Tampilkan postingan dengan label Murad Maulana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Murad Maulana. Tampilkan semua postingan

Minggu, 12 Juni 2022

Inspirasi Desain Rak Buku Terpopuler Untuk Perpustakaanmu

Ok, foto ini saya ambil cukup lama. Kira-kira pada 2017-an. Saat itu, saya lagi ke Gramedia.

Inspirasi Rak Buku Terpopuler Untuk Perpustakaanmu

Sebagai inspirasi, akhirnya saya dokumentasikan foto desain rak buku dengan label "Top Ten Books" tersebut.  

Sepertinya parameter "Top Ten Books" di rak tersebut dari sisi penjualan. 

Nah, kalau di perpustakaan kalian bisa di custom sendiri ya, misalnya 10 buku terpopuler untuk yang sering dipinjam atau dibaca, atau lainya sesuai kebutuhan.

Desain rak buku terpopuler itu versi vertikal. Sebelumnya, saya juga pernah melihat untuk versi horizontal. Bagaimana menurut teman-teman?

Senin, 09 Mei 2022

Parameter Sukses Pustakawan

Menyoal sukses, saya atau mungkin anda sepakat bahwa sukses itu ada banyak parameternya. Lalu, jika dikaitkan dengan karir seorang pustakawan, kira-kira apa saja parameter sukses pustakawan itu? 

Parameter Sukses Pustakawan

Pertama, terkait pendidikan. Apakah anda setuju pustakawan yang bergelar doktor masuk dalam kategori pustakawan paling sukses? 

Kedua, jabatan. Secara hirarki karir pustakawan itu kalau mau disimpulkan, ya kepala perpustakaan. Anda yang pernah menduduki ditingkatan ini, sudah merasa sukseskah? Oh iya, satu lagi diplat merah mungkin kita kerucutkan karir tertinggi itu menjadi pustakawan utama atau katakanlah pustakawan senior dengan pangkat/golongan yang cukup tinggi, bahkan hingga mentok 4E. 

Ketiga, karyanya. Kalau membahas masalah karya, itu konteksnya luas. Jenis dan outpunya juga luas. Tapi, sejatinya karya itu tentu saja esensinya pada manfaat. Jadi, sejauh mana karya itu bermanfaat?

Keempat, penghasilan. Menyoal ini, masih banyak yang diskusi terkait penghasilan seorang pustakawan. Apakah penghasilan tinggi seorang pustakawan termasuk dalam kategori sukses juga? 

Kelima, dedikasi. Khusus yang ini akan berkaitan dengan idealisme seseorang dalam menjalani pekerjaannya sebagai seorang pustakawan. Bagaimana dengan anda? 

Keenam, tempatnya bekerja. Bisa jadi anda merasa sukses apabila bekerja sebagai pustakawan di kantor atau organisasi atau perusahaan bonafide? Atau bahkan mempunyai perusahaan sendiri dibidang kepustakawanan misalnya sebagai konsultan. Bagaimana?

Enam itu saja dulu. Pastinya masih ada banyak parameter lainya yang belum saya sebutkan diatas misalnya merasa sukses apabila diundang kemana-mana sebagai pakar, menjuarai lomba kepustakawanan atau berbagai prestasi lainya, mempunyai kedudukan penting di organisasi kepustakawanan, mempunyai banyak teman akrab pemustaka, memiliki skill mumpuni dan lain sebagainya.

Satu hal yang perlu menjadi catatan penting, sepertinya menyoal sukses pustakawan itu, pasti tidak tunggal. Namun demikian, biasanya ada faktor dasar misalnya terkait mindset dan cita-cita setiap individu. Kalau teman-teman pustakawan bagaimana? Sudah merasa sukseskah? Atau belum? Atau merasa cukup saja dengan dalih yang sudah umum diucapkan oleh banyak orang, misalnya "ngalir saja seperti air."

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1443 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga sukses...

Senin, 23 November 2020

Antara Vlog dan Blog Jangan Bandingkan! Kombinasikan Saja

Banyak yang berkomentar sekarang ini blog sudah mulai menurun pembacanya dan banyak yang mulai beralih ke vlog? Benarkah? 

Ok, saya akan jawab beberapa hal yang terkait. 

katadata.co.id
katadata.co.id

Pertama, membandingkan dua media vlog dan blog jelas tidak adil. Kenapa? Lah, wong satunya untuk media menulis sementara vlog untuk video. Tapi, kalau digabungkan keduanya itu bisa makin dahsyat. Kalau mau membandingkan coba dua paltform yang sama misalnya antara Youtube dan Vimeo. Walaupun, jelas yang satu sepertinya lebih banyak peminatnya. Tapi kedepan, siapa yang tahu nanti suatu saat Youtube mulai tergeser dengan pilihan yang lain. Kasus blog misalnya ada banyak pilihan blogger, wordpress, kompasiana, dll. 

Kedua, ada benarnya juga tanpa melihat statistik penggunaan blog dan vlog, saya merasakan ada penurunan pembaca. Apalagi tingkat minat membaca negara kita masih memprihatinkan. Vlog misalnya di Youtube memang cukup menggairahkan. Terlebih budaya menonton di negara kita masih cukup tinggi, jauh sebelum kemunculan vlog, hiburan seperti menonton televisi masih mengalahkan hiburan misalnya dengan membaca karya sastra. Saya tidak akan jauh mengambil contohnya, cukup dikampung sendiri. Pulang dari sawah, menonton tv merupakan kenikmatan tersendiri bagi mereka dan itu saya menyaksikan secara langsung. Sekarang ini dimana smartphone dan kuota yang semakin murah, maka kehadiran vlog tentu menjadi alternatif tontonan bagi mereka. Apalagi pembuat konten vlog semakin semangat memproduksi karena iming-iming rupiah, makin banyaklah video yang beredar.

Ketiga, saya orang yang masih percaya budaya menulis akan terus ada hingga akhir zaman. Boleh saja blog hilang ditelan waktu, tapi untuk aktivitas menulis akan selalu tetap ada. Saya pernah bilang dalam suatu acara knowledge sharing, bahwa tradisi menulis sudah dilakukan ribuan tahun yang lalu, hanya medianya saja yang berubah. 

Keempat, saya tidak menampik, memang realitanya ada banyak konten-konten yang dulunya diblog dan saat ini mulai beralih ke vlog misalnya saja tema wisata, kuliner, resep, tutorial apapun itu temanya, dan masih banyak yang lainya. Mungkin ada beberapa tema yang tetap bertahan di blog seperti materi-materi pendidikan. Walaupun, saat ini materi-materi pendidikan pun ada beberapa yang mulai dibuat secara visual agar lebih menarik. 

Kelima, antara vlog dan blog itu, dua-duanya hanyalah media saja. Tapi, aktivitasnya yang paling penting. Dunia blog misalnya menulis. Dunia vlog mungkin kreativitas dengan konsep visual dan audio. Dua-duanya memiliki jalan masing-masing dan memiliki penikmatnya sendiri. 

Nah, sebagai penutup, hemat saya antara blog dan vlog itu jangan dibandingkan! Tapi, kombinasikanlah keduanya. Vlog kodenya bisa di embed ke blog. Sebaliknya vlog dalam deskripsi atau video bisa mencantumkan link/tautan menuju blog. Dua-duanya bisa berjalan seirama seperti buku saya dulu Dua Dunia Seirama (he...2). Menurut kawan-kawan pustakawan bagaimana?

Note: 
Untuk melihat secara live postingan blog di dunia setiap hari bisa akses disini:
https://www.internetlivestats.com/watch/blog-posts/

Untuk melihat statistik pemanfaatan media sosial seperti Youtube cek di APJII 2018 (2019 sepertinya belum keluar). 

Kamis, 03 September 2020

Menjawab Pertanyaan Via Chat Webinar Ketika Pustakawan Bloger Berkisah

Acara webinar ngobrol-ngobrol santai nan ringan di Zoom "Ketika Pustakawan Blogger Berkisah," akhirnya bisa terlaksana malam tadi (3/9/2020). 

Terima kasih buat Ibu Labibah selaku moderator dan teman-teman Pustakawan Blogger walau tanpa panitia atau bisa juga disebut panitia dadakan, tapi bisa langsung aksi. 

Ketika Pustakawan Blogger Berkisah

Terima kasih juga buat Kang Yogi yang sigap hingga membuat flayer-nya dan cerita-cerita penuh motivasi sisi lain diblognya, Kang Ambar BSN sebagai host, mantap. Walaupun ada sebagian teman-teman yang mengalami kendala teknis seperti konon katanya mati listrik. Tapi, tak mengapa, semoga nanti bisa mengikuti acara pustakawan blogger selanjutnya. 

Terima kasih juga buat Luckty blogger yang terus konsisten menulis resensi buku (wawancara dengan blogger yang satu ini bisa dibaca disini: Sang Pustakawan dan Blogger Produktif dari Metro), Kang Irsan yang konsisten menulis tentang dunia literasi, Mas Danang sang dosen yang jos ceritanya, teman-teman pustakawan blogger lain yang keren ikut berdiskusi: Kang Nasrullah Sitam, Kang Wahid dari LIPI (wawancara dengan pustakawan keren ini disini: KTI Membuat Pustakawan Lebih Eksis), Kang Arif UGM semoga bisa lanjut Doktor Ekonomi Syariahnya (he..2), Ibu Bernadetta  dan Kang Yuan yang sudah urun rembug dan pastinya yang di tunggu-tunggu, Mbah Paijo yang super mantap dengan kisahnya. 

Terima kasih buat teman-teman lainya yang sudah ikut nimbrung. Semoga mulai menulis lagi, ya minimal di blog (he..2). 

Sedikit sejarah awal saya ngeblog, sudah diceritakan di acara tersebut. Kisah-kisah perjalanan saya terkait ngeblog juga sebenarnya ada di ebook yang sudah pernah publish diblog ini: Dua Dunia Seirama: Secarik Kisah Pengalaman Menulis Pustakawan Blogger.

Ok, kali ini saya ingin sedikit menjawab beberapa pertanyaan dari teman-teman melalui chat saat acara berlangsung dan kebetulan karena keterbatasan waktu, ada yang belum sempat dijawab. Pertanyaan ini hanyalah jawaban singkat pribadi, jadi teman-teman pustakawan blogger yang menjadi narasumber lainya (Purwoko, Yogi, Luckty, Irsan, dan Danang) atau teman-teman pustakawan blogger lainya, barangkali bisa memberi jawaban juga melalui blog ini. Pastinya pengalamanya akan berbeda-beda. 

Berikut pertanyaanya:

Assalamualaikum, mohon maaf sebelumnya, saya pustakawan tetapi bukan blogger, hehe. Saya tidak sengaja menemukan id zoom webinar ini dan saya tertarik mengikutinya. Semoga tidak diusir yaa.. hehe (Itanopii)

Semoga nanti tertarik untuk menulis salah satunya di blog ya.He..2

Gimana sih mas/mbak mempertahankan "nafas" di dunia bloger terutama nulisnya sih? (Muhammad khudri)

Sebenarnya sudah pernah saya singgung dan pernah tulis di buku "Motivasi Goblog: Semangat Menulis Blogger Pemburu Dolar" atau juga di slide saya "Motivasi Ngeblog ala Lebah,"  tapi dua hal yang mungkin bisa diawali:

1. Nulis yang ringan-ringan dulu, yang disenangi. 

2. Belajar konsisten dan berjanji pada diri sendiri misal satu hari satu tulisan atau kalau belum mampu satu minggu satu tulisan, dan seterusnya. Ayo praktik!

