Tampilkan postingan dengan label pemustaka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pemustaka. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Juli 2020

MEMUPUK LITERASI PEMUSTAKA DI ERA "NEW NORMAL"

Hal yang akan sampaikan disini bukanlah suatu cerita, tetapi kegiatan nyata sehari - hari yang biasa kami  lakukan karena tugas dan tanggung jawab kami sebagai seorang pustakawan . Dapat dipastikan bahwa sebagai seorang pustakawan tentunya  seringkali bersentuhan atau berhubungan langsung dengan  pengunjung yang biasa disebut pemustaka, atau pengguna perpustakaan.

Ilustrasi diatas berbeda dengan pejabat struktural yang justru  memiliki PR  sendiri yang sangat berat,  dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan berupa berbagai jenis berkas diatas meja kerjanya tentang beberapa rencana dan strategi yang justru sangat memerlukan perasan keringat yang tak terukur. Bukankah begitu ?

Dinas kami adalah  termasuk salah  satu Dinas Kearsipan dan Perpustakaan di Wilayah Provinsi Jawa tengah yang tentunya juga  mengikuti rangkaian aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan menerapkan  "Protokol Kesehatan Layanan Pengunjung" tepatnya  sejak tanggal 5 Juni 2020 ditengah "gelontoran" Era " New Normal " .

Perpustakaan umum di Dinas kami sudah mulai  dibuka kembali, setelah lebih dari sebulan  yang lalu sempat ditutup karena pandemi corona Virus Disease yang dikenal dengan Covid 19 , walaupun demikian pemustaka masih bisa menikmati layanan  Perpustakaan digital melalui iPekalongan Kab.

Layanan  bagi pemustaka di perpustakaan Umum yang sudah dibuka tersebut ,  berpedoman pada  syarat utama dan wajib menerapkan Pola " Protokol Kesehatan Layanan Pengunjung " secara ketat .Berbagai hal  yang diatur dalam Protokol Kesehatan Layanan Pengunjung tersebut antara lain meliputi : Cuci tangan pakai sabun, memakai dan menggunakan  Masker, pengukuran suhu tubuh, Jaga Jarak melalui kapasitas daya tampung maksimal, pakai hand sanitizer sebelum dan sesudah memegang buku. serta aturan tehnis lainnya yang diatur secara fleksibel oleh Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan guna mengantisipasi hal hal riil yang mungkin terjadi saat pelayanan perpustakaan berlangsung,pada masa pandemi Covid 19.

Pemustaka yang telah mentaati  Protokol kesehatan layanan pengunjung  dimaksudkan agar pelaksanaan pelayanan pada Perpustakaan tetap berjalan aman, nyaman, lancar dan lebih baik guna memupuk kemampuan "literasi "dan menggairahkan semangat bagi pemustaka untuk kembali berkunjung ke perpustakaan pada era new normal dengan mematuhi  Kewajibannya  sebagai  pemustaka melalui penerapan Protokol kesehatan layanan pengunjung secara tertib dan teratur .


Namun kenyataannya dalam memberikan layanan perpustakaan tidak semulus yang kita harapkan, tampak masih kita temui ada beberapa pemustaka yang belum mematuhi aturan terutama anak-anak. Ketidak patuhan ini sebagaian besar dikarenakan  tidak memakai masker saat berkunjung ke perpustakaan. Hal tersebut tampak dalam Foto berikut:


Menghadapi kenyataan ini, bagi kami selaku pustakawan dan para pustakawan lainnya di Dinas kami sungguh sangat dilematis . Sanksi memang harus diberlalukan secara tepat dan benar . Hal inilah yang membuat para pustakawan jadi berfikir secara lebih serius dan sangat hati  hati dalam mengambil tindakan ,karena jika kita salah dalam mengambil tindakan maka bisa jadi pemustaka akan " Kapok " dan tidak mau kembali berkunjung ke Perpustakaan. Dalam mengatasi masalah ini , tentu saja kami tidak bisa langsung "Mengusir" Mereka dari perpustakaan secara kasar dan tanpa toleran , karena anak-anak memiliki jiwa yang sangat peka dan masil labil . Tindakan ini juga tidak bisa diterapkan bagi pemustaka lainnya walaupun bukan anak-anak.

