dalam mendampingi putra-putrinya dalam menggunakan gadget adalah:

a. Kesehatan mata

Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh layar sangat berbahaya bagi kita jika terpapar terlalu lama, gelombang elektromagnetik ini antara lain dikeluarkan dari peralatan audio-video, handphone, televisi dan komputer. Terlalu lama terpapar radiasi layar baik televisi, komputer atau smartphone bisa berdampak pada kerusakan mata seperti minus dan silinder.


b. Masalah tidur

Tubuh manusia memiliki siklus alami untuk tetap terjaga pada siang hari dan terlelap pada malam hari. Jika mata kita terlalu lama terpapar layar smartphone atau komputer di malam hari, siklus alami ini menjadi rusak dan membuat otak kebingungan apakah ini waktunya tidur atau terbangun.  Rusaknya siklus ini karena otak berhenti menghasilkan melatonin, yaitu hormon yang merangsang tubuh untuk tidur, sehingga jika produksi hormon ini terganggu, siklus tidur akan terganggu.

c. Kesulitan konsentrasi

Masalah sulit tidur dan kurangnya waktu tidur membuat kita sulit untuk fokus dan belajar, otak menjadi lambat dalam bekerja dan sulit untuk berkonsentrasi dalam menangkap hal-hal baru. Tubuh menjadi lemas dan malas melakukan aktifitas harian, sehingga kemampuan berpikir dan berkonsentrasi menjadi terganggu.


d. Menurunnya prestasi belajar

Menurut hasil penelitian, pancaran layar smartphone ini bisa mereduksi kapasitas kognitif dan kemampuan fokus dalam belajar, sehingga pemahaman tentang suatu pelajaran menjadi terganggu bahkan cenderung tidak bisa memahami apa yang diajarkan, hal ini berakibat pada penurunan prestasi belajar anak.

e. Perkembangan fisik

Anak yang terlalu lama berada di depan gadget atau komputer bisa mengalami 2 kemungkinan, yaitu antara menjadi terlalu gemuk (obesitas) atau menjadi kurus. Faktor pemicu obesitas yang utama pada anak-anak adalah gaya hidup, pola makan yang tidak sehat dan berlebihan yang disertai duduk terlalu lama di depan TV, komputer atau gadget. Tubuh menjadi kurang gerak, sementara porsi ngemil dan makan terlalu banyak.

Game addict pada anak membuat anak menahan lapar, haus, dan keinginan buang air sehingga mengganggu sistem pencernaan, yang menyebabkan anak lupa makan hingga kurus bahkan nyawa bisa menjadi taruhannya.

f. Perkembangan sosial

Aktif di dunia maya memang penting, tapi aktif di dunia nyata juga tidak kalah penting. Anak-anak kita butuh bermain dan belajar bersosialisasi dengan dunia luar dan teman sebayanya. Kecerdasaan sosial anak adalah bekal utama dalam menghadapi dunianya di sekolah, dunia kerja dan hidup bersosialisasi ditengah masyarakat. Anak harus bisa belajar bertenggang rasa dan tolong menolong pada orang lain. Anak juga harus belajar merasakan berbagai nuansa perasaan hasil dari dia bergaul dengan teman sebayanya.

g. Perkembangan otak dan hubungannya dengan penggunaan media digital

Anak-anak usia balita sangat dianjurkan untuk bermain yang membuat dia berkeringat dan bereksplorasi terhadap lingkungan luar. Cahaya matahari, rumput dan tanah adalah wahana terbaik untuk perkembangan otak dan fisik anak.

h. Menunda perkembangan bahasa anak

Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan media digital bisa menunda perkembangan bahasa anak (speak delay) terutama pada anak-anak usia 2 tahun dan dibawahnya. Hal ini karena suara yang dikeluarkan dari kegiatan menonton adalah bentuk komunikasi satu arah, jadi anak tidak diajari komunikasi aktif, dia hanya pasif mendengarkan, tanpa harus berpikir dan mencoba untuk merespon dengan menjawab atau menirukan seperti orang yang berbincang.

i. Paparan hoaks dan pornografi

Maraknya akun hoaks di media sosial menjadi kewaspadaan dan filter tersendiri yang harus orang tua ajarkan pada anak-anaknya, ratusan akun hoaks yang sengaja dibuat untuk menyebarkan informasi palsu, menyebarkan ujaran kebencian dan penipuan sudah marak kita dapatkan di smarthphone kita. Pun dengan situs-situs pornografi yang bebas diakses siapaun dan dimanapun. Akses ke situs pornografi bahkan sengaja dibuat menarik oleh kaum pedofilia, karena mereka mencari mangsa anak-anak yang lengah dan lemah.