Mau tanya mbak/mas apa fungsi bloger dalam dunia perpustakaan pada masa sekarang setelah banyak disajikan media sosial lainya.? (Stefani Indah)

Bisa ladang promosi kepustakawanan, menuangkan ide awal gagasan kepustakawanan, personal branding, dan sejenisnya. Kendati sekarang banyak pilihan media sosial lainya, itu bisa dijadikan pelengkap. Misal tulisan di blog bisa di share di Facebook, Twitter, atau mungkin juga di Instagram dengan kemasan format visual (kasih link blognya). Bagaimana dengan Youtube? Bisa di combine. Sekarang ini, Youtube bisa jadi alat pemancing, tautkan link blognya di deskripsi video. Bisa sebaliknya, di embed kode Youtube di blog. Bahkan, menulis zaman now bisa di Youtube misal yang terkenal dengan istilah "Spoken Word"  

Saya mau tanya lebih bagus mana membuat artikel blogger dengan membahas satu topik saja apa campur-campur kayak gado-gado (Veny Fitriyanti)

Dua-duanya ok. Saya pribadi kenapa gado-gado? Untuk memancing pembaca lain, barangkali nanti gak sengaja membaca tulisan kepustakawanan. Terus tertaik. He..2

Klo satu topik juga ok. Bisa jadi pakar kelak dalam jangka panjang. Walaupun kalaupun ngomongin pakar, sering kali dikaitkan dengan harus banyak tulisan ilmiahnya. Tapi, menurut saya blog bisa menjadi covernya dululah. Misalnya ingin fokus nulis satu topik khusus "perilaku informasi," monggo dicoba, konsisten menulis tentang itu. Tulisan dengan gaya bahasa populer juga tak mengapa. Bisa dari berbagai perspektif. Di pencarian mesin pencarian juga saya yakin bisa lebih mudah menduduki peringkat pertama ketika ada yang mencari kata kunci itu.

Bagaimana caranya menumbuhkan rasa PD menulis di blog? (Moh Mursyid) 

Wah ini, yang nanya biasa nulis. Khusus akang ini skip aj deh.he..2

Bagaimana cara buat blog mas? (Nona Rosalinda)

Teknis ini, gampang, gak sampai 5 menit. Yang perlu perjuangan adalah menulis berkelanjutannya. "membuat blog itu mudah, menulis berkelanjutan yang perlu perjuangan." Banyak yang membuat blog, seminggu kemudian jadi blog berhantu.  

Bagaimana dampak yang signifikan blogger pustakawan terhadap perpustakaan? Apa ada dampaknya dengan misal lomba perpus maupun akreditasi perpus? Terima kasih (Senirah)

Saya jawab singkat ya, perpustakaanya bisa dikenal dengan mudah. Itu saja dulu. 

Untuk lomba atau akreditasi perpustakaan saya belum pernah ikut. Jadi, mohon maaf gak bisa jawab.

Ok, itu saja jawaban singkat dari saya pribadi. Teman-teman narasumber lain, silahkan pengalamannya bisa tulis diblog ini. Kalau ada pertanyaan yang terlewat, mohon maaf ya.

Salam,

Pustakawan Blogger Indonesia

Sabtu, 04 Juli 2020

Sang Pustakawan dan Blogger Buku Produktif dari Metro

Ingin menjadi pustakawan produktif menulis? Bagaimana caranya? Pastinya ada banyak cara kalau kita mau berusaha dan mau konsisten menekuninya. Nah, pustakawan yang satu ini adalah pustakawan produktif menulis yang tak asing namanya. Pada 2016 saya pernah menulis Blog Para Pustakawan yang Perlu Anda Kunjungi, salah satunya adalah pustakawan penggemar buku Totto-Chan ini. 

Dia seorang pustakawan sekolah, aktif menulis buku fiksi, penyunting dan penyusun naskah, seorang reviewer buku khususnya novel dan cerpen, reviewer film juga loh, dan aktif diberbagai komunitas seperti Blogger Buku Indonesia, SLiMs, Pustakawan Blogger, dan masih banyak yang lainya.

Menyoal karya dan penghargaan, jangan ditanya! Banyak dan berderet. Dari lomba resensi buku, lomba pustakawan berprestasi, lomba blog, pokoknya banyak. Belum lagi pengalaman-pengalaman untuk program perpustakaan sekolahnya yang kreatif dan menarik. Saya kira, pustakawan sekolah bisa belajar dari pustakawan sekaligus reviewer buku ini.

Librarian Footnotes

Ok, siapa dia? Dia adalah Luckty Giyan Sukarno. Ada banyak kisah menarik darinya mulai dari buntelan buku, awal bekerja di perpustakaan sekolah yang membawa buku sendiri hingga 100 novel, diprotes oleh penulis aneh karena tulisan review bukunya hingga sebagai seorang pustakawan yang pernah diragukan karena bisa mereview ratusan buku dalam setahun. Penasaran?

Ok, langsung saja ya. Ini dia wawancara saya dengan Mba Luckty.

Mba Luckty salah satu pustakawan sekolah yang paling konsisten untuk menulis review buku khususnya genre novel dan cerpen. Susah dan masih jarang loh yang sekonsisten kaya Mba Luckty. Boleh tahu lebih tepatnya mulai kapan aktif ngeblog khusus tentang review buku  dan apa sih yang menjadi motivasinya? Lalu apa trik biar bisa konsisten seperti itu?

Aku mulai nulis review buku sebenarnya mulai dari akun multiply sekitar tahun 2008. Itupun gak khusus review buku aja, tapi review film. Karena pada dasarnya selain suka baca, aku juga suka nonton film. Lalu lanjut buat blog http://luckty.wordpress.com pas skripsi, itupun isi blog didominasi seputaran apa pun tentang Ayat-ayat Cinta, karena dulu skripsi bahas itu. Hingga selesai skripsi, akhirnya didominasi review buku sampai sekarang. Apalagi sejak 2011, aku tergabung dalam komunitas Blogger Buku Indonesia yang salah satu syaratnya harus memiliki blog khusus seputaran buku. Sejak 2013, tulisan non buku seperti kuliner, traveling, ama review film aku ulas di http://catatanluckty.blogspot.com. Sedangkan seputaran perpustakan, aku ulas di http://perpus.sman2metro.sch.id/. Beranak blog ini, hahaha... x))

Sebenarnya gak ada trik khusus karena pada dasarnya suka aja. Aku gak ada target dalam menulis blog, sesuka aku aja karena pada dasarnya nulis di blog. Jadi gak beban. Kecuali kalo itu ada semacam giveaway atau blogtour bekerjasama dengan penulis atau penulis yang memang terjadwal. Terlepas dari itu, aku gak ada patokan khusus.

Terlihat konsisten mungkin karena aku kalo posting gak pernah keliatan bolong, misal sebulan gak posting apa-apa, belum pernah kejadian kayak gitu sejak 2008 punya blog. Caranya adalah sebenarnya aku punya semacam tabungan draft postingan. Jadi misal pas bulan Ramadhan, aku gak baca buku apa-apa, tapi bulan sebelumnya aku udah ada draft review buku yang artinya bisa diposting buat bulan berikutnya. 

Menariknya setiap tahun juga dibuat semacam kaleidoskop bahan bacaan. Adakah target setiap bulan bahan bacaan yang harus dibaca itu misal berapa judul?

Aku gak melulu tiap hari baca, sehari bisa baca satu atau dua buku, atau dua minggu gak baca apa-apa juga pernah. Soalnya kalo banyak kegiatan juga pasti lelah kan, sedangkan membaca butuh pikiran yang tenang. Aku bukan tipe pembaca yang bisa membaca di mana saja, jadi sering ada yang berpikiran kalo aku bisa banyak baca buku karena nggak ada kerjaan itu keliru banget. Di sekolah, hampir tidak pernah murid melihatku membaca, jadi mereka suka heran kalo aku posting review buku, soalnya kapan bacanya, hahaha.. x)) 

Aku cenderung lebih suka baca di rumah, rebahan di tempat tidur atau di ruang tamu sambil duduk. Begitu juga dengan menuliskan reviewnya di rumah karena nulis juga butuh ketenangan. Jadi sama halnya dengan nulis, aku juga gak ada target khusus buat baca. Beberapa tahun aku terlihat banyak baca buku (sampai nembus 200-an) tiap tahun, selain karena banyak tawaran kerjasama giveaway/blogtour juga karena sebenarnya semakin banyak aku nulis review, akan semakin deras buntelan buku dari penulis maupun penerbit. Dulu pas aku awal masuk kerja di perpustakaan sekolah kan gak ada novel populer, adanya novel-novel jaman pujangga seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan lain-lain. Aku bawa dari rumah sekitar 100-an novel yang layak baca untuk remaja yang awalnya hanya aku taro sementara akhirnya berakhir menjadi koleksi perpustakaan sekolah. 

Kenapa? Mungkin memang akan beresiko buku-bukunya rusak bahkan hilang, tapi melihat ekspresi murid-murid yang antusias baca novel, jadilah aku mengikhlaskan buku-buku tersebut untuk koleksi perpusakaan sekolah. Lebih baik buku dimakan rayap karena dibaca daripada disimpan rapi di rak toh akhirnya rusak juga dimakan rayap, hahaha... x))

Dan tanpa disadari, semakin banyak kita memberi, bukan semakin hilang buku yang kita punya. Justru semakin banyak buku berdatangan baik dari penulis maupun penerbit. Uniknya lagi, nggak sekali dua kali, aku dapet kiriman buku dari seseoarng yang sebenarnya gak kenal, tapi karena liat postinganku di twitter, mau mengirimi buku-bukunya yang masih layak baca untuk perpustakaan sekolah. Jadi sebenarnya tanpa perlu mengemis meminta buku, nanti bakal banyak yang tergerak untuk memberikan buku secara cuma-cuma.

[Serba-Serbi] Buntelan Buku pernah aku ulas lengkap di postingan ini: https://luckty.wordpress.com/2015/07/14/serba-serbi-buntelan/

Apa suka dan dukanya  selama menjadi pustakawan sekaligus blogger review buku? Boleh donk cerita pengalamannya? 

Lebih banyak sukanya dibandingkan dukanya. Sebenarnya aku sudah merasakan mendapat kiriman buku sejak 2008 via multiply. Waktu itu aku suka banget Laskar Pelangi, jadi isi multiplyku didominasi artikel hal apa pun tentang Laskar Pelangi. Nah, ada Mbak Ditta dari Mizan Group. Beliau menjadi semacam Peri Buku yang pertama kali mengirimkan buku. Dan sejak 2008 itu pula, selain di blog wordpress dan multiply, aku juga posting review buku via notes Facebook yang membawaku akhirnya berkenalan dengan banyak Peri Buku dari berbagai penerbit dan juga banyak penulis. 

Aku dulu gak kepikiran ngelist buku apa aja yang didapat, baru sejak 2013 aku me-list apa saja buku yang didapat setiap tahunnya.
  • 2013 buntelan yang diterima 133 buku. 
  • 2014 buntelan yang diterima 358 buku
  • 2015 buntelan yang diterima 285 buku
  • 2016 buntelan yang diterima 150 buku
  • 2017 buntelan yang diterima 102 buku
  • 2018 buntelan yang diterima 98 buku
  • 2019 buntelan yang diterima 133 buku
Nah, kalo dukanya ini nih. JUNI – JULI 2019, aku ada cerita tentang drama yang kualami di dunia blog buku. Seumur-umur, sejak 2008 nge-blog, baru ini loh dikomplain penulis karena hasil resensiku katanya terlalu pedas. Aku balik mikir, selama ini nulis postingan review buku lebih pedas dari ini nggak pernah komplain penulisnya. Bahkan para penulis yang udah punya nama besar, woles aja mereka. 

