Selasa, 13 Juli 2021

Sertifikasi Profesi dan Upaya Proteksi Profesi Pustakawan dari Serbuan Pekerja Asing

 


 

Tanpa disadari bahwa kehidupan kita erat bersinggungan dengan kompetisi. Mari kita buka ingatan kita sejenak tentang bagaimana sejak dalam kandungan sejatinya kompetisi telah dimulai. Janin merupakan hasil kompetisi antar sel-sel jantan dalam membuahi sebuah sel betina. Selanjutnya memasuki dunia pendidikan, kita berkompetisi dengan sesama teman sekolah untuk meraih predikat terbaik. Persaingan dunia kerja tidak kalah sengitnya. Ribuan kandidat bersaing ketat dengan pelamar lain untuk menempati suatu posisi pekerjaan. Bahkan bagi kita yang saat ini berprofesi sebagai pustakawan, patutlah bersyukur sebab kita merupakan pemenang yang mampu menyisihkan kandidat lain yang hendak mengisi posisi tersebut. Singkatnya, kehidupan manusia tidak lepas dengan persaingan.

Berlakunya kebijakan Asean Free Trade Area (AFTA) berdampak positif sekaligus negatif. Sisi positifnya, mobilitas barang, jasa dan manusia tidak lagi terbentur sekat-sekat geografis maupun administratif sehingga konsumen memiliki banyak pilihan dan produsen berpotensi meraup keuntungan berlipat. Sisi buruknya, persaingan bebas tersebut semakin mengencangkan tensi persaingan. Sumberdaya manusia yang tidak mampu bersaing akan tersisih. Jika tidak bermental pemenang maka bukan tidak mungkin kekalahan bersaing tersebut akan mendorong munculnya isu SARA. Selanjutnya pada aspek jasa, pemberlakuan pasar bebas akan membuka keran bagi tenaga kerja asing menawarkan kompetensi dan profesionalisme dengan mengisi profesi pada suatu negara. Keberadaan tenaga kerja asing (TKA) bahkan memicu resistensi dari penduduk lokal yang terancam mata pencariannya. Lalu bagaimana dengan pustakawan di Indonesia pasca pemberlakuan kebijakaan pasar bebas. Walaupun belum ada studi yang membahas secara khusus topik tersebut, namun diprediksi pelan tapi pasti keberadaan profesi pustakawan (khususnya pustakawan yang bekerja di lembaga privat) akan terancam. Tulisan ringan ini hendak membahas tentang strategi proteksi bagi pustakawan dari serbuan tenaga kerja asing melalui sertifikasi profesi.

Merespon kesepakatan antar negara tentang pemberlakuan pasar bebas, tentu pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Pemerintah sebagai regulator tentu berkepentingan untuk melindungi hak-hak warga negaranya. Salah satu langkah untuk membentengi warga negaranya dari serbuan tenaga kerja asing adalah melalui peningatkatan kompetensi dan profesionalitas SDM. Perlu diketahui bersama bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Wujud konkret keperpihakan pemerintah terhadap hak warganya melalui pengesahan sejumlah aturan perundangan dan pembentukan badan pelaksananya dalam hal ini adalah Badan Standarisasi Nasional Profesi (BNSP).

Pada sebuah kesempatan dalam pelatihan Calon Asesor akhir Maret 2021, Kepala BNSP menyampaikan informasi perkembangan sertifikasi profesi di Indonesia. Disampaikan bahwa sertifikasi profesi bertujuan memastikan kompetensi profesional  dan kredibilitas proses bisnis telah dilaksanakan sesuai standarisasi yang telah ditentukan. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) merupakan Lembaga yang melaksanakan kegiatan sertifikasi profesi yang telah memenuhi syarat dan telah memperoleh lisensi dari BNSP. Menurut data BNSP saat ini, jumlah LSP yang  memiliki fungsi melakukan pembinaan, pengembangan dan pengawasan langsung terhadap pemegang sertikasi diseluruh Indonesia  sebanyak 1.794 buah. Terdapat  Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebanyak  21.160 buah, skema sertifikasi kompetensi sebanyak 12,583 skema, asesor sebanyak 44.457 orang. Mengerucut ke profesi Pustakawan. Kepala LSP Pustakawan yang pada kesempatan yang sama turut menyampaikan perkembangan sertifikasi profesi pustakaan sejak tahun 2013. Terhitung sebanyak 1.622 orang pustakawan yang telah tersertifikasi dan berpredikat kompeten yang telah diases oleh LSP Pustakawan. Sejauh ini bisa dikatakan pemerintah telah hadir dalam merespon pasar bebas melalui instrumen peraturan Standar Kerangka Kerja Nasional dan kehadiran Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sebagai kepanjangan tangan BNSP.

