Senin, 13 Februari 2023

Perlukah Kita Melanjutkan Studi ke Jenjang S2?

Oleh: 

Akmal Faradise

Lulusan MIP UGM

Dear adick-adick Ilmu Perpustakaan yang cute … 

Tulisan ini aku buat khusus untuk kalian sebagai bahan pertimbangan pilihan karir ke depannya. Meski secara tertulis konteks tulisan ini adalah dalam jurusan Ilmu Perpustakaan, namun prinsip pemilihannya dapat digunakan oleh mahasiswa hampir semua jurusan.

Disclaimer. Tulisan ini berdasarkan pengalamanku pribadi, berbagai referensi yang pernah kubaca dan sharing dengan beberapa kolega. Tulisan ini tidak memberikan jawaban pasti tapi mencoba menemani teman-teman menemukan jawaban kalian sendiri.

Oke, ada setidaknya 3 hal yang kalian perlu pertimbangankan untuk melanjutkan S2.

Pertama, tujuan.

Kedua, pilihan karir.

Ketiga, ekonomi dan variabel X.

Sedikit cerita, tujuanku melanjutkan S2 karena memang “suka suasana belajar”. Jadi, aku suka aja gitu saat dengerin lecturing, diskusi, presentasi, dan mengerjakan tugas. Artinya memang kegiatan mahasiswa itu menyenangkan aku lakukan berulang. Well, mungkin tidak semua orang sepertiku.

Ketika S1, pilihan karir yang tergambar di benakku adalah dosen. Memutuskan untuk S2 sebenarnya sudah tepat. Namun seiring waktu, persepsi terhadap karir dosen mulai berubah. Banyak hal yang cukup menggangu pikiranku seperti realita dan ekosistem pelaksanaan Tri Dharma di lapangan, serta besarnya beban moril saat menjadi dosen (bagian ini merupakan personal world view). Sampai hari ini, dosen bukan prioritas profesi yang ingin kucapai, tapi hanya opsional saja. Mubah gitu hukumnya.

Salah satu konsekuensi yang kuhadapi waktu itu adalah beratnya beban ekonomi saat S2. Studi pasca sarjanaku kutembuh di UGM, dengan UKT sebesar 9 juta per semester. Dua kali lebih tinggi dari besaran UKT di uin suka. Aku masuk semester ganjil, dan ini merupakan bagian ‘kesialan’ selama proses studi. Saat itu aku belum bisa apply LPDP, BU tidak buka selama lebih dari satu tahun, dan beasiswa kampus hanya dibuka untuk maba semester ganjil. Bagus sekali. Aku harus membayar biaya kuliah secara mandiri. Berat rasanya, mengingat aku cuma orang golongan ekonomi menengah ke samping.

Dengan gambaran ceritaku, kuharap kalian bisa mempertimbangkan tiga faktor tadi.

1.      Tujuan

Apa sebenarnya tujuan kalian untuk melanjutkan S2? Untuk kepentingan karir? Untuk kepuasan pribadi? Untuk menunda bertemu realitas? Untuk menghindari menikah? Bahaha. Silakan temukan itu dalam diri kalian sendiri, sebuah alasan yang memang datang dari hati dan memang ingin kalian lakukan. Sebab tujuan itu akan disertai dengan beberapa konsekuensi setelahnya. 

2.      Pilihan Karir

Kalau kalian mau jadi dosen, go on studi S2. Tidak perlu buang waktu lagi. Soalnya kalau kamu mau jadi dosen, kamu ‘hanya’ perlu ijazah minimal S2 dan kompetensi secara umum sebagai dosen. Kompetensi tersebut sudah kamu pelajari di perkuliahan. Kerja dosen dan mahasiswa di kelas, mirip bukan? Kalian tidak harus selalu punya pengalaman kerja atau portfolio, meski memang ini somehow bisa menjadi poin unggulan dalam CV dan saat interview kerja. Yah walau kalian tetap saja punya tantangan tersendiri saat tes seleksi masuk kerja sih.