Lucunya, malah ada yang jadi akrab karena terlibat project bareng. Misal, Erisca Febriani yang dulu awal muncul dengan fenomen #DearNathan-nya. Aku nggak suka buku tipe ini. Menye-menye banget istilahnya. Tapi kan aku nggak suka bukunya, bukan orangnya. Akhirnya pernah ketemu langsung pas 2017. Waktu itu Bukune lagi ada semacam road show keliling ke beberapa kota gitu. Pas di Lampung, salah satunya milih di Metro. Dan kebagian rejeki, mereka nawarin project ini ke aku. Siapa yang nggak mau. Dapet ilmu workshop menulis gratis kayak gini. Apalagi murid-murid pada antusias. Kita ngobrol banyak sebelum acara dimulai. Anaknya humble banget. Nggak hanya ngomongin buku, tapi juga perpustakaan. Aku masih inget kata-kata dia pas bilang perpus sekolah dia dulu nggak kayak perpus tempat aku kerja yang menyenangkan ini. Hadudu..jadi GR x))

Seiring waktu, tulisan Erisca makin matang. Terlihat perbedaannya di novel-novelnya yang sekarang. Salah satunya adalah Serendipity yang menurutku jauh lebih baik dibandingkan Dear Nathan.

Begitu juga dengan Boy Chandra. Di awal kemunculannya, aku pernah nulis review pedas tentang novel perdananya, Origami Hati. Awal ahun 2016, tiba-tiba dia main ke perpustakaan sekolah. Waktu itu bareng Galih Aditya, alumni di sekolah tempat aku kerja yang memang akrab ama Boy dari sebelum terkenal. Mana si Galih pas ngenalin aku ke Boy bilang ini loh yang review buku lo yang ditunjukkinnya di blog. Ihhh…malu banget rasanya, hahaha… x)) Trus, pas 2019 kemarin, pas DISPUSARDA Kota Metro mau ngadain Talkshow Menulis, aku rekomendasiin buat ngundang Boy Chandra. Diantara banyak nama penulis yang diajukan (Nggak hanya dari aku aja, banyak para senior literasi di Metro) justru pendapatku yang di acc. Pak Kadis memang gitu. Apa-apa kalo aku yang usul, Pak Kadis mah yess aja. Padahal aku bukan pegawai di sana loh x)) Dan karena aku dianggap lebih paham dunia kepenulisan (padahal aku aja belum punya buku terbitan mayor), aku yang dimandatkan oleh DISPUSARDA menjadi LO alias yang akan mendampingi Boy Chandra di manapun berada kelak selama di Metro. Sama seperti Erisca, Boy juga enak diajak ngobrol. Nggak hanya bahas buku, kaget juga aku pas dia bahas perpustakaan. Enak ngobrolnya, kayak ama teman sendiri x)) 

Balik ke drama blog buku. Itu adalah dua contoh yang bukunya dulu aku nggak suka tapi malah berteman dengan mereka pada akhirnya. Tidak ada masalah. Nah, yang bikin masalah ini adalah baru kali ini ngalamin penulis yang agak aneh menurutku. Dari awal emang udah keliatan rewel. Salah aku juga sih dulu nggak teliti pas ambil job kali ini. Jadi, dia minta buat di promosiin bukunya nggak hanya di blog, tapi juga medos. Aku udah bilang di awal kalo aku nggak ada IG khusus buku, palingan nanti aku posting di IG perpus tempat aku kerja seperti buku-buku lainnya yang aku dapatkan selama ini. Pas di post, komennya lucu banget. Biasanya kalo penulis bukunya di posting, minimal ngasih love atau nulis komentar makasih dsb, ini malah komennya ‘kok bisa dapet buku ini’. Piye thooo… x))

Pas aku posting reviewnya, dia minta reviewnya diubah. Lha, seumur-umur baru kali ini ada yang request kayak gini. Aku nggak mau. Di juga kekeh nyuruh ubah. Ampe panjang banget percakapan kita di wa. Aku sebenarnya males ngeladenin. Ngabisin waktu dan tenaga. Aku ampe konsultasi via wa ke beberapa teman blogger buku lainnya. Aku nyuruh mereka baca postinganku apa ada yang kasar dengan postinganku. Mereka bilang tulisanku biasa aja. Ini nggak satu orang loh, ada beberapa biar objektif. Dan memang menurutku nggak ada yang kasar. Kritik yang aku lontarkan pun juga aku kasih solusinya untuk hal-hal yang ganjil di buku itu. Jadi nggak hanya sekedar kritik aja. Karena dia ngotot terus, dan menganggap kalo blogger buku itu kayak marketing yang kayak jualan buku artinya harus nilai baik sebuah buku (whaattt?? Dia bilang blogger buku = marketing buku, fix sakit nih orang, hahaha…) akhirnya solusi dari aku adalah reviewnya aku apus aja. Dia masih belum terima. Karena capek ngadepin dia, akan aku hapus postingan reviewnya dan aku kembalikan bukunya. Dia masih ngotot dengan kalimat makin lama bikin capek bacanya. Pokoknya dia melakukan pembenaran melulu. Aku cek instagramnya memang orang ini aneh. Seperti aku bilang, salah di aku juga dari awal nggak teliti. Waktu itu hanya cek penerbitnya yang ternyata penerbit ini tuh selain buku terbitannya (secara mayor) juga ada lini terbitan indie. Nah, ternyata penulis ini yang secara indie. Pantes aja buku kacrut kayak gitu kok lolos, hahaha… x)) ini bukan berarti buku indie tuh jelek ya. Aku juga sering baca buku terbitan indie, dan bagus-bagus kok. Ini pas apes aja kali yaaa… x))

Setelah lumayan memakan waktu ampe beberapa minggu gitu, akhirnya dia mau kalo aku hapus reviewnya dan kirim balik bukunya. Epiknya lagi, dia minta buku itu dikirim pake sampul plastik kayak buku baru. Untung aja buku itu belum aku stempel dan tempel barcode untuk koleksi perpus sekolah. Aku iyain aja deh meski kudu nyari plastik, hahaha… pas ngirim juga drama loh, aku sore-sore pulang sekolah, ujan deres pula, untung bukunya nggak kebasahan di dalam tas. Biarlah orangnya aja yang keujanan. Nasibbbb… x))

Aku sebenarnya nggak sakit hati ama ni orang. Hanya ngelus dada, kok ada ya orang kayak gini. Benar-benar jadi pengalaman berkesan selama menjadi blogger buku sejak sepuluh tahun ya baru ini ngalamin. Selama itu, dia sama sekali nggak ngucapin terima kasih, bahkan sampai bukunya aku balikin itu. Ehhhh… pas sekitar sebulan kemudian, nggak ada angin nggak ada hujan dia minta maaf. Terus mau ubah isi bukunya (yang tempo hari menurutku ada beberapa yang gak pas). Aku disuruh ngereview (lagi) bukunya, nggak pake waktu kapan aja aku bisa, dan tulis apa aja yang aku mau. Ogaaaaahhhh…. gemblung apa aku kalo masih ngeladenin dia yang kataku aneh itu… hahaha… X))

[Serba-serbi] Blogger Buku pernah aku ulas di postingan ini: https://luckty.wordpress.com/2016/03/19/serba-serbi-blogger-buku/

Aku & Blog Buku, judul buku yang mencerminkan Mbak Luckty  sebagai seorang pustakawan, blogger yang rajin mereview buku. Kalau tidak salah sampai seri ke-9 ya? Bisa diceritakan ide atau konsep awalnya hingga menerbitkan buku tersebut? 

Itu idenya spontanitas aja pas 2013. Jadi pas tahun itu kan udah lumayan banyak resensi yang selama ini diposting, nah kepikiran buat semacam kumpulan reviewnya. Dan kebetulan waktu itu dibuatin covernya ama adik, dan cuma diganti warna tiap seri buku dibantu murid, jadi deh bukunya. Nggak ada target khusus, hanya kepuasan batin aja, hahaha... x))

Banyak prestasi yang diperoleh Mba Luckty mulai dari kontes review buku, resensi buku, lomba blog kepustakawanan dan masih banyak yang lainnya.  Apa sih trik atau kiat khusus untuk mereview buku novel atau kumpulan cerpen ala “Mba luckty”?

Sudah aku jelaskan di atas, gak ada trik khusus. Hanya rasa suka aja. Beda kalo menulis menjadi semacam kewajiban atau beban, pasti rasanya berat dan cenderung menjadi beban.

Tapi aku pernah mengulas tentang seputaran review buku, judul postinganya Serba-serbi Review Buku (https://luckty.wordpress.com/2015/09/25/serba-serbi-review-buku/) yang mungkin bisa membantu dan bermanfaat bagi yang ingin mencoba menulis review buku.

Bukan hanya aktif menulis di blog, Mba Luckty ini produktif juga menerbitkan karya buku, tercatat hingga ada 25 karya sudah diterbitkan (termasuk Aku & Blog Buku). Boleh ceritakan tips dan trik bisa seproduktif itu?

Pas aku lulus kuliah, sebenarnya aku sempat nganggur selama setahun pas pulang kampung sekitaran tahun 2010. Waktu itu tiga adek-adekku masih kecil-kecil sementara mamaku meninggal pas aku masih kuliah. Jadi itu alasan utama aku pulang kampung, dan bahkan gak mikir nanti apa bisa kerja pas balik kampung. Selama setahun itu, aku lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya dan berkenalan dengan teman-teman maya yang ternyata memilliki passion yang sama. Nah, dari situlah aku jadi ikut beberapa antologi. Waktu itu nggak mikir jauh, yang penting nulis aja. Mungkin karena dulu punya banyak waktu alias pengangguran selama setahun, jadi punya waktu untuk nulis, hehehe... x))

Turut berduka cita Mba Luckty. Ok, selama ini, apa hambatan dalam menulis, baik ketika menulis di blog dan buku?

Hambatannya hanya lebih ke waktu dan mood, wajar sekali ini terjadi. Ya namanya juga manusia, kita bukan robot. Kalo lagi nggak mood, ya gak usah memaksakan diri.

Oya, aku pernah ulas masalah ini di postingan [Serba-serbi] Reading Slumps https://luckty.wordpress.com/2017/05/12/serba-serbi-reading-slump/]

Mba Luckty juga pernah menjadi pustakawan berprestasi mewakili Lampung di Perpusnas, tentu ada banyak penilaian dari dewan juri, salah satunya mungkin tulisan. Bisa diceritakan sedikit kisahnya tentang pengalaman itu? 

Sebenarnya dibandingkan peserta lain saat di nasional, aku jauuhhh lebih sedikit pengalamannya. Begitupula dengan karya, dibandingkan dengan yang lainnya nggak ada apa-apanya banget. Karya tulisku juga sebenarnya sederhana banget. Untuk Pemilihan Tendik Tenaga Perpustakaan Berprestasi versi Kemdikbud, mewakili Lampung di nasional tahun 2016, best practiseku judulnya Promosi Perpustakaan Melalui Media Sosial. Tahun segitu, belum ada perpustakaan sekolah yang memiliki akun khusus di media sosial, terutama instagram.  

Sedangkan tahun 2017 saat mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi versi PERPUSNAS, karya tulisku di nasional berjudul Meningkatkan Minat Baca Melalui Blog. Dilihat dari dua judul ini, sebenarnya judulnya sangat sederhana. Mungkin yang bikin menarik adalah dua judul itu nggak hanya mentah semata, tapi memang sudah diaplikasikan langsung di kehidupan nyata selama aku bekerja di perpustakaan sekolah jadi banyak dokumentasi dari kegiatan tersebut. Selama ini memang hal-hal yang aku lakukan di perpustakaan sekolah, aku simpan dokumentasinya di facebook, jadi saat ada lomba atau event apa pun yang mengharuskan adanya dokumentasinya, tinggal aku ambil saja dari album facebook.