Disamping hal tersebut , Pustakawan juga memiliki tugas yang sangat berat terutama dalam memupuk " Literasi Pemustaka Di Era New Normal . Anak anak atau siapapun pemustaka yang datang berkunjung ke perpustakaan adalah  mereka yang sudah memiliki kemampuan mengenal dan menginginkan literasi . Jika keinginan atau harapan dari pemustaka ini kita hentikan dan kita putus , tentu mereka  akan kecewa , terlebih jika pemutusan itu karena pemustaka belum mengetahui aturan Protokol Kesehatan layanan pengunjung di Era New Normal walaupun sudah  dipublikasikan melalui berbagai media yang terrsedia.

Dalam Wikipedia didefinisikan bahwa literasi adalah 

"Seperangkat kemampuan individu dalam membaca, menulis , berbicara , menghitung dan memecahkan masalah ".

Masalah riil yang dihadapi oleh pustakawan terkait dengan pelayanan perpustakaan pada era " New Normal " adalah masih ditemui pemustaka yang tidak menggunakan masker . Pemustaka yang tidak atau belum menggunakan masker ketika berkunjung ke Perpustakaan ada  dua kemungkinan :

Kemungkinan pertama adalah :  pemustaka yang belum mengetahui aturan " Protokol kesehatan layanan pengunjung " walaupun sudah dipublikasikan melalui berbagai media .Kemungkinan Kedua pemustaka yang sudah  mengetahui aturan " Protokol kesehatan layanan pengunjung " tetapi dia tidak mematuhi aturan tersebut secara tertib dan teratur karena belum memiliki Masker, ataupun sarana lainnya yang diperlukan ,

Sesuai dengan gagasan diatas , maka solusi yang tepat dalam memupuk literasi pemustaka di Era new Normal adalah dengan cara berupaya melakukan berbagai tindakan yang komprehensif meliputi :

Pertama : Bimbingan secara persuasif dan kontinue kepada pemustaka  tentang berbagai aturan yang harus dipenuhi sebagai pemustaka  di Era New Normal . 

Kedua : Lembaga menyediakan sarana dan prasarana tehnis yang diperlukan bagi Pemustaka  beserta tehnis pelaksanaannya , walaupun terkadang tehnis pelaksanaan tersebut di luar jangkauan tugas  pustakawan, tetapi pustakawan mempunyai kewajiban untuk membantu pemustaka .Misal anak anak yang belum bisa menggunakan masker maka kita sebagai pelayan pemustaka perlu membantu mereka dalam menggunakan masker tersebut.

Jika kedua hal tersebut diatas dipenuhi maka kami berharap semoga Pupuk literasi yang ditebarkan oleh Pustakawan kepada Pemustaka akan mampu menumbuhkan tingginya minat baca bagi pemustaka guna meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan  sehingga akar budaya belajar di negeri yang kita cintai ini semakin kuat dan berkembang serta membuahkan hasil karya nyata guna peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti yang kita dambakan bersama . 

Salam Pustakawan 
Penulis : Susetiyanti 
Pustakawan Dinas Arpus Kab Pekalongan.

Kamis, 19 Desember 2019

Kesetiaan Pustakawan dan Pemustaka (Refleksi Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional)

Oleh. Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata setia yang bisa bermakna patuh, taat, berpegang teguh pada janji, pendirian, tetap dan teguh hati dalam persahabatan, dan sebagainya. 