Tapi kalau prioritas karir kalian bukan dosen, mending kerja aja dulu.

Ini realita yang kulihat saat ada di kelas selama S2. Teman-temanku beberapa adalah bapack2 yang sudah punya anak, atau mba-mba yang sudah berstatus pustakawan dengan tugas belajar. Kekuranganku di kelas adalah aku tidak bisa merelasikan teori yang kupelajari dengan kondisi perpustakaan di lapangan. Itu wajar mengingat aku belum pernah bekerja formal sebagai pustakawan, lulus S1 langsung menempuh S2.

Berbeda dengan teman-temanku yang memang sudah/sedang mengalami bekerja. Mereka mampu merelasikan pengalaman lapangan mereka dengan teori yang disampaikan dosen di kelas. Sisi baik dari polaku adalah aku tidak kesulitan untuk menyerap teori yang ada. Selain memang tidak ada jeda dalam belajar (S1 ke S2 langsung), juga karena waktu jeda sebelum kuliah kusiapkan untuk mempelajari materi yang akan kupelajari di kelas. Justru, ada beberapa teman kelasku yang sudah bekerja seringkali kesulitan memahami teori di kelas. Ini juga wajar mengingat mereka punya jeda belajar. Tidak semua orang yang bekerja akan membaca ulang materi kuliah mereka, bukan?

“Kak kalau misalkan aku pernah magang jadi pustakawan gimana?”

Jawaban retorisnya adalah mungkin kamu tidak akan mengalami kesulitan yang sama denganku. Mungkin yaa. Sebab kita tahu durasi, tugas dan tanggung jawab yang kita terima selama magang tidak sama dengan posisi full time. Pengalaman magang menurutku akan membantu, tapi aku tidak tahu akan sesignifikan apa. Lagipula di generasi sekarang, dengan kebijakan Kampus Merdeka lalala, peluang magang itu sangat luas dan bervariasi.

Tapi aku secara personal tetap menyarankan kalian untuk S2 dulu.

Why? Ya realita pekerjaan kita. Pertama, lowongan Pustakawan di Indonesia itu lebih banyak terbuka untuk lulusan S1. Kualifikasi yang dibutuhkan perpustakaan tersebut ya kompetensi level S1 paling tinggi. Nah ketika perpustakaan membutuhkan pegawai dengan kualifikasi S2 atau kalian butuh upgrade diri, itu bisa dibilang waktu yang tepat untuk lanjut studi. Kalian tidak cuma memiliki bekal lapangan, tapi akan lebih mudah secara ekonomi. Perpustakaan kalian bisa mengutus kalian dalam tugas belajar, tentunya mereka bisa saja memberikan beasiswa dalam bentuk tugas belajar. Atau kalian bisa apply mandiri beasiswa di luar institusi kalian. Peluang kalian akan lebih tinggi karena tujuan S2 kalian (bisa saja) didukung kebutuhan institusi, alasan S2 kalian lebih spesifik, dan kalian sudah punya refere yang relatif kuat (atasan, misalnya). Kinerja kalian yang bagus selama bekerja bisa membantu untuk memenangkan beasiswa. Misal beasiswa yang menilai dari kontribusi kamu terhadap perusahaan/instusi seperti beasiswa dari Swedish Institute.

S2 diperlukan untuk naik level manajerial. S2 juga memiliki daya saing bagus dalam bidang tertentu karena lulusan master memiliki kualifikasi professional yang spesifik. (Kalau dalam lingkup industry, rasanya jarang yang S3 ya. Paling mentok biasanya S2. Studi doctoral sepertinya lebih make sense untuk mereka yang bekerja di ranah akademik).

Ini kalau di Indonesia ya. Di LN biasanya kualifikasi minimal untuk job title ‘Librarian’ itu lulusan master.