Oya, jadi teringat. Tahun 2017 saat mengikuti Pemilihan Pustakawan Berprestasi versi PERPUSNAS, sesi wawancara ada satu pertanyaan yang menggelitik dari salah satu juri yang meragukan kemampuanku dalam setahun bisa menulis ratusan review buku dan dianggap aku tidak mengerjakan jobsdesk pustakawan yang lain. Sedih akutu...hahaha... x))

Apa pesan-pesan dari Mba Luckty untuk teman-teman pustakawan yang baru menjadi pustakawan khususnya di perpustakaan sekolah agar produktif berkarya?

Sebenarnya nggak hanya untuk yang bekerja di perpustakaan sekolah. Pekerjaan apa pun yang dari hati, akan terasa lebih ringan dibandingkan pekerjaan yang kita kerjakan penuh beban. Bekerja sesuai passion memang lebih menyenangkan, sebab seberat apa pun pekerjaan itu, akan dengan senang hati kita menjalaninya.

Mba Lucky pasti banyak pemustaka/pembaca loyal dari  kaum milenial di perpustakaan sekolahnya terutama para siswa sekolah. Selama ini apa pengalaman menarik terkait aktivitas mba Luckty yang melibatkan para siswa-siswa tersebut?

Banyak ya, beberapa pernah aku tulis di blog, atau minimal aku jadikan status di sosial media biar gak lupa sapa tau kapan-kapan bisa jadi bahan tulisan. Beberapa diantaranya adalah pernah ada murid pengen kuliah di salah satu instansi pemerintahaan tentang intelegen karena baca novel dengan tema tersebut, ada juga murid ‘istimewa’ yang saban hari selalu nanya adakah serial Naruto yang terbaru, bahkan ada juga murid nanya buku yang dia baca kemarin minta dicariin bukunya tapi lupa judulnya x))

Selama ini, program apa yang menarik untuk perpustakaan sekolah terkait dunia baca dan menulis dengan para siswa?

Namanya juga perpustakaan sekolah negeri, pasti ya terbatas masalah pendanaan. Tapi bukan berarti menghambat kita dalam berkreativitas. Pernah selama tiga angkatan awal aku kerja di perpustakaan sekolah untuk membuat buku semacam kumpulan pengalaman mereka di sekolah. Aku juga sering ngadain giveaway kecil-kecilan via instagram untuk momen tertentu. Modalnya adalah selama ini kan aku selain dapet buku dari penulis maupun penerbit, juga dapat berbagai macam merchandise yang bisa kita bagikan ke murid. Mulai dari kaos, totte bag, gantungan kunci, pin dan sebagainya.

Salah satu lomba paling unik yang pernah aku lakukan adalah lomba menghitung buku di lemari yang sengaja aku taro acak-acakan biar susah menghitungnya. Meski begitu, banyak sekali yang ikut. Tidak hanya murid, tapi juga bapak ibu di sekolah. Hadiahnya berupa paket buku.

Ok terakhir, apa buku favorit Mba Luckty dan motto hidupnya? 

Kalo ditanya apa bacaan yang paling favorit, tentunya Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela yang ditulis Tetsuko Kuroyanagi ini meski aku bacanya telat banget, jaman kuliah pas dikasih rekomendasi ama kakak kelas. Ada beberapa alasan kenapa buku ini jadi favorit. Pertama, buku ini mengajarkan bahwa setiap anak adalah istimewa. Siapa sangka, Totto-chan yang berganti sekolah, seragamnya belepotan jika pulang sekolah, dan hal-hal 'ajaib' yang dilakukannya saat kecil, saat dewasa, kelak menjadi salah satu Duta Kemanusiaan UNICEF (1984-1997)

Kedua, lewat buku ini, aku jadi kepengen punya perpustakaan dari gerbong perpustakaan kayak perpustakaan di sekolahnya Totto-chan, kayaknya seru gitu, hehehe..

Ketiga, bu guru Totto-chan menyarankan jika bekal yang dibawa murid-muridnya seharusnya dianjurkan dari laut (maksudnya ikan dsb) dan pegunungan (maksudnya sayur-mayur). Makanan sehat menjadi salah satu faktor penentu pertumbuhan seorang anak. Bukunya udah kucel banget. Dan sampe sekarang masih laris dipinjam. 

Mottoku sejak SMA gak pernah berubah: Memberi jika menerima, menerima jika memberi.

Terima kasih Mba Luckty sudah meluangkan waktunya untuk wawancara. Sukses selalu untuk Mba Luckty.

Sama-sama.

Profil Singkat

Luckty Giyan Sukarno
Luckty Giyan Sukarno

Nama: Luckty Giyan Sukarno
Pendidikan: S1 Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Universitas Padjajaran
Pekerjaan: Pustakawan SMAN 2 Kota Metro

Daftar Karya dan Penghargaan: Cek disini ya, banyak sekali. Luar biasa.

Media Sosial: 
Blog: 
Baca tulisan Luckty di blog Pustakawan Blogger disini

Demikian untuk sesi wawancara minggu kali ini. Semoga bermanfaat dan dapat menginspirasi.

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia

Sabtu, 27 Juni 2020

Awalnya Menulis KTI Karena Tugas dan Keterpaksaan, Saya Ingin Menulis Buku Solo

Narasumber minggu kali ini adalah bisa dibilang pustakawan yang rajin menulis karya tulis ilmiah (KTI). Walaupun sering juga menulis di blog Pustakawan Blogger dengan kisahnya yang terkenal dengan nama si “Bulan.” Tidak hanya itu, beberapa buku antologi juga ia tulis bersama dengan pustakawan lainnya. 

Hariyah bersama Kang Maman (dari kanan, urutan pertama)
Hariyah bersama Kang Maman (dari kanan, urutan pertama)

Namanya Hariyah. Pustakawan yang produktif menulis dari Perpustakaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Saya mencoba mencari namanya di mesin pencari Google dengan kata kunci “Hariyah Pustakawan,” dan hasilnya dari total 530 pencarian empat besar di urutan pertama memang luar biasa yaitu Google Scholar miliknya dan empat lainya adalah tersemat di jurnal daring dan katalog bersama IOS (21 Juni 2020). Ini artinya, tidak salah kalau narasumber yang satu ini adalah pustakawan yang rajin menulis karya tulis ilmiah. 

Ok, langsung saja ini hasil wawancaranya:

Assalamu’alaikum Ibu Hariyah. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat ya? 

Alhamdulillah sehat-sehat, semoga demikian juga Mas Murad.

Kalau saya melihat di Google Scholar, KTI anda ada sejak 2001. Saya yakin ada tulisan yang belum dimasukan di Google Scholar tersebut. Ok, persisnya sejak kapan anda menulis KTI? 

Sebenarnya tulisan di 2001 itu adalah KTI wajib alias skripsi, hihihi. Sebenarnya saya menulis KTI sejak kuliah S2 tahun 2014. Karena dipaksa harus banyak menulis karya ilmiah dan juga dikirim ke jurnal ilmiah, maka mau tak mau, terpaksa, harus menulis dan akhirnya menjadi terbentuk keinginan untuk menulis lagi, ya itu hikmahnya juga.

Anda rajin menulis KTI di jurnal dan konferensi internasional, apa tujuan dan motivasinya?

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, awalnya karena tugas kuliah saat S2. Lalu dari situ saya punya banyak teman, punya banyak informasi, banyak mengambil manfaat dari pertemuan-pertemuan/konferensi nasional atau internasional, menambah pengalaman dan motivasi. Dan meningkatkan kompetensi diri. Maka saya pun kemudian mencoba-coba untuk menulis dan ikut konferensi.  Senang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui tulisan dan konferensi yang saya ikuti.

Ketika menulis KTI dari mana ide awal itu muncul untuk dijadikan tulisan?

Ide bisa  berasal dari kantor/dari perpustakaan yang saya kelola, dari hasil diskusi, dari pengalaman teman,  atau dari hasil membaca KTI atau bacaan yang lain. Terkait ide dari kantor/perpustakaan, dengan segala keadaannya saya menjadikannya sebagai bahan untuk berbagi pengalaman. Saya berharap dari sini, saya akan mendapatkan banyak masukan untuk perkembangan perpustakaan saya. Selain itu saya pun ingin memperkenalkan/mempromosikan lembaga saya khususnya dalam hal terbitan lembaga hasil penelitian dan kediklatan. Setidaknya lembaga saya menjadi lebih diketahui masyarakat, apa kiprahnya untuk masyarakat.


Dalam menulis KTI anda juga pernah berkolaborasi dengan penulis lain. Manfaat apa yang diperoleh ketika menulis secara kolaborasi dan adakah kendalanya?

Ya menulis secara kolaborasi jauh lebih baik daripada menulis sendiri. Banyak ide yang bisa dihasilkan dan tulisan akan lebih berkembang, lebih baik. Tugas kepenulisan juga bisa dibagi, yang mencari literature, membuat kerangka pemikiran, metodologi dan lainnya. Tulisan lebih sempurna, pemikiran lebih komprehensif. Kekurangannya, ya palingan saat harus berkordinasi atau saat menentukan titik temu karena banyak kepala, tapi itu pun sejauh ini bisa disepakati dan tidak banyak masalah. Sementara menulis sendiri, ya pastinya semua dikerjakan sendiri, lebih melelahkan. Jika ada kekurangan pada tulisan belum tentu disadari oleh penulis sendiri. Memang menulis sendiri lebih fokus, dan tidak memerlukan banyak kordinasi atau ide-ide yang perlu disinkronkan, Tetapi trend nya saat ini adalah menulis secara kolaborasi, author dan co-author.


Pengalaman berharga apa yang di dapatkan setelah banyak menulis KTI?

Ketrampilan menulis dan kebiasaaan membaca makin terbentuk. Keterampilan menelusur informasi/literature meningkat, bertambah wawasan, pengalaman, dan teman/relasi,  mendapatkan poin dan koin hihihi.

Setiap orang mempunyai tips dan trik sendiri dalam proses menulis KTI, bisa diceritakan pengalaman anda ketika menulis KTI?

Biasanya saya menulis karena menemukan sesuatu yang unik dan menarik untuk ditulis. Dan berharap  tulisan saya ada manfaatnya untuk orang lain, sebagai media berbagi pengalaman atau knowledge sharing. Nah setiap ada ide itu, saya catat dulu, saya buat pointers yang nanti saya kembangkan. Kalau tulisan itu sudah ada templatenya lebih enak lagi. Saat menemukan bahan atau sesuatu yang harus ditulis bisa dimasukkan ke dalam templatenya itu sambil berjalan dan sambil dilengkapi.  Lalu saya juga coba diskusi dengan teman, siapa tahu ada masukan atau komentar-komentar yang berharga dan mungkin bisa diajak kolaborasi. Saya  menulis kapan saja jika ada kesempatan, Tapi lebih seringnya malam atau dini hari. 

Ok, sekarang tentang tulisan populer. Anda juga rajin menulis di blog Pustakawan Blogger dan menulis di buku antologi yang diterbitkan oleh Komunitas Ayo Menulis dan Komunitas Pustakawan Menulis. Apakah yang ditulis itu semua bersumber dari pengalaman anda sendiri? 

Sebagian besar dari pengalaman saya sendiri, beberapa saja yang bukan.

Dari semua buku antologi anda yang tergabung dalam judul Mudik, Suka Duka Penulis, Biarkan Buku Bercerita, Lingkungan, Librarian Journey’s, Pukis: Pustakawan Berkisah, Perjuangan,  Move On, Lukisan Aksara, dan Ibu, manakah yang paling berkesan?  Dan mengapa judul itu yang paling berkesan?

