Kamis, 16 April 2020

[Serba-serbi] Buku-buku Bertema Pustakawan


“Menemukan buku-buku yang kita miliki dengan cepat dan efisien adalah pekerjaan dasar seorang pustakawan. Dan lokasi penempatan buku tidak didasarkan pada buku-buku itu sendiri, melainkan pada hubungan mereka dengan buku-buku di sekeliling mereka. Saat sebuah buku diambil dari rak, satu-satunya cara kita tahu ke mana harus mengembalikannya, adalah buku-buku yang ada di sekitarnya.” #LoveOverdue
Pustakawan jarang sekali diangkat cerita ke dalam sebuah buku. Jadi, kalau menemukan buku bertema pustakawan, rasanya kayak lebaran pangkat dua, hahaha.. x))

Berikut beberapa buku yang bertema pustakawan. Ada yang sudah membacanya juga atau memiliki referensi lain?

100_1480

Veronika, dalam novel ini merupakan pustakawan, seperti saya. Ketika dia melewati uji coba bunuh diri yang gagal, dan bertemu banyak manusia di sebuah rumah sakit jiwa, dia jadi memahami bahwa segala sesuatu yang dianggap ‘gila’ sebenarnya adalah normal. Begitu pula sebaliknya. Hal yang tidak umum dan tidak seperti kebanyakan orang lain, dianggap ‘gila’, meskipun itu perkara salah. Jika kita benar tapi hanya seorang diri, kita tetap dianggap ‘gila’.

