Tampilkan postingan dengan label Rahayu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rahayu. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2019

Kisah Transformasi Pustakawan Sekolah Menjadi Pustakawan Sekolah Tinggi

Mari kita menjadi kuat dan hebat dengan bekerjasama."

Oleh: Rahayu, S.Pd., S.l.Pust.*

Pustakawan sekolah tidak sama dengan pustakawan sekolah tinggi. Pustakawan sekolah ada di lingkungan sekolah menengah sedangkan pustakawan sekolah tinggi ada di lingkungan pendidikan tinggi.

Saya dulu diterima bekerja di perpustakaan sekolah karena dicari dan dibutuhkan untuk mengelola perpustakaan.  Saat itu kepala perpustakaan adalah seorang guru yang mengajar dan juga seorang PNS di sebuah Rumah Sakit.

Perpustakaan Sekolah
Credit: Pixabay
Kewenangan pengelolaan perpustakaan diserahkan sepenuhnya kepada saya bersamaan dengan penyerahan kunci ruang perpustakaan.

Tugas yang menantang untuk mengelola perpustakaan yang "mati suri" karena hanya membuka layanan jika ada siswa yang ingin meminjam buku. Sehingga bisa dikatakan jam layanan sangat terbatas.

Pekerjaan dimulai dari membuat peraturan, administrasi, menata koleksi dan menata ruangan. Setelah itu pekerjaan berlanjut ke pengembangan koleksi. Dengan ada koleksi baru mulai ada kunjungan dan terasa suasana perpustakaan sekolah yang "hidup".

Pustakawan dilibatkan dalam pengembangan sekolah dengan mengikuti persiapan dan proses akreditasi. Dengan nilai akreditasi yang baik maka kami dipercaya untuk konversi dari institusi sekolah menjadi akademi dan terus berlanjut hingga menjadi institusi sekolah tinggi.

Banyak tahapan yang harus dilalui untuk perubahan bentuk institusi. Dari awalnya perpustakaan yang dikelola secara manual, kemudian otomasi perpustakaan dan perpustakaan digital (dalam proses perencanaan).

Kami harus selalu bersyukur atas semua pencapaian ini dan tidak boleh merasa puas. Karena masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk pengembangan perpustakaan terutama layanan perpustakaan.

Untuk mencapai tujuan lembaga perpustakaan, pustakawan harus bekerjasama dengan semua pihak. Mulai dari pimpinan, dosen, staf dan mahasiswa serta pihak lainnya. Mari kita menjadi kuat dan hebat dengan bekerjasama.

*Pustakawan STIKes Budi Luhur Cimahi

Karena Suka Duka pun Hilang

Jadikan duka sebagai penyemangat untuk terus belajar menjadi ibu bagi peradaban manusia"
Oleh: Rahayu, S.Pd., S.l.Pust.*

Pustakawan, bukan profesi yang saya cita-citakan. Pustakawan, profesi yang saya sukai karena ada kegiatan membaca buku. Pengalaman hidup tidak menjadikan saya profesi yang dicita-citakan, tetapi menghantarkan saya pada profesi yang saya sukai.
Baca juga: Cinta Buku dan Perpustakaan
Pustakawan, profesi yang sangat mulia seperti seorang ibu. Ibu yang menjaga, merawat dan selalu menyediakan hal yang terbaik bagi umat manusia untuk bisa mengembangkan peradabannya (baca: Pustakawan Bagaikan Seorang Ibu)
Pustakawan bagaikan seorang ibu

Bagi saya pustakawan berarti belajar untuk:
  • Menyediakan ilmu pengetahuan yang bermanfaat;
  • Membantu menyelesaikan masalah dengan ilmu;
  • Bertemu dengan banyak orang setiap hari;
  • Mempelajari hal baru setiap saat;
  • Memberi kebahagiaan dengan menjadi pendengar yang baik;
  • Berbahagia dengan keberhasilan orang lain;
  • Berkomunikasi dengan berbagai kalangan;
  • Bersabar dan terus bekerja keras;
  • Membuat perencanaan dan program yang lebih efektif;
  • Menimbang koleksi yang tepat dan bermanfaat;
  • Memberi kenyamanan pemustaka untuk membaca;
  • Menerima saran dan kritik menjadi motivasi diri;
  • Mengubah tantangan menjadi peluang;
  • Banyak hal positif lainnya.
Duka pustakawan tentunya ada. Perbandingan suka dan duka, lebih banyak suka daripada duka. Jadikan duka sebagai penyemangat untuk terus belajar menjadi ibu bagi peradaban manusia. Karena lebih banyak suka maka duka pun hilang.