3.      Ekonomi dan variabel X

Ini salah satu faktor yang pasti dihadapi oleh mereka yang belajar. Menuntut ilmu itu biayanya mahal karena nilai ilmu itu sendiri mahal. Bagi kalian yang tidak punya hambatan dengan ekonomi, silakan lanjut S2. Tapi tentu pertimbangkan tujuan dan pilihan karir. Bagi kalian yang terkendala dengan ekonomi, aku menyarankan untuk kerja dulu –ngumpulin duit dan pengalaman seperti yang kuceritakan di bagian sebelumnya.

“Varibel X itu apa kak?”

Apapun yang memengaruhi keputusanmu untuk lanjut S2. Mengingat tiap orang bisa berbeda kondisi, tentu aku tidak tulis jelas, beda dengan faktor ekonomi yang hampir pasti semua orang alami.

Misal ya, kamu punya riwayat kesehatan yang kurang mendukung untuk S2. Atau kamu harus segera pulang kampung karena dibutuhkan institusi di sana. Atau kamu harus menemani orang tua jadi tidak bisa merantau lebih lama. Masih banyak hal-hal senada yang seringkali harus dipertimbangkan apakah kita akan S2 atau tidak. Silakan ditemukan sendiri mengingat kondisi tiap orang pasti berbeda. Kalau kalian tidak punya variabel itu atau bisa mengatasinya, silakan lanjut S2.

Tips Menyiapkan Diri Sebelum S2

Nah bagi kalian yang sudah memahami kondisi personal dan punya tujuan S2  yang jelas, selanjutnya aku bagikan tips yang semoga berguna untuk menyiapkan diri sebelum S2.

Sejauh ini, aku baru bisa kasih dua saran.

1.      Pelajari Bahasa Inggris

No excuse. Ini syarat mutlak hahaha. Baik kamu kamu kuliah S2 DN atau LN, harus bisa Bahasa Inggris. Apalagi mau ambil beasiswa, IELTS atau TOEFL itu harus soalnya syarat administratif. Kecuali memang ada Negara tertentu yang tidak menyaratkan harus ada sertifikasi Bahasa Inggris tapi gantinya kamu harus bisa bahasa utama Negara tersebut. Misalnya harus bisa bahasa Turki untuk apply beasiswa Turkiye Burslari atau harus ambil kelas bahasa misal nilai TOPIK (Toefl Korea Selatan) belum mencukupi kalau mau apply Global Korea Scholarship.

Biasakan dirimu berbahasa Inggris. Buat semua indramu terbiasa dengan Bahasa Inggris. Azek. Lakukan dari hal terkecil sekalipun. Contoh.

  • -          Ubah bahasa pengaturan di hp dan laptop dengan bahasa Inggris
  • -          Dengerin lagu bahasa Inggris
  • -          Baca berita bahasa Inggris
  • -          Nonton konten video review atau film berbahasa Inggris
  • -          Menirukan dialog di film berbahasa Inggris
  • -          Berlatihan ngomong sendirian dalam bahasa Inggris
  • -          Menemukan teman yang bisa diajak berbahasa Inggris, baik langsung atau online
  • -          Menulis tweet atau caption berbahasa Inggris
  • -          Main Duolingo atau game edukasi yang membantu belajar bahasa Inggris
  • -          Ikut kelas bahasa (daring maupun luring)
  • -          Ngomong jaksel
  • -          Dan lalala

Pokoknya buat 24 jam kamu ada Inggris-Inggrisnya selama proses menyiapkan S2. Bisa berbahasa Inggris dengan baik akan membantumu dalam KBM selama S2. Karena materi yang diberikan seringkali dengan bahasa Inggris, referensi yang kamu baca berbahasa Inggris, bahkan tugas dan diskusi yang kamu lakukan menggunakan bahasa Inggris.

Catatan Penting. Bisa berbahasa Inggris secara teoretis dan praktik belum menjamin nilai ielts dan toefl kamu bagus. Jadi pelajari dengan baik bahasa Inggris dasar (grammar) dan bahasa Inggris untuk sertfikasi bahasa. Kamu juga bisa belajar academic writing yang memang spesifik dipakai dalam perkuliahan.