Yang paling berkesan buku Librarian’s Journey. Pertama buku ini banyak suka duka proses terbitnya. Prosesnya lama, sempat terlunta-lunta karena berbagai faktor, masalah teknis pada naskah mulai dari cover, typo, profil penulis, miskomunikasi, juga tertunda terbit karena Covid-19 dan akhirnya berhasil terbit juga tahun 2020 setelah menunggu sejak tahun 2018. Selain itu secara konten, buku ini mengcaptured pengalaman teman2 melanglang buana ke barbagai wilayah di dunia, ini yang unik dan menarik untuk dibaca.
Librarian's Journey

Buku-buku antologi yang sudah anda terbit bergitu banyak. Seandainya ada pembaca yang ingin membeli kemana harus menghubungi?

Bisa menghubungi penerbitnya atau ke saya langsung, meskipun saya gak punya stok buku hanya 1-2 eksemplar saja per judul, hihihi.

Apa kiat-kiat menulis populer sehingga anda begitu produktif menulis dalam buku antologi?

Sejauh ini saya biasanya menulis karena pengalaman sendiri, sehingga bisa mengalir ceritanya. Ataupun  pengalaman orang lain yang saya mengetahuinya dari cerita orang tersebut langsung kepada saya. Atau bisa juga lewat kejadian yang terjadi sehari-hari dimana saya langsung mengamati, menyaksikan, melihat, mendengar, atau merasakan. Semua saya tuangkan aja dulu, bagus gak bagus tulis aja dulu, nanti terakhir baru self editing.

Apa pengalaman berharga selama ikut bergabung dengan komunitas-komunitas tersebut?

Saya jadi punya banyak teman, punya  banyak tulisan, nambah waawasan  khususnya dalam dunia tulis menulis,  punya media untuk berbagi kisah dan pengalaman yang semoga bermanfaat bagi orang lain dan dapat diambil hikmahnya, senang punya buku karya bersama, mengukir sejarah saya sendiri. 

Apa kendala atau hambatan selama menulis baik KTI atau populer seperti di blog dan buku antologi?

Saat dah buntu, biasanya saya tinggalkan menulis, tidak menulis dalam beberapa waktu lamanya, sampai merasa segar lagi untuk menulis. Saat sedang tidak enak badan dan pekerjaan kantor yang lagi overload, saat tidak punya paket internet karena tidak bisa browsing-browsing hihihi. Ini bisa bikin mood menjadi buruk dan untuk bangkit lagi perlu perjuangan yang keras, hihihi.

Adakah pengalaman menarik setelah menulis di sejumlah buku antologi tersebut?

Ya, saya biasanya pamer kepada anak-anak kalau bundanya bisa menulis buku, hihihi. Agar mereka tertarik untuk menulis juga. Dan bisanya mereka akan membaca buku saya dan memberikan komentar yang kadang  lucu, Selain itu saya juga biasanya mempromosikan buku antologi tersebut ke teman-teman via medsos, tujuannya untuk saling memotivasi. Setelah itu biasanya ada saja yang menghubungi saya untuk membeli bukunya, padahal saya tidak menjualnya, dan kadang konsultasi tentang kepenulisan padahal ya saya juga gak ahli-ahli banget, hihihhi.


Apa motto hidup dan buku favorit anda? 

Moto hidup Man Jadda wa Jadda, Siapa bersungguh-sungguh, dia mendapatkannya. Tidak ada buku favorit. Semua genre buku saya suka, tapi dari semuanya saya suka novel, buku popular tentang pengembangan diri dan sejarah.

Ok, terakhir cita-cita apa yang ingin dicapai terkait dunia menulis ini? 

Pertama ingin membuat/menulis  buku solo. Kedua, ingin bisa menulis di media massa nasional dengan tema yang lebih global dan ketiga ingin anak-anak saya mencintai membaca dan menulis.

Ok, terima kasih atas kesediaan waktunya untuk diwawancara. Salam pustakawan menulis.

Sama-sama 

Profil Singkat

Nama: Hariyah
Pendidikan: S2 Ilmu Perpustakaan FIB UI
Pekerjaan: Pustakawan Balitbangdiklat Kemenag

Daftar Karya:

KTI (Cek di Google Scholar)

Buku Antologi:
  1. Lukisan Aksara: Rasa dan Karsa
  2. Perjuangan
  3. Persembahan untuk Ibu
  4. Move On
  5. Ku Kayuh Impianku
  6. Satu Langkah Dewasakan Diri
  7. Suka Duka Penulis
  8. Pukis: Pustakawan Berkisah
  9. Biarkan Buku Bercerita
  10. Lingkungan
  11. Thanksgiving
  12. Librarian’s Journey
  13. Mudik
  14. Beberapa buku antologi yang dalam proses terbit (6)
Penghargaan:
  1. Lolos mengikuti Shortcourse Database Administration di India 2 bulan tahun 2013
  2. Lulus Cumlaude S2 Jurusan Ilmu Perpustakaan FIB UI 
  3. Terpilih mengikuti penelitian dan penyuluhan nasional tentang kerukuna umat beragama 2017-2018
  4. Pustakawan berprestasi tingkat DKI Jakarta 2018 dan lima besar tingkat nasional 2018

Media Sosial: 
Demikian wawancara untuk minggu kali ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi para pembaca semuanya.

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia

Minggu, 21 Juni 2020

Produktif Menulis Saat WFH Manfaatkan Rumus 3M

Ok, sudah lama saya tidak mewawancarai pustakawan yang senang dengan aktivitas menulis. Kali ini saya telah mewawancarai seorang pustakawan dari Sumatera Utara. Di masa WFH atau era Virus Corona (Covid-19) ini, pustakawan yang satu ini cukup produktif menulis artikel di media daring dan juga rajin membagikan tulisannya di grup komunitas menulis seperti Pustakawan Blogger dan Komunitas Menulis Pustakawan (KMP). 

Namanya Rina Devina, seorang pustakawan di Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara (Sumut). Ada banyak tulisan yang sudah dipublikasikan mulai dari artikel hingga buku antologi. Empat buku antologi terbaru antara kurun waktu 2019-2020 yang sudah terbit berjudul Persembahan Untuk Ibu  (2019), Biarkan Buku Bercerita (2020), Mudik (2020), dan 101 Solusi Generasi Milenial (2020). 

Teman-teman pustakawan penasaran? Simak ya wawancaranya berikut ini.

Halo Ibu Rina. Semoga sehat selalu. Sudah berapa lama anda menjadi pustakawan?

10 tahun.  Sekarang di Kanwil Kemenkumham Sumut sejak 2016. 

Dalam dua minggu terakhir ini anda produktif menulis. Apa motivasinya? 

Belajar mencoba mengeksplore kemampuan menulis, mencoba berbagi ilmu khususnya tentang pustaka, perpustakaan dan pustakawan. 

Saat ini kondisi Virus Corona atau Covid-19 masih terus menghantui negara kita dan apakah dengan kondisi tersebut yang mengharuskan anda bekerja di rumah atau WFH (work from home) berpengaruh terhadap produktivitas menulis anda?

Jelas karena sebelum Covid-19 saya tidak menggunakan internet di rumah. Merasa tidak bermanfaat begitu, tapi sejak harus absen dari rumah karena WFH, kan harus ada internet. Jadi,  saya memanfaatkan paket data buat belajar menulis dan akhirnya jadi seperti sekarang. 

Masa WFH sejatinya membawa hikmah tersendiri untuk anda sehingga lebih produktif menulis. Apakah sebelum WFH anda juga rajin belajar menulis?

Belajar, tapi kan terbatas waktunya karena banyak fokusnya bekerja di kantor. Kan hanya menggunakan wifi kantor. Jadi, kurang produktif menulis. Nah, saat WFH ini saya jadi lebih banyak waktu untuk menulis.

Boleh tahu tulisan apa yang sudah dipublikasikan sebelum WFH atau Covid-19?

Sudah. Beberapa buku antologi. Selain antologi sebenarnya saya juga nulis artikel lain, tapi belum berani dipublikasikan waktu itu. Selain menunggu antri terbit di majalah atau buletin majalah perpustakaan di kota tempat tinggal, saya juga kurang percaya diri menulis waktu itu. Jadi, disimpan saja tulisannya. Hingga waktu Ibu Tri (KMP) memberikan informasi link tulisannya waktu Harkitnas, saya mencoba ikut menulis juga di portal tempat Ibu Tri menulis. Selang dua hari tanggal 22 Mei 2020, itulah tulisan pertama yang saya publikasikan selain buku antologi. Terus lanjut menulis artikel lain sampai sekarang di media yang berbeda. Oh iya, buat teman-teman pustakawan yang ingin pesan buku antologi tersebut masih open pre order ya. (he..he..). 

Buku Antologi
 

Dari mana saja ide/gagasan menulis anda? 

Masih mencari event harian dan moment khusus, seperti peringatan-peringatan apa itu.

Kalau saya baca tulisan anda yang ada di media daring selalu dikaitkan dengan istilah literasi, mengapa?  

Saya mencoba mengaitkannya dengan literasi, ternyata banyak juga yang belum tahu dengan istilah literasi dan ruang lingkupnya. Memang semua harus terus dipromosikan, profesi dan kegiatan seputar kepustakawanan.

Ada rencana mau menerbitkan buku antologi lagi? 

Ada. kumpulan tulisan yang sekarang masih proses. Kurang lebih ada 6.

Apa saja hambatan ketika menulis?

Hambatan menulis biasanya waktu. Kalau sudah aktif bekerja mungkin tidak segencar sekarang menulisnya. Tapi, memang tetap harus ada komitmen untuk menyediakan waktu untuk menulis.

Apa kiat-kiat khusus agar bisa menulis untuk benar-benar yang pemula?

Rumusnya 3M. Mulai dari sekarang. Mulai dari yang kita kuasai. Mulai dari yang kita butuhkan.  M yang Pertama, mulai sekarang tulis aja apa yang bisa kita tulis alias modal nekat. M kedua, mulai dari yang kita kuasai. Tulislah topik yang menarik minat kita, jadi lebih mengalir. M yang ketiga, karena saya butuh angka kredit, maka saya tulis yang bisa mendapatkan point juga. Kalau yang lain mungkin bisa nulis ya menghasilkan koin seperti buku yang bisa di jual atau buat blog yang menarik.

Ok, terakhir. Perlu tidak ikut komunitas-komunitas menulis? 

Sangat perlu dong. Justru saya bisa seperti ini karena ikut komunitas menulis seperti yang direkomendasikan.  Ikut grup Pustakawan Blogger dan Komunitas Menulis Pustakawan (KMP) sangat membantu dalam memupuk rasa percaya diri dan menjadi penyemangat yang terus menerus. 

Dukungan komunitas sangat perlu sebagai  role model juga. Saya lihat bagaimana  contoh tulisan  teman. Mencoba dan akhirnya bisa juga menulis bareng. Saya sangat  senang bisa bergabung di komunitas yang keren seperti itu. Walaupun masih jauh dari tulisan teman yang sudah profesional,  tapi saya merasa dukungan terus mengalir sehingga semakin ingin tetap berkarya dan mencoba  menulis dengan lebih baik lagi.

Boleh tahu motto hidup dan  dan buku favorit anda?

Hidup adalah sejarah dan kisah kita adalah karya. Jadi, menulislah. Menulis adalah belajar. Belajar sembari menulis."
 Buku favorit saya Harry Potter.

Ok. Terima kasih atas kesediaan waktunya untuk wawancara. Sukses selalu untuk anda. 

Sama-sama. Oh iya, karena saya masih belajar, mohon kiranya para pembaca tulisan saya dapat memberikan kritik dan sarannya. Saya siap menerima dengan hati terbuka.