*Pustakawan STIKes Budi Luhur Cimahi

Rabu, 20 Februari 2019

Pustakawan Bagaikan Seorang Ibu

Sangatlah penting kehadiran dan peran pustakawan dalam menjaga kelangsungan perpustakaan."
Oleh: Rahayu, S.Pd., S.l.Pust.*

Semua orang memiliki ibu. Setiap orang sayang dan dekat dengan ibunya. Tanpa ibu ia tidak akan lahir ke dunia, besar dan tumbuh menjadi manusia sejati.

Ibu adalah sosok yang mulia karena mengemban tugas melahirkan, merawat, dan memelihara generasi baru manusia. Tugas yang diembannya sangat berat tetapi mulia. Ibu dengan sepenuh hati menjalaninya. Kehadiran ibu sangat penting bagi manusia. Tanpa ibu tidak akan ada kehidupan manusia.

Ibu
Credit: Openclipart

Demikian pula halnya dengan perpustakaan. Ia tidak akan ada tanpa ada yang memelihara, merawat dan mengembangkannya. Itulah peran pustakawan yang sepenuh hati mengemban tugas mulia ilmu pengetahuan.

Cobalah lihat di perpustakaan. Bisa dipastikan ada peran pustakawan yang memelihara, merawat dan mengembangkan bahan pustaka. Tiada henti pustakawan mempromosikan koleksinya supaya dikenal masyarakat dan lingkungannya.

Ada perpustakaan yang kurang beruntung. Tidak ada pustakawan yang merawat, memelihara, mengembangkan apalagi mempromosikan koleksi. Ibarat hidup segan mati tak mau. Demikian peribahasa menggambarkan situasi itu.

Maka sangatlah penting kehadiran dan peran pustakawan dalam menjaga kelangsungan perpustakaan. Hal ini sangatlah penting untuk kehidupan manusia yang terus berkembang ilmu pengetahuan dan peradabannya.

*Penulis adalah Pustakawan STIKes Budi Luhur Cimahi

Senin, 18 Februari 2019

Cinta Buku dan Perpustakaan

Perjalanan hidup ini tidak mengarahkan saya untuk mencapai apa yang saya cita-citakan tetapi menghantarkan saya kepada apa yang saya suka dan cinta sejak kecil yaitu buku dan perpustakaan"
Oleh: Rahayu, S.Pd., S.l.Pust.*

Sejak kecil seperti pada umumnya anak-anak lain saya juga mempunyai cita-cita. Cita-cita saya ingin menjadi seorang guru. Hal itu mungkin karena setiap hari bertemu bapak dan ibu guru yang menurut saya mereka adalah orang pintar dan mengetahui banyak hal.

Tidak pernah terbayangkan kelak akan menjadi seorang pustakawan karena belum pernah sekalipun bertemu dengan sosok pustakawan. Perpustakaan SD kami hanya ada guru yang merangkap menjadi guru kelas.

Sang Guru
Credit: Openclipart
Jam istirahat sekolah adalah saat yang sangat ditunggu karena itu adalah waktu berkunjung ke perpustakaan. Saya meminjam beberapa buku untuk dibawa pulang ke rumah. Buku-buku  menjadi bahan bacaan dan hiburan, karena saat itu tidak banyak hiburan seperti jaman sekarang.

Buku perpustakaan menjadi teman dan sahabat di waktu luang yang sangat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Kebiasaan mengisi waktu luang dengan membaca buku terus berlangsung hingga saat ini.

Cita-cita sejak kecil untuk menjadi seorang guru akan segera tercapai dengan diterimanya saya kuliah di sebuah institut keguruan di kota Bandung. Semester demi semester saya tempuh hingga akhirnya lulus. "Saya akan segera menjadi seorang guru" pikir saya waktu itu.

Nasib baik belum saja berpihak kepada saya untuk menjadi seorang guru. Hingga suatu waktu ada kesempatan untuk mengikuti DIKLAT Tenaga Teknis Perpustakaan di Perpustakaan Daerah Jawa Barat selama 6 bulan.

Bertahun-tahun masih saja belum ada kesempatan lulus tes menjadi guru. Akhirnya saya mendapat tawaran menjadi pustakawan di perpustakaan sekolah.