Sebuah kesetiaan menjadi sangat penting ketika kita berinteraksi berkawan dengan orang lain. Sebuah ungkapan bijak yang disampaikan oleh Bob Sadino mengatakan bahwa “Hidup berfoya-foya bukan jaminan banyak sahabat. Tapi setia kawan, bijaksana, mau menghargai, menerima teman apa adanya dan suka menolong, itulah kunci banyak sahabat.”
Begitu pentingnya sebuah kesetiakawanan, maka setiap tanggal 20 Desember Indonesia memperingati Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang di tahun 2019 ini mengusung tema "Kesetiakawanan Sosial Menembus Batas."

HKSN diperingati setiap tahun sebagai rasa syukur dan hormat atas keberhasilan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam menghadapi ancaman bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa kita dan juga untuk mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kerelaan berkorban tanpa pamrih rakyat Indonesia yang secara bahu membahu mengatasi permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa atas pendudukan kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia oleh tentara Belanda pada tahun 1948. Dan harapannya  dapat mewujudkan kembali semangat kebersamaan, simpati, empati serta mendorong orang untuk berbuat yang terbaik bagi orang lain, seperti ia berbuat baik untuk dirinya sendiri, membangun integrasi sosial, menyatukan ikatan, tidak ada lagi sekat perbedaan yang menjadi masalah dan beban antar umat tersebut.

Dalam konteks dunia kepustakawanan sebuah kesetiakawanan menjadi modal penting dalam membangun komunikasi persahabatan antara seorang pustakawan yang bertugas melayani dengan setulus hati kepada setiap pemustaka (pengguna) yang datang ke perpustakaan untuk memanfaatkan jasa layanan yang diberikan oleh pustakawan melalui perpustakaan.  

Kesetiakawanan antara pustakawan dengan pemustaka ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan tidak dapat dipisahkan antara keduanya, sehingga keduanya harus dibangun dalam sebuah bingkai kesetiakawanan yang harmonis sehingga mampu menjadikan sebuah perpustakaan yang bisa dimanfaatkan secara maksimal.  

Banyak upaya yang bisa dilakukan dalam membangun kesetiakawanan yang harmonis dengan orang lain termasuk antara pustakawan dan pemustaka. Pertama, Berlaku Jujur dan Dapat Dipercaya. Ekspresikan apa yang sesungguhnya kita rasakan. Berusahalah untuk tidak menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya saat berbicara antara pustakawan dan pemustaka. Ketika ada sesuatu yang salah sampaikan dengan bijak. Setia bukan berarti takut mengutarakan pendapat dengan jujur dan lugas. Sebaliknya, berbohong justru akan membuat orang lain tidak memercayai kita dan tidak menganggap kita setia.

Kedua, Jangan bergosip. Membicarakan seseorang di belakangnya adalah tindakan yang dianggap tidak jujur dan tidak setia. Jangan memercayai gosip, pun jangan ikut menggosipkan seseorang yang dekat dengan kita. Jika kita memiliki pertanyaan atau kekhawatiran tertentu, bicaralah langsung dengan orang tersebut alih-alih ikut bergosip atau menyebarkan rumor. 

Jika kita mendengar orang lain bergosip di sekitar kita, mintalah mereka untuk berhenti melakukannya. Kita boleh mengatakan, "Sebaiknya jangan bergosip atau menyebarkan rumor", atau "Saya lebih suka berbicara langsung dengannya daripada memercayai gosip."

Ketiga, Penuhi komitmen kita. Temuilah orang jika kita sudah berjanji kepadanya termasuk janji yang dibuat oleh pustakawan dan pemustaka. Penuhi komitmen yang telah kita buat dan menepati apa yang sudah kita janjikan kepada orang lain menunjukkan bahwa kita bisa bisa dipercaya. Jangan mudah ingkar janji dengan apa yang kita sampaikan maupun membatalkan rencana karena akan menunjukkan bahwa kita tidak dapat dipercaya. Kita bisa dengan cepat membangun reputasi buruk karena ingkar janji dan tidak berhati-hati dengan tindakan kita.

Datanglah tepat waktu dan hadirlah untuk orang lain jika kita telah berjanji. Gunakan tindakan kita untuk menunjukkan bahwa jika kita berkata akan datang, berarti kita benar-benar bermaksud demikian. 