Sertifikasi sebagai Upaya Proteksi Profesi Pustakawan di Indonesia

Diklaim bahwa pemegang sertifikat profesi berhak menggunakan kualifikasi dan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan hasil uji kompetensi untuk menaikkan posisi tawarnya dan/atau promosi pekerjaan. Hal tersebut tentu sepadan dengan pengorbanan dalam memperoleh hasil maksimal dalam mendapatkan pengakuan profesional. Namun terbetik sebuah pertanyaan : apakah tenaga asing yang hendak bekerja di Indonesia juga diwajibkan mengikuti dan lulus sertifikasi profesi pustakawan?. Pertanyaan tersebut bersandar pada sebuah realita bahwa Indonesia saat ini merupakan salah satu negara incaran pekerja migran asing.  Media online nasional menyajikan sebuah data bahwa tercatat 98.902 orang tenaga kerja asing (TKA) berasal dari Asia, Amerika dan Eropa yang masuk ke Indonesia pada tahun 2020 (Waseso, R: 2020). Selanjutnya, Diperkerjakannya TKA tersebut akan membuat perebutan lowongan pekerjaan semakin sengit, terlebih profesi pustakawan turut terancam karena profesi tersebut merupakan salah satu dari 143 pekerjaan dibidang pendidikan yang dapat diisi oleh TKA (CNBC Indonesia: 2019). Selain itu, faktor yang akan membuat pustakawan lokal akan bertekuk lutut dengan pustakawan TKA adalah kemampuan softskill meliputi: kemampuan berbahasa asing serta komunikasi antar budaya (--2014) dalam konteks persaingan pasar bebas. Merujuk hal tersebut, maka sertifikasi profesi pustakawan menjadi harapan bagi pustakawan lokal sebagai filter menahan laju infiltrasi pustakawan TKA yang akan masuk indonesia.

            Sejauh ini, penulis belum menemukan klausul tentang wajib tidaknya bagi TKA yang akan bekerja disektor perpustakaan untuk mengikuti dan lulus sertifikasi profesi pustakawan. Jika sudah terdapat aturan tersebut maka hal tersebut telah menunjukkan keberpihakan regulator untuk melindungi pustakawan Indonesia dari serbuan TKA sekaligus mendorong pustakawan Indonesia untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya melalui uji kompetensi sertifikasi pustakawan. Sebaliknya jika belum ada klausul kewajiban TKA mengikuti sertifikasi profesi maka perlu diperjuangkan agar terdapat prasyarat yang mewajibkan memiliki sertifikasi profesi.

                Selain itu, terbetik pemikiran bahwa sertifikasi profesi pustakawan di Indonesia dapat diakui oleh masyarakat ekonomi di ASEAN sehingga pemegang sertifikasi pustakawan di Indonesia dapat layak/diterima bekerja sebagai pustakawan di ASEAN. Sertifikasi pustakawan Indonesia mendorong Indonesia sebagai negara eksportir pustakawan yang berkualitas, berkompeten dan profesional. Setidaknya masalah surplus lulusan jurusan ilmu perpustakaan (JIP) dapat diatasi melalui eksportir pustakawan ke negara-negara tetangga di ASEAN. Ide tersebut terdengar konyol namun jika merujuk pada pendapat Iswadi Syahrial Nupin (2015) seorang pustakawan Universitas Andalas yang menyatakan bahwa Standar kompetensi Nasional sebagai acuan baku sertifikasi pustakawan telah memenuhi standar regional ASEAN. Bukan mustahil ide tersebut terwujud berkat usaha, lobby dan dukungan dari para pihak terkait.

Simpulan

Persaingan untuk mengisi lowongan pekerjaan khususnya dibidang pendidikan dan perpustakaan semakin ketat dari tahun ketahun. Tuntutan profesionalisme, komptensi dan serbuan tenaga kerja asing merupakan hal yang tidak bisa ditawar bagi pustakawan Indonesia untuk meningkatkan kualitas diri melalui sertifikasi pustakawan. Kelulusan sertifikasi profesi pustakawan memberikan manfaat kepada pustakawan untuk meningkatkan daya daing, posisi tawar dan promosi.

Namun perlu dipikirkan juga tentang kebijakan proteksi bagi profesi pustakawan Indonsia dari serbuan TKA salah satunya adalah mewajibkan TKA mengikuti dan lulus sertfikasi profesi pustakawan. Selanjutnya, upgrading dan lobbying Standar Kerja Nasional perlu dilakukan oleh pihak terkait agar sertifikasi profesi pustakawan juga diakui secara regional di negara ASEAN. Jika hal tersbeut terwujud maka memberikan kesempatan kepada pustakawan Indonesia yang lulus sertifikasi profesi untuk bersaing mengisi posisi pustakawan di negara-negara ASEAN. Hal yang menjadi salah satu solusi peyediaan lapangan kerja bagi lulusan JIP yang surplus dan meningkatkan citra pustakawan Indonesia yang berkualitas, berkompetensi dan profesional (RAH).

Daftar Pustaka

--, 2014, Berita: Pustakawan mesti fasih Berbahasa Asing, diakses tanggal 14 Juli 2021, http://lib.ugm.ac.id/ind/?p=1168

CNBC  Indonesia 2019, Catat! Jabatan-Jabatan Ini Sekarang Bisa Diisi Orang Asing, diakses tanggal 05 September 2019, https://www.cnbcindonesia.com/news/20190905110749-4-97265/catat-jabatan-jabatan-ini-sekarang-bisa-diisi-orang-asing.

Iswadi Syahrial Nupin 2015,Kesiapan Pustakawan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian 15 Juli 2021, https:pustaka.unand.ac.id/component/K2/item/63- Kesiapan Pustakawan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nation-ASEAN-2015

Ratih Waseso, 2020, Jumlah tenaga kerja asing di Indonesia 98.902, TKA China terbesar, diakses tanggal 14 Juli 2021, https://nasional.kontan.co.id/news/jumlah-tenaga-kerja-asing-di-indonesia-98902-tka-china-terbesar-berikut-datanya.

 

 

 

1 komentar:

  1. min, mohon info niy terkait data pustakawan yang sudah tersertifikasi, dari berita yang di dapat dari :https://www.krjogja.com/peristiwa/nasional/perpusnas-gelar-bimtek-untuk-peserta-sertifikasi-pustakawan/ katanya per juni 2021 baru ada 1.711 orang yg ikut dan yg tersertifikasi ada1.213 orang min. apa ketika tulisan ini upload, data sudah update ya? , nuhun respnnya

    BalasHapus