Semua sisi positif dan negatif kemajuan teknologi informasi di era digital ini menjadi perhatian dan pengetahuan yang harus dikuasai orang tua millenial untuk menyiapkan generasi digital yang ahli dan melek teknologi, tapi tetap memiliki moral dalam setiap mengkonsumsi dan memposting informasi. Generasi millenial juga harus dibekali ilmu agar berakal sehingga apa yang diposting memiliki manfaat dan martabat. Orang tua millenial harus belajar dari apa yang diajarkan guru kita, menteri pendidikan pertama di Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara, pahlawan nasional yang mencetuskan Patrap Triloka.
Ing ngarsa sung tuladha, - di depan memberi teladan.
Ing madya mangun karsa, - di tengah membangun semangat
Tut wuri handayani, - dari belakang memberi dorongan

Berpedoman pada tiga kalimat diatas, kita harus mendidik anak kita dalam 3 posisi dengan tugas berbeda ditiap posisinya. Pertama, memposisikan diri sebagai orang tua, memantaskan diri untuk dihormati dan dijadikan teladan yang baik bagi anak-anak kita. Orang tua menjadi yang terdepan, menjadi guru yang bisa digugu lan ditiru, sebagai sosok yang bisa menjadi contoh baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, serta apa yang harus dilakukan dan jangan dilakukan. Menjadi sosok yang harus bisa dibanggakan, karena anak-anak akan mudah meniru seseorang yang menjadi kebanggaan atau idolanya. Kedua, orang tua memposisikan diri sebagai “teman” yang senantiasa berada disampingnya, ada saat anak-anak kita membutuhkan kita di waktu yang paling penting dalam hidupnya, saat anak sakit, saat anak sedih dan saat anak unjuk prestasi, senantiasa menyemangati anak untuk terus berkreasi, berkarya hingga mampu menghasilkan produk barang dan jasa yang bermanfaat dan bermartabat. Ketiga, kita memposisikan diri sebagai orang yang berada di belakang layar, memotivasi dengan sedikit intervensi, menasihati tanpa introgasi dan mendorong dengan tujuan menolong.

Referensi
  • https://www.fimela.com/beauty-health/read/3723500/bahaya-radiasi-handphone-dan-komputer-sekaligus-cara-mengatasinya akses 6 Mei 2019
  • https://tekno.kompas.com/read/2017/07/18/19190057/7-efek-buruk-cahaya-layar-ponsel-bagi-mata-di-malam-hari?page=all akses 6 Mei 2019
  • https://mudazine.com/raisarft/pendidikan-ala-ki-hajar-dewantara-adalah-pendidikan-yang-progresif/ akses 6 Mei 2019
  • https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/kecil/wp-content/uploads/2018/11/MATERI-BIMTEK-MENDIDIK-ANAK-DI-ERA-DIGITAL.pdf akses 6 Mei 2019

Kamis, 02 Mei 2019

Menyelami Tagline Baru Perpustakaan Nasional

Pustakawan Berkarya Mewujudkan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, Dalam Rangka Ikut Serta Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat”

Oleh: Tri Utami, S.Hum

Tagline Perpustakaan Nasional Tahun 2019 ini sangat menantang bagi kita yang berprofesi sebagai pustakawan. Mengingat kembali karya apa yang selama ini telah kita buat, mengorek kembali hasil apa yang sudah kita kontribusikan untuk masyarakat, dan memecut semangat kita, sudahkah karya kita menyebar ke semua lapisan masyarakat? Sudahkah karya kita mengubah hidup masyarakat sampai semua lapisan?

Perpustakaan Nasional sebagai lembaga negara yang mengemban tugas mengadakan, mengolah, melayankan, melestarikan dan mengelola seluruh koleksi yang terbit di Indonesia menjadi ujung tombak dalam memfasilitasi masyarakat menemukan cita-citanya. Disinilah peran penting Perpusnas dan semua perpustakaan yang ada di Indonesia. Pustakawan dituntut mampu berkarya, menciptakan produk atau jasa baru yang berdayaguna dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya membuat masyarakat gemar membaca, tapi pustakawan diharapkan mampu menggali potensi-potensi pemustakanya, pustakawan mampu meningkatkan ketrampilan masyarakat agar tercipta kesejahteraan masyarakat.

Inklusi sosial memang sedang menjadi pembahasan dalam pencapaian tujuan kesejahteraan masyarakat. Upaya menempatkan martabat dan kemandirian seseorang sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan sejahtera. Pemerintah berusaha menjangkau masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, masyarakat dengan status sosial yang kurang dihargai di lingkungannya, dan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan formal rendah. Sebagai Warga Negara Indonesia, mereka memiliki hak yang sama dalam mendapatkan perhatian dan fasilitas pemerintah, bahkan jika ketrampilannya terasah dan terarah, mereka bisa menjadi potensi yang luar biasa bagi kemakmuran masyarakat kedepannya. Jangan sampai kegiatan yang tidak merata ini menciptakan eksklusi sosial.