Keempat, Jadilah pendengar yang baik. Tunjukkan kesetiaan kita antara pustakawan dan pemustaka dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan perkataannya. Tatap matanya dan menangguklah selama mendengarkan ucapannya. Hindari memotong ucapan orang lain selama mereka bicara, ataupun menguasai pembicaraan. Alih-alih, berikan perhatian penuh selama ia bercerita. Kita juga bisa meyakinkan orang lain bahwa kita mau mendengarkannya kapan saja. Kita mungkin bisa mengatakan “Aku (Pustakawan) selalu ada di sini kalau kamu (Pemustaka) butuh teman bicara”, atau “Aku selalu mau mendengarkan ceritamu.”

Baca juga: Senyum Pustakawan
Kelima, Berikan solusi dan ide yang positif. Kita juga bisa memberikan dukungan dan bermurah hati kepada orang lain dengan berfokus pada hal-hal positif dalam suatu situasi atau bahkan masalah. Berusahalah untuk memberikan solusi dan ide yang bisa membuat orang lain merasa optimis dan produktif.

Misalnya, Pustakawan bisa memberikan dukungan untuk pemustaka yang baru saja ditolak judul risetnya dengan mengingatkan segala hal positif dalam hidupnya bahwa masih banyak tema-tema menariknya lainnya yang tersedia di perpustakaan yang bisa digali. 

Keenam, Menjaga jarak yang sehat. Buatlah pilihan untuk setia kepada orang lain. Kesetiaan adalah sesuatu yang seharusnya kita berikan kepada orang lain karena keinginan sendiri, bukan karena terpaksa. Jangan merasa kita harus setia kepada orang lain lain yang meminta dan mengharapkannya. Alih-alih, buatlah pilihan sendiri untuk setia kepada mereka yang kita percaya dan yakini.
Ingatlah bahwa kesetiaan bukan berarti membutakan diri dan mengikuti apa saja yang orang lain inginkan atau harapkan. Sebaliknya, kita seharusnya merasa ingin setia kepada orang lain berdasarkan karakter dan tindakannya.

Kesetiakawanan antara pustakawan dan pemustaka bisa menjadi tantangan karena membutuhkan kesabaran dan kemurahan hati. Kesetiaan sesungguhnya adalah kemampuan untuk mengutamakan orang lain sebelum diri sendiri dan mendampingi mereka di waktu senang maupun susah. 

Sabtu, 06 April 2019

Client Ku Master di UNS: Persfektif Inklusi Sosial

Oleh:  Juli Purnawati*

Tulisan ini terinspirasi oleh seorang pengguna Perputakaan Cabang Fakultas Hukum bernama Kukuh Murti Supomo (beliau sekarang Dosen di FH UNS), ketika saya bertugas di Perpustakaan Fakultas Hukum beliau adalah salah satu mahasiswa yang paling aktif berkunjung di perpustakaan. Dalam pergaulan di kampusnya beliau aktif di organisasi, kepanitiaan dan kegiatan sosial lainnya. Khusus dalam keanggotaan perpustakaan beliau client, yang sangat aktif dilihat dari tingkat kunjungan maupun peminjaman buku.

Biasanya beliau menyempatkan dulu membaca beberapa lembar sebelum melakukan peminjaman buku-buku yang dibutuhkan. Kebutuhan akan bahan bacaan mengharuskan beliau untuk rutin berkunjung ke Perpustakaan di FH USU. Dibanding teman-teman sekelas dan seangkatannya kala itu beliau sosok yang sangat rajin, untuk tingkat peminjaman buku jangan ditanya beliau selalu berada di peringkat pertama.

Perjanjian Transnasional

Dalam sekali proses transaksi beliau bisa langsung meminjam sebanyak 10 eks sekaligus. Tidak sampai satu minggu beliau sudah mengembalikan buku-buku tersebut dan langsung meminjam buku-buku lain dengan subjek yang berbeda. Ketika itu dalam benak saya berkata, “wah mahasiswa ini luar biasa, mungkin suatu saat ia akan menjadi seorang pemikir yang sukses di bidang Hukum” karena kebiasaan dan kegemarannya dalam membaca, begitu gumam saya.