2.      Biasakan Membaca dan Menulis Artikel Jurnal

Sempat aku singgung sebelumnya mengenai tugas dan KBM S2. Rata-rata tugas anak pasca itu menulis jurnal. Baik untuk tugas mingguan, tengah dan akhir semester. Baik untuk disetor ke dosen saja atau tuntutan publikasi. Everyday article journal related gitu sih. Jadi alangkah baiknya kalau kamu sudah terbiasa selama bekerja, misalnya.

Saat menjadi pustakawan, kamu bisa membiasakan membaca jurnal. Pilih topik yang memang kamu suka dan ingin perdalam. Pilih yang bahasa Inggris ya, biar sekalian latihan membaca, he. Nah sekalian kamu juga menulis artikel jurnal. Tulisan seorang praktisi itu punya nilai yang besar dalam komunitas akademik. Dengan menulis, kamu juga sudah membiasakan dan mensimulasikan diri untuk menjadi anak pasca. Poin plus lainnya adalah tulisanmu bisa membantumu untuk mencapai credit score tertentu, dan jadi portfolio publikasi. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Well aku cuma bisa bilang ‘good luck gais!’. Pilihan dan eksekusinya bergantung pada kalian.

Eh iya, aku terbuka kok kalau mau diskusi tentang kuliah S2, dan menulis. Mau kolaborasi menulis pun ayok!

Memilih Tujuan S2

Proses memilih kampus tujuan S2 bisa dibilang merupakan versi kompleks dari memilih jurusan saat S1. Sebab kita harus mempertimbangkan kesesuaian dengan research interest kita. Kalau aku pribadi biasanya memilih tujuan dengan pertimbangan kurikulum, institusi dan lokasi.

Dulu aku mempertimbangkan tiga kampus untuk studi pasca: UI, UGM dan UIN SUKA. Pilihanku waktu itu jatuh pada UGM karena kurikulum yang mereka ajarkan menarik minatku dan secara relatif berbeda dengan apa yang kupelajari selama S1.  Aku tidak begitu berminat tinggal di Depok jadi tidak begitu tertarik masuk UI. Aku ingin merasakan belajar dengan dosen yang berbeda, makanya aku tidak memilih UIN SUKA karena sebagian dosennya adalah dosen S1ku xixixi.

Ada beberapa pertimbangan yang mungkin bisa kamu pikirkan. Coba kamu tanyakan ini pada dirimu sendiri untuk memilih S2 yang tepat buatmu.

-          Lokasi. Apakah kamu punya keinginan atau restriction tertentu? Semisal tidak ingin di Yogyakarta lagi karena sudah melewati masa S1 di sana. Atau ingin meresakan kuliah di Negara empat musim seperti Eropa.

-          Kekhasan prodi. Apakah jurusan yang ingin kamu tuju itu sesuai dengan reseach interestmu? Kamu perlu tahu spesifikasi kamu dan jurusanmu sih. Misal kalau NTU itu LISnya lebih ke teknologi, UIN SUKA mengarah pada Islamic studies. Atau kampus-kampus di Australia lebih dominan ke pendidikan dan manajemen. Atau kampus-kampus di amerika yang lebih banyak condong pada Information Sciences.

-          Institusi. Apakah kamu punya preferensi kampus tertentu? Misal lebih pengen kuliah di kampusa agama atau kampus LN yang tidak punya catatan restriksi terhadap muslim. Ini berelasi dengan poin pertama. Juga apakah kampus dan jurusan yang kamu tuju masuk dalam daftar beasiswa yang kamu ambil.

Pro Tips. Usahkan kamu punya mentor yak dalam pemilihan kampus dan jurusan S2-mu. Mereka akan membuka hal-hal yang tidak kamu lihat sebelumnya saat kamu berpikir sendiri J

Realita Cari Kerja S2

Ini cerita personalku, jadi tiap orang bisa berbeda.