Ternyata hal yang tidak terduga saya merasa nyaman bekerja menjadi pustakawan karena bisa mencerdaskan siswa-siswa melalui bahan bacaan. Saya senang jika ada siswa yang berkunjung, membaca dan apalagi meminjam buku.

Di sela-sela waktu bertugas,  saya menyempatkan untuk membaca buku dan hal itu yang saya suka sejak kecil.

Menurut saya, pustakawan adalah profesi yang mulia karena bisa mencerdaskan semua kalangan masyarakat. Tidak menjadi seorang guru tidak mengapa karena saya bisa menjadi seorang pustakawan yang dekat dengan dunia buku.

Perjalanan hidup ini tidak mengarahkan saya untuk mencapai apa yang saya cita-citakan tetapi menghantarkan saya kepada apa yang saya suka dan cinta sejak kecil yaitu buku dan perpustakaan. Sayapun bersyukur karena mendapat beasiswa melanjutkan kuliah S1 Ilmu Perpustakaan di Universitas Terbuka dari kantor tempat saya bekerja, dan saat ini saya telah menyelesaikannya. Hidup tidak selalu seperti yang diinginkan tetapi hidup seperti apa yang sedang dijalani.

*Penulis adalah Pustakawan STIKes Budi Luhur Cimahi 

Rabu, 13 Februari 2019

Budaya Baca Umat Islam

"Peran keluarga dalam hal ini juga sangat penting karena keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak"
Oleh: Rahayu*

Jika melihat kondisi saat ini, lndonesia darurat minat baca. Tahun 2016, berdasarkan studi Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity, posisi lndonesia peringkat ke 60 dari 61 negara. Sangat menyedihkan mengingat lndonesia mayoritas beragama muslim dan mempunyai referensi ayat secara khusus dalam Al-Qur'an tentang membaca.

Budaya Baca Umat Islam
Credit: Openclipart
Umat Islam mengenal kata "IQRO" yang berarti "bacalah" sebagai kata dalam ayat pertama yang diturunkan Allah SWT. Kata "Iqro" bukanlah sebagai kebetulan tetapi memiliki makna bahwa manusia harus membaca untuk mengembangkan jiwa dan pikirannya.

Sebagai umat Islam yang memiliki ayat tersebut seharusnya memiliki minat dan budaya baca. Apakah umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia secara umum sudah memiliki budaya baca yang tinggi? Jawabannya belum. Hal ini menurut hemat saya dapat terlihat dari:
  1. Tingkat kunjungan perpustakaan yang masih rendah;
  2. Tingkat peminjaman buku perpustakaan yang juga masih rendah;
  3. Jarang terlihat orang yang sedang membaca buku di tempat-tempat umum.
Penyebab masyarakat kita belum memiliki budaya baca adalah karena masyarakat Indonesia memang sejak dahulu kala mempunyai budaya bercerita dan budaya mendengar dan belum menjadi masyarakat yang memiliki budaya baca apalagi budaya tulis. Program membaca setiap 15 menit sebelum belajar di mulai di sekolah-sekolah itu bagus, tetapi sayangnya belum menjadi kebiasaan.

Membaca itu penuh manfaat baik dari sisi akhirat maupun duniawi. Kalau kita baca Al-Qur'an, setiap baca satu huruf itu ada 10 nilai kebaikan. Sementara kalau kita buku teks setidaknya akan menambah wawasan dan pengetahuan. Kalau ingin bahagia dunia akhirat, maka mari kita baca Al-Quran dan buku ilmu pengetahuan. Jadi, seimbang antara dunia dan akhirat. Kita harus belajar dari sejarah karena dahulu umat lslam pernah besar dengan lahirnya banyak ilmuwan ahli dzikir dan pikir yang gemar membaca.

Peran keluarga dalam hal ini juga sangat penting karena keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak. Dalam keluarga pada umumnya belum ada contoh dari orang tua untuk senang membaca. Menurut anak-anak membaca hanya berkaitan dengan pelajaran sekolah saja. Membaca belum menjadi kebiasaan untuk menambah ilmu pengetahuan, pemahaman dan rekreasi mengisi waktu luang.

Pemerintah, guru, pustakawan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat harus berjuang lebih serius untuk meningkatkan budaya baca masyarakat Indonesia. Dengan budaya baca Indonesia akan menjadi maju.

(dari berbagai sumber)

* Penulis Pustakawan STIKes Budi Luhur Cimahi