Ternyata apa yang saya pikirkan 10 tahun yang lalu sekarang sudah terbukti, beliau kini sukses dalam karirnya. Menjadi Dosen di Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret dan sudah melahirkan buku yang berjudul Perjanjian Transnasional di Bidang Keuangan Negara. Buku ini merupakan salah satu karya tulis beliau yang sudah terbit dan sudah di perjual belikan. Semoga dengan mengangkat tulisan ini akan melahirkan penulis-penulis, pakar dan tokoh handal di bidangnya sesuai dengan kompetensinya. 

Mengutip moto dari Mas Wahid Nashihuddin, “ Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna”. Demikian tulisan ini semoga dapat menginspirasi dan salam literasi. 

*Penulis Pustakawan Perpustakaan USU
Blognya bisa dibaca disini:https://purnawatijuli.blogspot.com/

Kamis, 28 Maret 2019

14 Tipe Pemustaka yang Datang ke Perpustakaan Sekolah


Bekerja di perpustakaan sekolah kurang lebih delapan tahun, lambat laun bisa mengenali berbagai jenis pemustaka yang datang ke perpustakaan sekolah. Siapa sajakah itu?!?
1.     Tipe Rajin
Tipe ini biasanya datang sebelum perpustakaan buka, dan pulangnya musti diusir ‘halus’ saat perpustakaan tutup. Yang kayak gini biasanya karena lagi ngerjain tugas atau mencari referensi.

2.    Tipe Mendadak Rajin
Bedanya dengan tipe poin pertama adalah jika tipe rajin adalah yang memang benar-benar rajin ke perpustakaan, sedangkan tipe mendadak rajin ini biasanya datang ke perpustakaan di kala musim tugas yang sudah mepet deadline, musim ujian maupun remedi. Tipe jenis ini yang paling menyusahkan perpustakaan, mendadak tumpah di perpustakaan demi nilai pelajaran.


3.    Tipe Kutu Buku
Bisa dipastikan tipe ini adalah pemustaka yang hampir tiap hari pinjam buku ke perpustakaan atau pun membaca langsung di perpustakaan.

4.    Tipe Pamrih
Pamrih di sini maksudnya kalo bantuin pustakawannya pasti ada maunya. Salah satunya agar bisa mendapatkan reward pengunjung terbaik atau karena biar nggak dimarahin ama pustakawannya kalo abis ngilangin buku, hahaha... x))

5.    Tipe Ikhlas
Kebalikannya dengan tipe pamrih, tipe ini membantu pustakawan tanpa mengharapkan apa-apa. Membantu tanpa disuruh, inisiatif sendiri. Hal yang bisa dilakukan adalah membantu labeling, menyampul buku maupun menempel barcode. Bahkan juga membantu dalam hal pelayanan; peminjaman maupun pengembalian buku.

6.    Tipe Penggembira
Pemustaka tipe ini biasanya membuat perpustakaan menjadi ramai. Mulai dari tingkah laku sampai celotehannya. Anggap-anggap aja ada pelawak srimulat yang tampil gratis x))
7.    Tipe Modus
Modus bisa ke sesama pemustaka alias tebar pesona atau juga modus ke pustakawan agar terpilih sebagai pemustaka terbaik
8.    Tipe Absen Aja
Ada, ada banget yang kayak gini. Masuk perpus hanya mau absen doank, biar namanya tiap hari terdata di list buku pengunjung perpustakaan.
9.    Tipe Vandalism
Ini tipe pemustaka yang sebenarnya kreatif jika tidak bisa dikatakan jahil. Vandalism bisa ditemui di lembaran-lembaran buku, maupun di sudut-sudut perpustakaan. Daripada menimbulkan coretan yang tidak jelas, perpustakaan memberikan kesempatan bagi tangan-tangan kreatif itu untuk memeperindah perpustakaan, salah satunya bisa membuat doodle, lukisan maupun book quotes yang menjadi pajangan perpustakaan.

