Senin, 09 Agustus 2021

HIJRAHNYA PUSTAKAWAN

HIJRAHNYA PUSTAKAWAN

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I.

(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Ahmad Syawqi

Selasa, 1 Muharram 1443 Hijriah bertepatan 10 Agustus 2021 Masehi umat Islam memperingati tahun baru Islam yang dihitung sejak Nabi Muhammad saw. hijrah dari Mekah menuju Madinah sehingga penanggalan dalam Islam dinamakan Hijriah. Berbeda dengan penanggalan nasional dan dunia pada umumnya menggunakan perhitungan Masehi dengan sistem matahari dan dimulai pada zaman Nabi Isa AS.

Sejarah tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan tahun. Hal ini tidak lepas dari fakta sejarah pada zaman sebelum Nabi Muhammad saw., orang-orang Arab tidak menggunakan tahun dalam menandai apa saja, tetapi hanya menggunakan hari dan bulan sehingga membingungkan.

Sebagai contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad saw. lahir pada tahun Gajah. Hal ini menjadi bukti bahwa pada waktu itu kalangan umat Arab tidak menggunakan angka dalam menentukan tahun sehingga membingungkan. Berawal dari sini, pada sahabat berkumpul untuk menentukan kalender Islam, salah satu di antaranya yang hadir adalah Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Mengenai sejarah kalender Islam, mereka ada yang mengusulkan kalender Islam berdasarkan hari kelahiran Nabi Muhammad, ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad diangkat sebagai rasul. Namun, usul yang diterima adalah usulan dari Ali Bin Abi Thalib di mana beliau mengusulkan agar kalender hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah dan Madinah. 


Makna Hijrah Nabi Muhammad saw.

Banyak hikmah yang dapat kita petik dari Hijrahnya Nabi Muhammad saw. dan para sahabat dari Mekah ke Madinah. Diantaranya adalah Pertama, perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap Muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.

Kedua,  Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah daru hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah saw. dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.

Ketiga, Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw,  pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Dalam konteks sekarang ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW dan kaum Muhajirin, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah itu sendiri, karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasululllah dan berkata: "Wahai Rasulullah, saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa hijrah telah telah berakhir", Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit dari sebelah barat”.

Hijrah dari Kebodohan

Hjirah itu sama dengan berpindah, bergeser atau mutasi menuju arah yang lebih baik lagi, dari kemiskinan menjadi kemakmuran, kebodohan menjadi pintar, yang masih rendah ketaqwaannya menjadi lebih tingga ketaqwaannya kepada Allah Swt.

Bagi pustakawan yang sehari-hari bergelut dengan  buku dan informasi, hijrah wajib selalu dilakukan dengan semangat berjuang dalam memberikan layanan yang prima kepada pemustaka tanpa putus asa dan rasa opimisme yang tinggi guna mencerdaskan manusia dari kebodohan. Di samping  semangat berhijrah untuk terus belajar dari kebodohan untuk menjadi pintar. Dan Islam sebagai agama yang Rahmatan lil ‘Alamin sangat mengajarkan kita untuk menjadi orang yang berilmu dan berakhlak.

Ilmu erat kaitannya dengan akal manusia. Lantaran akal dan olah pikirnyalah manusia menapak kemajuan sekarang. Hanya saja manusia tak boleh lupa bahwa dulu sewaktu kecil, ketika masih bayi merah, dia belum tahu apa-apa. Dia tak boleh takabur atas secuil ilmu yang dimilikinya sekarang yang katanya begitu hebat dan membuatnya terkenal, bahkan meraih piagam, award sainstek atau hadiah Nobel, misalnya. Sebab, bagaimanapun ilmu manusia masih terbatas, paling-paling dia hanya tahu di bidang ilmu yang ditekuninya. Tak ada manusia yang menguasai segala ilmu.

Walau demikian, manusia tetap selalu diwajibkan hijrah dari kebodohan untuk menjadi pintar, pindah dari satu "sumur" ilmu menuju "sumur" ilmu lainnya. Ini bisa dibaca pada kata pertama, ayat pertama firman Allah Swt. kepada Muhammad, yaitu baca. Soal baca adalah soal ilmu. Soal hijrah adalah bertambah pengetahuan. 

Untuk itu mari kita jadikan moment Tahun Baru Islam 1443 H ini untuk menjadi pribadi yang BERUNTUNG tahun ini lebih baik lagi dari tahun kemaren dan hari-hari yang kita jalani  selalu diisi dengan kebaikan dan selalu bersyukur kepada Allah Swt. atas segala nikmat yang telah kita peroleh, sehingga akan terus ditambah Allah Swt. nikmat-nikmat lainnya yang lebih besar lagi. “Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu …” (QS. Ibrahim: 7). Aamiiin. 

0 komentar:

Posting Komentar