Profil Singkat

Rina Devina
Credit: Balitbangham
Nama: Rina Devina
Pendidikan: S-1 Ilmu Perpustakaan USU (2014)

Pengalaman Pekerjaan:
  • Honorer pada Perpustakaan Psikologi USU (2005-2006)
  • Pustakawan pada SMAN 1 Serba Jadi Serdang Bedagai (2010-2012)
  • Pustakawan pada Setwan DPRD Provinsi Sumatera Utara (2012-2016)
  • Pustakawan pada Kanwil Kemenkumham Sumut (2016-sekarang)

Daftar Karya:

Karya Tulis Ilmiah :
  • Pemanfaatan Perpustakaan Bank Indonesia Medan 
  • Transformasi Menuju Perpustakaan Berbasis Kearifan Lokal
  • Peran Perpustakaan Dalam mendukung Kinerja ASN yang Profesional
  • Memaksimalkan Peran Perpustakaan dan Pustakawan Desa

Tulisan artikel populer:
  • Memanfaatkan waktu saat Pandemi dengan Menulis 
  • Mengembalikan Kejayaan Islam dengan Perpustakaan Islam 
  • Ayo Cintai Lagi Bumi Kita 
  • Bijak menggunakan Media Sosial dengan Literasi Media Sosial 
  • Memperingati Hari Media Sosial dengan melek literasi Hukum Siber Nasional
  • Donor Darah dan Literasi Kesehatan 
  • Hari Anak Internasional dan Budaya Literasi 
  • Literasi Demam Berdarah Degue 
  • Literasi Dermaga dan Pelabuhan 
  • Peringati Hari Lansia dengan Peningkatan Literasi budaya hidup bersih dan sehat
  • Peringati Hari Susu Sedunia dengan Perbaikan Literasi Gizi  
  • Refleksi Hari Laut Seunia dengan Peningkatan Literasi Bahari 
  • Refleksi Hari Tembakau Sedunia dan Literasi bahaya Merokok 

Buku Antologi:
  • Persembahan Untuk Ibu (2019)
  • Biarkan Buku Bercerita (2020)
  • Mudik (2020)
  • 101 Solusi Generasi Milenial (2020)
  • Di Rumah Saja (proses terbit)
  • Pustakawan Multitalent (proses terbit)
  • KMP 9, Perpustakaan dan Kebencanaan (proses terbit)
  • Memupuk sportivitas dalam kebhinekaan (proses terbit)
  • Hari Kunjung Pustaka (proses terbit)
  • Kumpulan Literasi (proses terbit)

Penghargaan:
  • Membawa Kantor Setwan DPR Provinsi Sumatera Utara meraih juara Harapan II pada Lomba Perpustakaaan Khusus Terbaik Sumatera Utara tahun 2013
  • Membawa Kantor Setwan DPRD Provinsi Sumatera Utara meraih Juara III pada Lomba Perpustakaan Khusus Terbaik Sumatera Utara tahun 2015
  • Finalis pada Lomba Pustakawan Teladan Sumatera Utara tahun 2015
  • Finalis 10 besar pada Lomba Pustakawan Berprestasi Sumatera Utara pada tahun 2017
  • Membawa Kanwil Kemenkumham Sumut menjadi Finalis pada Lomba Perpustakaan Khusus Terbaik Sumatera Utara tahun 2017
  • Membawa Kanwil Kemenkumham Sumut meraih juara II pada Lomba Perpustakaan Khusus Terbaik Kota Medan tahun 2019
  • Menjadi juara Harapan pada lomba Tenaga Pengelola Perpustakaan Kota Medan tahun 2019
Media Sosial:
Semoga tulisan singkat ini dapat menginspirasi dan bermanfaat untuk para pembaca sehingga memotivasi untuk berkarya, khususnya untuk para pustakawan dimanapun berada. 

Salam
#pustakawanbloggerindonesia

Minggu, 24 Mei 2020

Mumpung Masih WFH, Ayo Cek Katalog Daringnya dan Lengkapi Ulasan Koleksinya

Sebelumnya saya pernah menulis tentang Menyoal Kebanggaan Katalog Daring (Online) Perpustakaan. Nah, mumpung masih WFH, salah satu pekerjaan daring pustakawan yang bisa dilakukan adalah mengecek kembali metadata katalog daringnya khusus pada review/ulasan koleksi. Sudahkah anda melengkapinya?

 

Oh iya, walaupun ketika WFH sudah selesai, idealnya tetap harus selalu buat ulasan koleksinya. Idealnya loh ya....

Salam,
Pustakawan Blogger 

Selasa, 07 April 2020

3 Kriteria Dongeng yang baik

Kalau ngomongin dongeng, pastinya para pustakawan tahu. Apalagi pustakawan yang kerja di perpustakaan umum. Nah, seberapa sering teman-teman pustakawan yang berkerja di perpustakaan umum melakukan kegiatan dongeng? Atau mungkin teman-teman yang sudah menjadi orang tua, kira-kira seberapa sering melakukan dongeng untuk anak-anaknya? 

Seperti apa sih kriteria dongeng yang baik itu? Penasaran? Simak ya vlog berikut ini.


Salam,
Pustakawan Blogger

Senin, 30 Maret 2020

Rasa Takut, Corona dan Sikap Pustakawan

Ok kawan, saya awali tulisan singkat ini dengan rasa takut dan manusia akan diuji dengan rasa itu.

Mari kita kaitkan rasa takut yang tercipta dengan informasi. Lalu kaitkan juga dengan wabah yang sekarang sedang menggila, Virus Corona.

Ketakutan seseorang dengan Virus Corona itu sejatinya kenapa? Mungkin...

Pertama, informasinya setengah-setengah yang diketahui.

Kedua, belum sempurna memaknai informasinya.

Ketiga, penyebaran atau korban informasi hoax. Ini yang paling berbahaya.

corona
Credit: Pixabay
Dari ketiga itu, lantas bagaimana pustakawan menyikapi?

Kita memang bukan orang 'penting-penting banget' yang berada di garda terdepan seperti petugas medis dalam menyikapi Corona.

Tapi, minimal apa yang bisa dilakukan untuk bersatu padu melawan Corona sesuai dengan tugas dan kapasitasnya masing-masing? Misal di keluarga sendiri, pemustaka perpustakaan tempatnya bekerja, atau dalam lingkup yang lebih luas misalnya masyarakat? Saya yakin kawan-kawan sudah tahu.

Eit, sebentar dulu. Saya lupa lah wong pustakawannya juga masih ada yang takut. Mungkin takut karena tiga hal diatas itu. Mungkin loh ya....


#baca
#stophoax
#lawancorona

Salam WFH

Kamis, 06 Februari 2020

Menyoal Kebanggaan Katalog Daring (Online) Perpustakaan

Kalau saya perhatikan, tidak sedikit para pustakawan yang merasa bangga apabila telah memiliki katalog daring (online) perpustakaannya yang bisa diakses oleh pemustaka melalui internet. Tentu ini tidak salah, karena mereka menganggap bahwa bisa memberikan informasi koleksinya secara daring itu merupakan bagian dari penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang terus mengalami perkembangan hingga sekarang ini.

Menyoal Kebanggaan Katalog Daring (Online) Perpustakaan

Jangan lupa, alih-alih merasa bangga itu, tapi tentu menurut hemat saya informasi koleksi yang biasanya berupa metadata itu ada tingkatannya. Sebab, tidak sedikit metadata katalog daring perpustakaan daring yang ada itu juga kosong. Memang, pemustaka (user) tak peduli apabila ada salah satu metadata di katalog daring itu kosong misalnya sebut saja nomor klaisifikasinya. Bagi pemustaka yang terpenting biasanya  tahu koleksi yang sedang diaksesnya itu tentang apa sih? Isinya apa saja sih? dan lain sebagainya.

Metadata Katalog Daring Perpustakaan

Menyoal metadata katalog perpustakaan daring itu, apa yang kira-kira paling terberat untuk mengisinya? Misalnya mulai dari judul, nomor panggil, pengarang, penerbit, tahun terbit, kota terbit, ISBN, deskripsi fisik, tipe media, subyek, edisi, abstrak , dan lain sebagainya.

Iya memang, sekarang dengan adanya fitur copy cataloging, semua metadata itu bisa diisi secara otomatis sehingga lebih cepat. Tapi, menurut hemat saya, ada satu hal yang tidak bisa main ambil atau copy dari semuanya. Apa itu? Yakni ringkasan/catatan/resensi dan apalah sejenisnya semacam komentar terkait isi dari koleksi tersebut. Kenapa demikian? Karena minimal pustakawan harus membaca konten koleksinya itu. Tidak serta merta, sekonyong-konyong asal copy paste dari web lain. Disinilah ujian seorang pustakawan yang sesungguhnya. Bukan sekedar teknis, menginput metadata koleksi. Namun, lebih dari itu.

Membuat catatan koleksi tersebut secara mendalam akan sangat bermanfaat dan inilah seharusnya bentuk kebanggaan tertinggi seorang pustakawan. Selain pemustaka lebh puas, tentunya bisa memancing diskusi dari para pemustaka atau bahkan pustakawan lain. Bisa jadi, tanggapan antar pustakawan satu dengan yang lain itu akan berbeda karena menyangkut mindset, pengetahuan, pengalaman si pustakawan tersebut.

Ini menarik bukan kalau seandainya pustakawan bisa membuat semacam komentar dari setiap koleksi yang diinput di katalognya. Tentu ini memerlukan waktu lama. Belum lagi bagaimana seandainya koleksi tersebut koleksi bersifat teknis katakanlah misalnya koleksi teknik fisika, kimia, biologi, dan sebagainya. Ini tentu akan susah. Oleh karena itu, pustakawan yang berkerja di perpustakaan umum atau sekolah sepertinya bisa melakukan itu karena bukunya yang masih bisa dipahami.

Pengalaman saya sendiri dengan koleksi khusus ketenaganukliran, sering kali untuk yang bersifat teknis, angkat kaki alias mundur. Kecuali koleksi-koleksi yang bersifat umum atau sosial yang masih bisa saya pahami.

Oh, iya satu lagi, hingga sekarang saya juga bukanlah pustakawan yang benar-benar teruji karena untuk metadata koleksi saja khususnya pada review koleksi masih sering kali mengambil dari website lain. Benar-benar saya masih bukanlah pustakawan sesungguhnya. Makanya sampai sekarang saya belum merasa bangga alias puas dengan metadata katalog daring di perpustakaan yang saya kelola. Bagaimana dengan teman-teman?

Salam,
Pustakawan Blogger

Jumat, 15 Maret 2019

KTI Membuat Pustakawan Lebih Eksis

Hidup harus penuh optimis, menatap masa depan tanpa keraguan, dan selalu berpikir positif untuk berkarya dan bermanfaat bagi orang lain. Begitulah kira-kira gambaran salah seorang narasumber kali ini. Seorang pustakawan yang cukup lama berkecimpung di dunia menulis sejak 2010. Wow, sudah sembilan tahunan.

Pernah menjuarai event pustakawan berprestasi pada 2016. Tulisan ilmiah kepustakawanannya banyak di publikasikan di jurnal dan prosiding. Aktif berpartisipasi di penulisan buku antologi Komunitas Pustakawan Menulis (KMP) dan tentu saja banyak di undang sebagai pembicara di berbagai tempat. Terakhir, konon  narasumber yang satu ini akan berbagi ilmu  di Perpustakaan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) terkait workshop kepenulisan.  Aktif ngeblog juga. Bahkan, dua tulisannya sudah ada di blog Pustakawan Blogger ini. Baca ya:
Ok, biar tidak penasaran, berikut ini hasil wawancaranya bersama Wahid Nashihuddin:

Wahid Nashihuddin
Wahid Nashihuddin via Pustaka Pusdokinfo


Sejak kapan Anda suka menulis?

Saya menulis sejak tahun 2010, tepatnya saat menjadi pegawai di LIPI.

Saat itu, apa motivasi Anda menulis? 