10. Tipe Numpang Ngadem
Kebanyakan tipe ini adalah pemustaka yang merupakan anak kos. Pulang sekolah lebih memilih ngadem di perpustakaan daripada pulang ke kosan. Banyak juga yang sehabis olahraga, karena kepanasan habis berjemur di lapangan, ngadem di perpus menjadi pilihan. Nah, yang tipe begini yang bikin aroma perpustakaan terkontaminasi x))


11.  Tipe Numpang Wifi
Seiring berkembangnya zaman, perpustakaan musti dilengkapi dengan hal-hal yang berbau teknologi. Salah satunya adalah sarana pengadaan wi-fi yang sangat membantu pemustaka dalam pencarian referensi dalam mengerjakan tugas. Apalagi anak kos, wifi gratisan di perpustakaan tentu lebih hemat daripada mencari wifi gratisan di kafe yang minimal harus membeli makanan atau minuman paling murah sekalipun.
12. Tipe Rekreasi di Perpustakaan
Sekarang ini, sebagian sekolah di Indonesia sudah menerapkan kurikulum 2013 yang artinya berangkat pagi pulang sore. Hal ini tak jarang menimbulkan kebosanan para siswa yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar di kelas. Salah satu hal yang bisa dilakukan di perpustakaan adalah menyediakan berbagai macam permainan yang mampu merefresh otak mereka setelah seharian belajar. Ada permainan uno stacko, catur, scrablle, dan masih banyak lagi.

13. Tipe Tukang Tidur
Masih menyambung dari tipe sebelumnya, para siswa sering kelelahan dalam belajar, maka ada beberapa siswa yang ke perpustakaan untuk istirahat sejenak. Favorit mereka adalah nyempil di sela-sela rak buku. Biasanya jarang saya bangunin, soalnya nanti bakal bangun sendiri, hahaha.. x))

14. Tipe Tukang Tjurhat
Tipe yang terakhir ini lumayan banyak. Kalau diperhatikan, yang datang ke perpustakaan sekolah malah lebih banyak yang tjurhat dibandingkan yang pinjem buku. Tjurhatannya pun beragam, mulai dari masalah pelajaran, keluarga dan yang paling banyak apalagi kalau bukan masalah cinta, hahaha… Entahlah, padahal sebenarnya sudah ada guru BK yang tugasnya menampung keluh kesah mereka, tapi malah lebih sering tjurhat ke pustakawan.. x))
Ada yang bisa menambahkan, tipe pemustaka apalagi yang bisa ditemukan di perpustakaan sekolah?!? :D

Ditulis oleh
Luckty Giyan Sukarno
Pustakawan SMA Negeri 2 Metro, Lampung

Minggu, 27 Januari 2019

Pustakawan, Pemustaka dan Ide Menulis

Sejatinya ingin sekali saya mempraktikan secara ideal apa yang pernah dilakukan Bung Hatta kepada peminjam bukunya. Apa yang dilakukan? Jadi, setiap selesai meminjam buku, maka Bung Hatta akan menyuruh si peminjam tersebut untuk menceritakan kembali buku yang dipinjamnya. Tentunya kalau sudah dibaca tuntas semuanya.

Pustakawan, Pemustaka dan Ide Menulis
Credit: Pixabay
Lantas, bagaimana kalau belum selesai dibaca? Maka Bung Hatta akan melarang si peminjam tersebut untuk mengembalikannya, lalu menyuruh si peminjam tersebut untuk membawa kembali buku itu dan harus dibaca sampai selesai.

Bertanyalah dan Dengarkan

Nah, apa yang dilakukan oleh Bung Hatta tersebut, saya coba lakukan kepada pemustaka saya.