Lowongan untuk dosen tidak buka setiap waktu. Jadi timelinenya belum tentu sesuai dengan kondisi kita. Tidak jarang kita harus menunggu. Belum dengan segala syarat administrasi yang harus dipenuhi. Meski mendaftar kerja gratis, syarat yang harus kita penuhi kan butuh biaya. Ambilah untuk cek kesehatan ini dan itu. Nah, ketika kita bisa apply, ada serangkaian tes yang harus dijalani dan belum tentu lolos.

Lowongan untuk pustakawan jauh lebih banyak dan lebih sering dibanding dosen. Tapi tidak semua perpustakaan menerima kualifikasi S2. Sedikit sekali malah. Sebab memang rata-rata kualifikasi yang dibutuhkan paling tinggi S1. Ya gimana ya, kualifikasi dengan kan sejalan dengan gaji. Kamu S2 dan apply posisi S1 itu overqualified dan sangat mungkin institusi tidak bisa afford your expected salary. Ditolak karena overqualified itu lebih nyesek dari pada ditolak karena underqualified.

Menikmati Hidup dengan Menjadi S1

Dulu ketika saya masih sekolah, lulusan S1 itu banyak banget. Jadi terpikirkan untuk kuliah S2, biar punya nilai tambah (apa nilai tambahnya juga ngga tahu). Tapi ketika saya hendak masuk S2, ya lulusan S2 sudah banyak juga. Sekarang sudah lulus S2, teman-teman saya banyak yang berkarir dari dosen dan lulusan S3 juga sudah banyak. Haha

Banyak dalam pandangan persepsional ya, karena informasi yang saya lihat di sekeliling saja. Saya tidak merujuk statistik tertentu.

Nah realita seperti ini wajar bila membawa kita pada bias tertentu. Seolah kalau lulusan S1 sudah memblubak maka saya harus S2 agar punya sisi pembeda. Seolah kalau teman-teman saya banyak yang S2, maka saya harus s2 juga. Well, rasanya hal seperti ini cuma kesalahan berpikir. Kita melakukan sesuatu bukan karena ingin tapi karena orang-orang melakukannya.

Bagi saya, bukan tentang setinggi apa level pendidikanmu dan apa profesimu tapi kamu tahu tujuan kamu dan bertindak sesuai kebutuhanmu. Kalau memang kamu belum harus S2, ya ndak masalah kamu menikmati hidup sebagai S1. Jika menjadi pustakawan menyenangkan bagimu, kamu tidak harus tertekan karena temanmu memilih profesi yang berbeda dan seolah lebih bonafide. Perasaan seperti itu seringkali muncul karena kita tidak memahami diri kita sendiri.

Lulus S1 lalu kerja selama tiga tahun. Menikah di usia 25 tahun. Itu hidup template yang dialami banyak orang. Hidup seperti bagaimana yang tetangga kita harap dan bicarakan. Lalu kemudian punya anak. Which is kalau menghitung jarak biologis orang tua ke anak, itu pas aja sih. Abis itu menikmati hidup dengan pasangan dan keturunan. Tidak memikirkan harus S2. Mungkin ada yang mengatakan hidup seperti ini membosankan dan tidak menantang. Tapi saya rasa hidup seperti itu tidak salah juga. Intinya adalah jalani hidup yang memang ingin kamu jalani. Tidak seorang pun berhak menghakimi pilihan hidupmu.

Atau kamu memilih untuk jadi pekerja bidang digital, bukan pustakawan. Kamu melakukan banyak eksplorasi. Belajar skill baru setiap hari. Pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Belum mau menikah tapi menikmati kesendirian dan travelling ke banyak tempat. Mungkin ada yang bilang hidup seperti itu terlalu bebas dan egois. Tapi itu hidupmu sendiri. Asal tidak memberikan masalah pada orang lain, yaaa why not?

Jadi, untuk menutup tulisan yang dimulai dengan pertanyaan “Perlukah melanjutkan studi s2”, saya mengajukan pertanyaan pula “Apakah S2 berpengaruh penting pada hidupmu?”

Selamat menemukan jawaban kalian!

0 komentar:

Posting Komentar