Motivasi saya menulis adalah ingin menunjukkan eksistensi profesi dan bermanfaat lebih banyak bagi orang lain. Hidup menjadi pustakawan bukan hanya karya pelayanan saja tetapi juga karya pengetahuan. Pengetahuan bisa hidup dan dipakai oleh orang lain jika kita menulis dan selalu berbagi melalui publikasi.

Anda seringkali menulis karya tulis ilmiah (KTI) seperti di jurnal dan paper prosiding. Selain itu juga produktif di kepenulisan buku antologi yang di gagas oleh KMP. Menurut Anda sejauh mana pentingnya menulis KTI bagi seorang pustakawan?

Urgensi menulis bagi saya adalah memanfaatkan kehidupan dan meninggalkan sejarah lewat tulisan. Keaktifan saya menulis di jurnal dan prosiding karena tuntutan profesi pustakawan (agar bisa seperti peneliti dan ilmuan) dan pencapaian target kinerja pustakawan di lembaga, yakni LIPI. Setiap tahun target saya harus menulis jurnal minimal 2 artikel dan prosiding 1 artikel, terkait tulisan di KMP karena saya ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan teman-teman pustakawan di luar sana, khususnya teman-teman KMP melalui pola pikir dan tulisan yang ringan agar mudah dipahami.

Melalui jurnal dan prosiding, identitas dan kepakaran pustakawan akan semakin terlihat, dan kita bisa menunjukkan bahwa selain penulis artikel jurnal, pustakawan harus bisa membimbing profesi lain untuk aktif menulis ilmiah, baik sebagai instruktur pelatihan penulisan, penerbitan jurnal, maupun sebagai manajer publikasi.

Tahun 2016, kalau tidak salah Anda pernah menjadi juara 2 pustakawan berprestasi tingkat nasional, apakah salah satu penilaian karena banyak tulisan karya tulisan ilmiah yang sudah dipublikasikan? 

Oh iya pada 2016 merupakan tahun pembuktian diri profesi saya sebagai pustakawan. Lomba kompetisi pustakawan berprestasi menjadi kesempatan buat saya untuk menunjukkan ke dewan juri bahwa pustakawan adalah seorang intelektual dan ilmuan dan ilmuan harus punya publikasi ilmiah.

Karya tulis saya menjadi salah satu persyaratan penting, selain aktif ikut organisasi kepustakawanan seperti IPI, ISIPII, APISI,dan ATPUSI, saya sampaikan ke dewan juri dan peserta lomba yg lain bahwa melalui publikasi ilmiah, status profesi pustakawan akan lebih diakui dan sejajar dengan profesi lain, seperti dosen dan peneliti. Melalui karya tulis, nasib pustakawan jangan sampai seperti "tikus yang mati dalam lumbung padi”, kasihan kan, hehehehe...

Karya tulis saya saat lomba perpustakaan berprestasi 2016, bisa dibaca disini 

Lantas, ketika mengikuti lomba itu, biasanya ada sesi presentasi, boleh tahu, apa isi pesan presentasi yang disampaikan Anda waktu itu?

Pesan presentasi saya ada tiga poin, yaitu: 1) pustakawan harus mengadvokasi bahwa karya tulis adalah media utama pustakawan menjadi produsen pengatahuan; 2) pustakawan khususnya di lembaga riset dan perguruan tinggi harus punya kelebihan dalam program literasi dan komunikasi ilmiah bidang kepustakawanan; 3) pustakawan Indonesia harus membudayakan knowledge sharing di perpustakaan sebagai pemicu untuk menumbuhkan budaya riset masyarakat.

Anda  pustakawan yang benar-benar aktif, banyak kegiatan di LIPI. Kapan waktu Anda untuk menulis? Lantas idenya dari mana saja?

Waktu dan kesehatan adalah kesempatan. Pustakawan harus ingat bahwa profesi kita akan eksis jika kita mampu menghidupkan otak kita untuk selalu berpikir positif dan menuangkan ide dan pemikiran kita dalam tulisan. Mengenai waktu menulis saya, biasanya setelah jam kerja kantor, jam 16.00 sampai lelah dan inspirasi tulisan saya bersumber dari rajin membaca isu-isu kepustakawanan, baik melalui grup pustakawan, browsing informasi call for paper di web IFLA, CONSAL, IPI, ISIPII, dan baca-baca artikel jurnal nasional dan internasional. Intinya dalam menulis jangan pernah mengganggu tugas kita sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

Ada pengalaman menarik selama Anda menulis?

Pengalaman yang sangat mengesankan ketika saya bisa menulis dan mempresentasikan karya tulis makalah di acara CONSAL 2018 di Myanmar. Ini pengalaman menantang (dengan bahasa Inggris yang pas-pasan), saya presentasikan tentang perlunya literasi ilmiah dan literasi digital bagi pustakawan Indonesia. Melalui tersebut intinya begini, jangan harap budaya riset masyarakat berkembang jika pustakawannya tidak memiliki budaya riset dan melek teknologi, dan hal tersebut dapat dilakukan pustakawan dan perpustakaan melalui gerakan literasi ilmiah dan literasi digital secara nasional, dan itu perlu diadvokasi oleh pustakawan dari sekarang.

Bisa cek di internet, tema literasi ilmiah masih sangat jarang dikaji oleh pustakawan. Ketika menulis dengan judul itu, saya cari referensi artikel ilmiah di Indonesia sangat jarang, kalaupun ada literasi ilmiah itu identik dengan kegiatan pembelajaran dikelas,  kegiatan riset di laboratorium, dan sebagian besar informasinya tersedia di artikel internasional.

Ketika Anda kuliah, siapa saja dosen jurusan perpustakaan yang mengajak untuk aktif menulis?

Kalau untuk dosen UIN Sunan Kalijaga, semuanya menginspirasi. Mereka adalah orang-orang yang telah mengantarkan dan mendoakan saya untuk tetap berkarya dan aktif menulis sampai sekarang.

Satu hal lagi, sebenarnya yang menginspirasi saya untuk menulis adalah almarhum bapak, beliau pernah bilang sebelum meninggal, " jadilah pustakawan yang bisa seperti guru "digugu lan ditiru", agar bisa digugu (diayomi/dihargai) kamu harus punya karya tulis dan agar ditiru (dicontoh) kamu harus bisa menginspirasi sesuai bakatmu, bisa menjadi teladan bagi yang lain”. Kata-kata itu sampai sekarang hingga akhir akan menjadi penyemangat dalam karir kepustakawananku.

Masih banyak teman-teman pustakawan yang belum percaya diri untuk menulis,  kira-kira apa tips dan trik Anda terkait hal itu?

Teman-teman pustakawan adalah sumber inspirasi dan pengetahuan untuk saya menulis dan aktif berbagi. Saya tidak akan pernah berhenti untuk menularkan virus menulis khususnya artikel jurnal dan makalah. Tips buat teman-teman yang ingin terjun menulis; 1) sediakan waktu yg cukup untuk belajar menulis, mulailah dari hal yg kecil, dari sekarang, dan bergaulah dengan mereka yang aktif menulis; 2) jangan menyerah jika tulisan kita jelek atau tidak layak diterbitkan, kritik dan saran jadikan masukan positif untuk bangkit menulis; 3) selalu update kosakata dan cek telebih dahulu tata bahasa/kalimat teks sesuai dengan kemampuan agar sistematika tulisannya bagus dan konsisten; 4) mulailah menulis dari membaca dan mengamati isu/fenomena, biar ada acuan pengembangan ide dan pola pikir; dan 5) kalu bisa membuat blog pribadi untuk mempromosikan karya tulis kita, baik tulisan populer maupun ilmiah.


Ok, mungkin pertanyaan ini sedikit sama dengan diatas, tapi ini lebih spesifik. Apa tips dan trik menulis di jurnal?

Saya aktif menulis di jurnal karena iri dengan mereka yang dapat banyak keuntungan dari menulis artikel jurnal. Dari menulis artikel jurnal, kita akan mendapatkan pengakuan kompetensi profesi (karena sesuai bidang keilmuan seseorang), artikel jurnal memiliki nilai kredit besar untuk karir pustakawan (jika dibandingkan dengan tulisan lainnya), artikel jurnal diakui sebagai literatur primer dalam penulisan karya tulis ilmiah, artikel jurnal menunjukan media yang cepat untuk diindeks, disitasi, dan berdampak secara global.

Untuk tipsnya adalah; 1) biasakan berpikir ilmiah dari pekerjaan yg kita lakukan dan pengalaman kerja, kita ungkapkan dalam opini berdasarkan data dan fakta kemudian diperkuat literatur yang relevan dan sebaliknya, 2) melek informasi tentang cara penulisan artikel di jurnal bidang perpustakaan (nasional dan global), kemudian pelajari panduan penulisan dan gaya bahasanya, 3) biasakan tetapkan target sitasi dalam menulis artikel jurnal setiap tahun, 4) aktif berkolaborasi dengan rekan sejawat yg biasa menulis jurnal.

Saat mau menulis, apakah Anda pernah kena block writers? Jika pernah, apa pengalaman solusinya?

Oh pernah, tapi tidak lama. Akibat itu, sampai-sampai mau menulis saja takut karena takut dikritik/dikomplain orang.

Solusinya: 1) menulis berkolaborasi dengan teman pustakawan senior, 2) ketika menulis jangan mau hanya mencari dan mengumpulkan data tetapi harus menjadi penyusun utama teks/tulisan, 3) tanya ke senior mengenai keuntungan pustakawan kalau menulis  itu apa?, 4) setiap tahun harus punya target karya tulis (ilmiah dan populer).

Dengan begitu, sekarang kalau mau menulis itu idenya ada terus, hanya kendala menulis sekarang adalah pekerjaan banyak dari kantor.

Apa buku atau bahan bacaan favorit Anda?

Untuk buku-buku dan artikel yg terkait dengan keilmuan saya suka, tapi ada satu artikel dan buku yang menjadi favorit saya. Untuk artikel "Science Without Literacy: A ship without a sail?" karya Jonathan Osborne (2002). Untuk Buku "Disruption" karya Rhenald Kasali (2017). Gara-gara dua bacaan tersebut saya bisa menulis artikel jurnal yg berjudul "Tinjauan Terhadap Kesiapan Pustakawan Dalam Menghadapi Disrupsi Profesi Di Era Library 4.0: Sebuah Literatur Review". Artikelnya bisa dibaca disini.

Dalam kehidupan ini, setiap insan pastinya mempunyai moto sebagai semangat untuk terus berkarya. Apa sih moto Anda agar terus berkarya dalam hidup ini?

Moto hidup: 'Berbagi dan Bermanfaat untuk Sesama', Moto Profesi : 'Membaca Menulis Menginspirasi'

Pertanyaan terakhir, apa pesan-pesan untuk para pustakawan Indonesia?

Apapun kondisi kita, kita harus bangkit dan tunjukkan bahwa kita ada dan bermanfaat bagi sesama, mari kita kibarkan bendera kepustakawanan dengan karya-karya terbaik kita, dan jangan lupa tinggalkan sejarah melalui tulisan dan publikasi.

Ok, terima kasih atas kesediaan waktu Anda untuk wawancara. Semoga terus bisa berkarya dan sukses untuk Anda. 

Sama-sama. Semoga bisa membantu dan bermanfaat. Salam.


Profil Singkat 

  • Nama: Wahid Nashihuddin, SIP
  • Pendidikan: S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • Pekerjaan: Pustakawan LIPI
  • Untuk diskripsi pekerjaan, prestasi/penghargaan, pengalaman organisasi, pengalaman instruktur/narasumber/moderator, dan daftar publikasi yang sudah diterbitkan dapat dilihat menu Profil di blognya: https://pustakapusdokinfo.wordpress.com/. Pokoknya keren banget, lengkap. Jangan lupa kunjungi blognya ya.