Apa yang terjadi? Untuk buku-buku bergenre umum, ternyata mereka senang juga untuk menceritakannya kembali kepada saya. Tapi, akan lain ketika buku-buku tersebut bergenre khusus yang lebih serius. Misalnya karena perpustakaan saya adalah perpustakaan khusus fokus dibidang nuklir, maka si pemustaka yang telah meminjam itu sepertinya agak berat untuk menceritakannya kembali. Mungkin si pemustaka itu sudah bisa menerka-nerka kepada saya,"ngerti apa sih sampeyan tentang nuklir."

Kalaupun si pemustaka itu mau menceritakan, yang berat juga saya pastinya. Menerima informasi terkait istilah-istilah radiasi, nuklir, zat radioaktif, dan sejenisnya apalagi yang bersifat teknis, waduh makin mumet yang saya alami. Bagai buah simalakama memang.

Atas kondisi itu, saya jadi merasa berbahagia ketika berkerja di perpustakaan sebelumnya seperti di perpustakaan umum dan sekolah. Dulu, memang saya sering bertanya kepada siswa terkait buku kesukaannya hingga saya ajak ke toko bukunya langsung. Setelah selesai membaca, mereka akan menceritakan tanpa disuruh dengan berapi-api.

Sementara itu, di perpustakaan umum juga tidak kalah menariknya, saya sering berdiskusi dengan semua pemustaka dari latar belakang yang berbeda. Mulai dari securiti, pegawai, siswa, mahasiswa, petani, nelayan, guru, pemuda pencari kerja, siapa lagi yah, saya lupa. Biasanya saya selalu bertanya terkait buku yang sudah dipinjamnya. Rata-rata memang pemustaka dengan senang hati untuk menceritakannya kembali, baik secara detail atau singkat.

Dari situ, saya memperoleh pelajaran. Sejatinya para pemustaka itu ada rasa senang ketika ditanya dengan apa yang sudah dipinjamnya. Mengapa demikian? Mungkin karena memang buku yang dipinjam sudah dipilih sesuai kesukaanya. Walaupun, ada juga yang meminjam buku hanya karena yang tersedia saja. Tapi tak mengapa, toh nyatanya ketika mereka mengembalikan dan saya tanya selalu dijawab dengan muka ceria. Sepertinya, setiap manusia yang ditanya tentang kesukaanya, pasti akan semangat untuk menjawabnya. Sebagai contoh, ketika ada yang hobi dengan motor, coba tanyakan tentang motornya itu, pasti akan bercerita dengan senang hati. Begitu juga misalnya ada yang suka drama korea, coba tanya tentang drama korea, pasti akan cerita dengan berbunga-bunga.

Eits, tapi jangan senang dulu, perlu diingat juga, kadang kita pustakawan harus sensitif, misalnya ketika bertanya itu harus disesuaikan dengan buku yang dipinjamnya. Kalau yang meminjam itu buku tentang misalnya "mudah mencari jodoh," maka jangan sekali-kali bertanya lebih spesifik, misalnya bertanya "sudah dapat jodohnya?" Kalau tetap maksa juga bertanya, maka jangan salahkan kalau misalnya si pemustaka itu sampai-sampai ngemplang wajah sampeyan.

Pelajaran Penting

Satu hal yang bisa diambil pelajaran, menjadi penanya dan pendengar setia itu perlu bagi seorang pustakawan. Jangan cuek apalagi abai terhadap pemustaka. Mulailah bertanya terkait buku-buku yang dibacanya. Itu adalah salah satu bentuk wujud apresiasi yang mungkin sedikit sekali pustakawan untuk mau melakukannya.

Jika itu dikaitkan dengan dunia menulis, saya jadi teringat petuah dari Tere Liye tentang tips-tipsnya untuk bisa menulis, diantaranya selain dari sering latihan, mengisi amunisi otak, mempunyai sudut pandang bebeda juga tentunya menjadi penanya dan pendengar. Dua yang terakhir itu pastinya bisa melahirkan ide atau gagasan untuk bahan menulis. Mau mencoba?

Salam,
#pustakawanbloggerindonesia