Salah satu perpustakaan umum yang telah terpilih untuk melaksankan program revitalisasi perpustakaan berbasis inklusi sosial dan berhasil mensejahterakan masyarakat adalah Perpustakaan Kabupaten Musi Banyuasin. Perpustakaan Kabupaten Musi Banyuasin telah melakukan pengembangan perpustakaan sebagai sumber belajar dan berkegiatan. Contohnya, mereka mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), Sanggar Tari, Bimbingan Belajar Membaca dan Matematika, Salon Literasi, dan pendirian Pojok Baca di Polres Musi Banyuasin. Perpustakaan Kabupaten Musi Banyuasin memilih 5 Desa dan 1 Kelurahan sebagai penerima manfaat Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.

Perpustakaan Nasional sendiri telah melakukan banyak kegiatan untuk menjangkau masyarakat yang jauh dari perpustakaan, diantaranya aplikasi iPusnas, pusteling (perpustakaan elektronik keliling), kuda pustaka, sepeda pustaka, motor pustaka, kapal pustaka, pelatihan merajut dan kegiatan sosial lain seperti pelatihan bagi masyarakat di pedesaan. Tidak kalah pentingnya, Perpustakaan Nasional memiliki gedung layanan perpustakaan tertinggi di dunia yang terletak di civic center Jakarta, dengan berbagai macam layanan yang tersebar di 24 lantai dan 1 Gedung Cagar Budaya. Hal ini tidak lepas dari usaha Pemerintah melalui Perpustakaan Nasional untuk menarik pengunjung, membuat nyaman pengunjung dan memenuhi kebutuhan pengunjung. Perpustakaan Nasional buka setiap hari kecuali libur nasional.

Perpustakaan bertransformasi untuk memberdayakan masyarakat melalui karya-karya pustakawan. Karya pustakawan yang memperkuat peran dan fungsi perpustakaan, agar tidak hanya sekedar tempat penyimpanan dan peminjaman buku, tapi menjadi agen perubahan,  wahana pembelajaran sepanjang hayat dan pemberdayaan masyarakat.

Dari karya dan hasil kerja pustakawan inilah, masyarakat dari kalangan ekonomi rendah, masyarakat dengan status sosial kurang dihargai, dan masyarakat di daerah 3T (Tertingal, Terdepan, Terluar) diharapkan bisa menemukan passion-nya, mereka bisa menggali ketrampilan yang dimilikinya dan menghasilkan produk atau jasa yang berdaya guna, berhasil guna dan memiliki nilai jual yang tinggi. Mereka bisa meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk individu yang merdeka, utuh dan mampu bersaing di lingkungan masyarakat.

Masyarakat yang daerahnya memiliki potensi sayur pare misalnya, mereka bisa mendapatkan pengetahuan agar dapat mengolah pare menjadi keripik yng nilai jualnya lebih mahal dan pastinya lebih awet. Masyarakat mantan narapidana atau yang terasingkan karena status sosialnya, sebaiknya diberikan motivasi, ketrampilan dan bimbingan agar mereka bangkit, berkarya dan hilang rasa mindernya. Ibu- ibu yang menjadi korban kekerasan bisa mendapatkan pelatihan menjahit atau membuat kerajinan tangan yang bisa dijual, sehingga mereka bisa bangkit dan mandiri, jauh dar keterpurukan dan kemiskinan.

Peran perpustakaan tersebut di muka dalam mendukung cita-cita bangsa: "... memajukan kesejahteraan umum & mencerdaskan kehidupan bangsa ..." . Betapa mulia cita-cita bangsa Indonesia, dan perpustakaan ikut serta dalam mengemban tugas mewujudkan cita-cita mulia itu. Meskipun koleksi perpustakaan bukan milik atau karya kita, tapi ada jasa dan karya pustakawan disana yang tidak bisa dipungkiri. Pustakawan yang melakukan pengadaan koleksi, mengolah koleksi hingga siap layan, dan pustakawan yang melayani dan bertemu langsung dengan pemustaka.

Disinilah tugas paling mulia itu diemban oleh pustakawan. Bukan sebagai dokter kita bekerja, tapi sebagai pustakawan kita diharapkan mampu menyembuhkan “penyakit” jiwa dan pikiran masyarakat. Bukan sebagai fisioterapis kita menerapi, tapi sebagai biblioterapis kita mendampingi. Bukan dengan obat kita memnyembuhkan, tapi dengan koleksi kita mengubah keadaan.
                                                                                                                           
Sumber:
  • https://news.okezone.com/read/2019/01/03/65/1999638/perpustakaan-berbasis-inklusi-sosial-tingkatkan-kesejahteraan-masyarakat, diakses 24 April 2019
  • https://programpeduli.org/inklusi-sosial/, diakses 24 April 2019
  • https://www.mubaonline.com/berita/terpilih-laksanakan-program-perpustakan-berbasis-inklusi-sosial-dpk-muba-dapatkan-kunjungan-tim-monev-terpadu-muba3377t, diakses 24 April 2019