Sabtu, 02 Maret 2019

Menulis Untuk Eksis

Man jadda wa jada, barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Itulah moto dari salah seorang informan yang Admin Pustakawan Blogger (PB) wawancarai untuk minggu ini. Seorang pustakawan yang aktif menulis di berbagai media. Bahkan, sudah menulis empat buku terkait dunia kepustakawanan.

Kendati sehari-hari sibuk sebagai pustakawan di salah satu perguruan tinggi negeri Islam sekaligus seorang ibu, tapi luar biasa, masih sempat meluangkan waktunya untuk menulis.

Menariknya, informan yang super kreatif ini juga pernah berkolaborasi menulis buku dengan Atin Istiarni yang ketagihan menulis CFP (baca: Pokoknya Asyik Banget, Saya Jadi Ketagihan). Selain itu, pustakawan keren yang satu ini juga berpengalaman menjadi narasumber dan memperoleh penghargaan di dunia kepenulisan. Mau tahu seperti apa pengalaman informan yang satu ini? Yuk, langsung simak saja wawancaranya dengan Triningsih berikut ini:

Triningsih, SIP
Triningsih, SIP

Anda itu rajin menulis. Di jurnal, opini media massa, di situs IAIN Surakarta, call for paper (CFP), bahkan buku. Boleh tahu, kapan pertama kali menulis? Dan apa motivasinya?

Kalau dibilang rajin sepertinya enggaklah. Soalnya saya merasa masih malas-malasan dalam menulis, masih kalah rajin dengan teman-teman pustakawan yang lainnya. Saya mulai menulis belum lama, mulai tahun 2016. Itu terjadi, mungkin karena saya ikut komunitas, jadi gereget untuk menulis selalu muncul.

Ok, berarti awalnya ikut komunitas menulis ya? Tapi motivasi mendasar karena apa? Ingin berbagi? Tuntutan kerja atau apa?

Maksud saya begini, saya kan sukanya jalan-jalan, terus upload foto, lama-lama kok ada yang kurang. Saya ingin upload tersebut itu juga bermanfaat bagi orang lain. Sepertinya keren kalau tulisan yang di upload. Keinginan itu makin muncul ketika ada teman yang upload tentang tulisan (di media massa/website/jurnal/buku). Pustakawan yang menulis itu kereeen ya. Dalam hati saya sudah tertanam demikian.

Usut punya usut, saya biasa mencari kontak person pustakawan tersebut untuk bisa berbagi ilmu dengan saya. Misal Mas Mursyid, Mba Atin, Pak Syawqi, Ibu Tri Hardiningtyas, Ibu Endang Fatmawati, Mas Wahid Nashihuddin dan lainya. Kebetulan mereka sangat loyal membagi ilmunya. Disatu sisi saya juga ikut komunitas. Di komunitas tersebut tidak ada obrolan lain selain membahas tentang kepenulisan, literasi, pustakawan, buku. Di komunitas tersebut pustakawannya keren-keren selalu berbagi event/kegiatan. Saya ingin eksis, jadi saya menulis.


Wow keren. Ok, khusus untuk buku, sudah berapa yang diterbitkan? 

Tahun 2016 ada dua, tahun 2018 ada satu (kolaborasi dengan Mba Atin) dan tahun 2019 ada satu. Kalau buku antologi yang karya bersama pustakawan-pustakawan yang lain ada beberapa.

Andai Perpustakaan Seperti Mall, 2016, BukuKu Media
Andai Perpustakaan Seperti Mall (2016)

Menjadi Pustakawan Kaya (2016), Jejak Pena Pustakawan (2018), Perpustakaan & Budaya Baca (2019)
Menjadi Pustakawan Kaya (2016), Jejak Pena Pustakawan (2018), Perpustakaan & Budaya Baca (2019)

Bagaimana rasanya sudah menulis buku?

Masih biasa-biasa saja, belum WOWW. Barangkali harus terus dan terus menulis agar dapat kata tersebut. He...he…

Selama ini, apa impak bagi Anda setelah menulis?

Dahaga terasakan sudah. Rasanya plong saja ketika bisa melepaskan apa yang ada di benak pikiran. Salah satu terapi kesehatan bagi saya dan mengurangi stres, serta bisa seimbang psikologis saya, ya dengan menulis, terapi kesehatan. Impak yang lain tetap ada misalnya honor, lebih dikenal (walau belum pernah ketemu langsung, tapi akrab degan nama saya), percaya diri makin bertambah, kredit point saya sebagai pustakawan terus bertambah.


Sebelumnya, apakah Anda ada keinginan atau cita-cita menulis buku?

Cita-cita sejak dari dulu. Apalagi waktu kuliah, ada buku Pak Sulis, Pak Lasa, dan lain-lain. Ditambah lagi sekarang tiap hari bergelut dengan buku. Mosok shelving bukunya orang lain melulu. Buku karya kita kapan di shelving di perpustakaan? Malu dooongg....

Ide nulis buku biasanya dari mana?

Bukan hanya buku, kebetulan saya itu sukanya menulis opini. Biasanya dari suatu event/acara (CFP, buku antologi, lomba). Kadang melihat kalender, peristiwa dan tanggal berapa di tiap bulannya (misal HAB Kemenag tanggal 3 Januari, dan lain-lain).

Ada pengalaman menarik selama menulis?

Sensasinya terasa terus, dikenal sama orang yang memang belum kenal. Mahasiswi yang tiba-tiba ngajak salaman dan menanyakan kabar, dosen & staf yang tiba-tiba menyapa terus ngobrol, Bu Kabiro IAIN Surakarta yang tiba-tiba minta diajarin nulis. Kalau lagi ikut seminar/CFP dimana gitu, tiba-tiba dideketin & ngajak ngobrol, banyak yang chat pengen kenal & minta resep menulis, dan lain-lain. Pokoknya asyik.


Kalau ada pustakawan yang ingin menulis, kira-kira apa tipsnya?

  • Menulis dimulai sekarang
  • Menulis yang dikuasai
  • Menulis dengan target yang jelas
  • Menulis dengan melihat kelompok pembaca
  • Menulis dengan menyusun sumber informasi
Sebenarnya itu juga pernah saya tulis di situs IAIN Surakarta. Tips tersebut juga pernah saya sampaikan ketika menjadi narasumber Dies Natalis UKM Dinamika IAIN Surakarta, dengan judul Menumbuhkan Budaya Menulis Generasi Milenial, bulan September 2018.

Andakan sibuk dengan perkerjaan sebagai pustakawan, lalu kapan waktu untuk menulis?

Nulis bisa kapan saja. Yang terpenting bikin garis besarnya dulu. Kebetulan saya di bagian sirkulasi. Balik lagi ke tadi, ya bahwa garis besar itu yang penting. Sambil jaga di sirkulasi (peminjaman/pengembalian buku) biasanya pengen nulis tentang tema apa gitu? Misal tentang ibu, kira-kira yang menarik apa ya? Kaitannya dengan perpustakaan apa ya? Karena saya ingin semua tulisan saya mengandung perpustakaan/literasi. Apa saja yang ingin saya masukkan di alinea-alinea nanti. Katakanlah, jika opini itu panjangnya 1,5 - 2 halaman, sekitar 5-8 alinea, terus cari itu ide-idenya di alinea 1, alinea 2, dan seterusnya.

Ini sambil melayani pemustaka IAIN Surakarta yang super duper banyak. Jangan lupa sambil senyum ke pemustaka. Tulis ide-ide penting di buku kecil/buku catatan. Terus cari juga sumber rujukan. Pas kan ya, sambil melayani juga browsing di OPAC pakai komputer sirkulasi lagi. Terus lari ke rak sebentar. Kalau sudah dapat ide-idenya & dtulis di buku catatan, cepat kok mengembangkan tulisan tersebut. Kalau bisa di kantor ya di kantor. Kalau nggak bisa, ya di rumah saat longgar waktunya.


Siapa penulis favorit Anda?

Kalau yang tentang perpustakaan penulis kesukaan: Pak Lasa, Mas Mursyid, Pak Wiji Suwarno, Ibu Tri Hardiningtyas-UNS, Ibu Endang Fatmawati, Mas Wahid Nashihuddin. Itu untuk yang berat-berat. Kalau yang ringan, suka dengan idenya Ahmad Syawqi, biasanya kesitu.

Kalau di luar perpustakaan, sukanya Kang Abik (Habiburahman el Sirazy), Asma Nadia di kolom Resonansi Republika. Yang penulis-penulis lain suka juga, tapi ya sesuai tema tulisan yang sedang saya garap.

Apa saja hambatan yang ditemui ketika menulis?

Hambatan ketika menulis yaitu masalah fokus. Jadi, saya harus bisa mencuri kefokusan ketika menjalani peran sebagai pustakawan, sebagai istri, sebagai ibu. Tatkala di benak saya sudah tertanam ide menulis tentang ibu, maka di setiap aktivitas saya tersebut terus mencari apa saja yang ingin saya masukkan/saya tulis untuk mendukung & mengembangkan artikel tentang ibu.


Ada pesan untuk para pustakawan? 

Pesan untuk pustakawan di seluruh nusantara: harus bangga dengan profesi pustakawan, nikmati peran sebagai pustakawan & gali potensi untuk negeri salah satunya adalah pustakawan menulis agar tetap eksis.

Apa moto terbaik Anda? 

Man jadda wa jada, siapa yang bersungguh pasti akan mendapatkannya. Contohnya ya ketika ingin jadi penulis ya harus sungguh-sungguh belajarnya.

Ok, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk wawancara. Sukses selalu untuk Anda.

Iya, sama-sama. Do'a yang sama untuk Mas Murad Maulana "sukses selalu."


Profil Singkat

Nama: Triningsih, SIP
Pendidikan:
  • 2006: S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pekerjaan:
  • Pustakawan IAIN Surakarta
  • Pengajar Tidak Tetap di Universitas Terbuka Surakarta
Pengalaman Berkarya:
  • Penulis artikel terpublikasi dalam buku bunga rampai pustakawan, baik di Yogyakarta maupun Surakarta
  • Penulis Jurnal
  • Penulis artikel di media on-line (www.iainsurakarta.ac.id)
  • Penulis artikel di media massa (SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Harian Bernas Yogyakarta, Harian Wawasan Semarang, & Harian TribunJateng)
  • Penulis Buku 
Pengalaman Sebagai Pembicara:
  • Narasumber Workshop Perpustakaan Bagi Mahasiswa Baru IAIN Surakarta tiap tahun ajaran baru.
  • Workshop Kepenulisan dalam rangka DIES Natalis UKM Dinamika XVIII IAIN Surakarta, September 2018.
Penghargaan:
  • Kontributor Artikel terbanyak d website IAIN surakarta.ac.id tahun 2018 & 2019
  • Nominasi 3 Ajang IALA (Indonesian Academic Libraria Award) 2018 FPPTI Jawa Tengah
Daftar Publikasi Buku:
  • Andai Perpustakaan Seperti Mall, 2016, BukuKu Media
  • Menjadi Pustakawan Kaya! Kaya Ide, Kaya Gagasan, & Kaya Kreativitas, 2016, BukuKu Media
  • Jejak Pena Pustakawan, 2018, Azyan (Kolaborasi Atin Istiarni)
  • Perpustakaan dan Budaya Baca Tulis, 2019, Azyan
Media Sosial:
Tulisan lain karya Triningsih di IAIN Surakarta: http://www.iain-surakarta.ac.id/?s=triningsih

Demikian sesi wawancara minggu ini. Semoga melalui tulisan ini bisa diambil pelajaran penting, khususnya bagi para pustakawan yang ingin tetap eksis, ada dan berkembang. Menulis adalah salah satu cara agar pustakawan tetap eksis seperti yang dilakukan Triningsih. Semoga bermanfaat.

#salampustakawanblogger