Apakah seseorang yang bunuh diri disebabkan karena patah hati, pekerjaan yang tak mulus, atau masalah keluarga? Veronika memiliki semuanya itu di usia ke dua puluh empat. Ia sudah cukup dewasa. Perempuan matang tahu apa yang diinginkan dan sepenuhnya mampu menentukan pilihannya. Hidupnya tidak bermakna, karena setiap hari terjadi hal yang sama. Karena itu ia memutuskan mati.
Selain Veronika, kita akan menemukan tiga tokoh lainnya yang lumayan dikupas; Mari mantan pengacara ternama, Zedka yang memiliki suami dan anak, dan Eduard anak seorang duta besar yang mengalami skizofren.
Mengapa Paulo Coelho amat ciamik dalam menjabarkan sesuatu yang disebut GILA dan amat detail tentang RUMAH SAKIT JIWA? Karena dia pernah mengalaminya sendiri. Tokoh Eduard seperti representasi dirinya saat dianggap gila oleh orang tuanya.
img_20161217_123631
DOROTHY JARROW, biasa dipanggil D.J. oleh teman-temannya, sudah menantikan kesempatannya ini sejak lulus sekolah. Enam tahun adalah waktu yang singkat, begitulah orang-orang meyakinkannya. Di era dengan anggaran yang ketat dan menurunnya komitmen masyarakat, enam tahun adalah waktu yang sangat singkat bagi seorang administrator perpustakaan umum untuk menemukan tempat yang harus dikelola. Bagi kebanyakan rekan kerjanya, sekadar mempertahankan pekerjaan saja sudah cukup menantang. Tapi secara misterius dan tidak terduga, D.J. sudah dicomot dari pekerjaannya yang meragukan sebagai asisten bagian penagihan dan ditawari posisi untuk mengepalai sebuah sistem perpustakaan kecil yang sedang berkembang di Verdant, Kansas. Kejadian ini bagaikan skenario perjalanan angin topan menuju Tanah Oz, yang tidak masuk akal.
Langsung ngidam baca buku ini begitu tahu tokoh utamanya pustakawan. Sinyal langsung kuat kalo ada aroma perpustakaan!! X)) Dan benar, buku ini kental banget nuansa perpustakaannya. Nggak hanya dari sisi cerita, tapi banyaknya selipan pengetahuan tentang mengelola perpustakaan. Uniknya, di tiap BAB selain adanya judul, juga ada penomoran klasifikasi buku dengan format DDC seperti ini. Nggak hanya itu, anjing kesayangan D.J. juga diberi nama Dewey yang merupakan pencipta Dewey Decimal Classification, klasifikasi penomoran buku x))
Suka dengan isi ceritanya, terlihat sekali bahwa penulisnya memahami dunia perpustakaan. Setting perpustakaan nggak sekedar menjadi setting tempelan semata, tapi penulis mampu memahami segala permasalahan yang dihadapi jika bekerja di perpustakaan. Endingnya juga suka. Dan beberapa rahasia di seperempat akhir buku, cukup mengejutkan.
3. Serial Alcatraz vs Evil Librarians
Kakek Smedry mengatakan jika Alcatraz, cucunya ini sangat spesial. Dan para pustakawan mengincarnya. Meski judulnya Alcatraz melawan pustakawan durjana, di buku pertama ini belum terlalu kelihatan pergerakan pustakawan secara menonjol. Baru di pertengahan cerita, Kakek Smedry bercerita pada cucunya, menjelaskan ada tingkatan pustakawan durjana ini; Para Oculator Gelap, Orde Lensa Pecah, Kerangka Juru Tulis. Meskipun mereka bekerjasama, ada persaingan di antara mereka. Tugas Alcatraz adalah membawa kembali pasir yang dihadiahi untuknya dari tangan pustakawan durjana. Dan itu tidak mudah, nyawa pun akan menjadi taruhannya.
Salah satu tingkatan pustakawan durjana adalah Orde Lensa. Ada satu rahasia yang mulai terkuak tipe pustakawan durjana tipe ini di buku pertama. Mereka memiliki Lensa Daya yang berkaitan dengan Bangsa Incarna. Sayangnya tidak ada yang bisa membaca catatan mereka, dan mereka menghilang berabad-abad lalu.
Bagi Alcatraz dan timnya, belum pernah merasakan betapa menyesakkan keagungan perpustakaan sungguhan. Perpustakaan-perpustakaan umum ada untuk memikat orang. Para pustakawan ingin semua orang membaca buku-buku mereka. Namun, itu bukan perpustakaan sungguhan. Perpustakaan sungguhan tidak terlalu peduli untuk tampil memikat. Di sini, murid-murid semacam pustakawan punya banyak waktu untuk melatih hal-hal yang tidak masuk akal bagi Alcatraz, hahaha… x)) apa sajakah itu? Pertama, mereka mempelajari sistem pengisian yang rumitnya luar biasa dan terlihat tidak penting (Yeah, klasifikasi buku sekilas memang sungguh rumit dan tidak penting, wkwkw) yang digunakan untuk mendata buku-buku di rak bagian belakang perpustakaan. Kedua, berlatih menggunakan pengait buku (ini saya nggak ngerti maksudnya apa, hahaha..) dan ketiga, merencanakan cara menyiksa masyarakat tak berdosa. Apa juga ini maksudnya?!? X))
Dalam perjalanan ke Kerajaan Merdeka, Alcatraz tiba-tiba memutuskan belok arah ke Perpustakaan Alexandria, karena Kake Smedry pergi ke sana, dan Alcatraz tahu kakeknya itu pasti akan terlibat masalah dan mungkin akan membutuhkan bantuannya. Tapi tugas ini tidak mudah, karena Perpustakaan Alexandria dijaga oleh para kurator, ruh-ruh yang menyerupai tengkorak dan akan merenggut jiwamu jika kau berani-berani memindahkan satu buku saja dari perpustakaan itu. Selain itu, Alcatraz juga dikejar-kejar oleh salah satu Pustakawan Kerangka Juru Tulis yang hendak mengorbankannya di altar berdarah.
Kisah Alcatraz makin seru. Apalagi ada selipan tentang Perpustakaan Alexandrian yang terkenal, melegenda dan kini sudah tingal sejarah itu. Selama ini kemanakah jutaan buku yang terbit di dunia. Logikanya, seharusnya kita semua dibanjiri oleh buku-buku itu. Terkubur dalam tsunami tulisan, berdengap mencari napas saat kita tenggelam dalam lautan cerita. Jawabannya adalah Perpustakaan Alexandria. Para pustakawan mengirimkan buku berlebih ke sana dengan imbalan janji bahwa para kurator tidak akan keluar. Kok saya jadi pengen jadi pustakawan yang ngirim buku ke Perpustakaan Alexandrian ini ya, penasaran ama perpusnya x))
Masih ingat Oculator dari buku sebelum-sebelumnya? Di buku ini, kita akan mendapatkan penjelasan seputar Kaca Transportasi. Kaca itu memungkinkan orang-orang melintasi jarak jauh dalam sekejap, menggunakan pemanfaatan pasir terang yang sangat layak secara ekonomis. Sekarang, kita sudah paham kan kenapa pasir hadiah ulang tahun Alcatraz saat berumur sepuluh tahun di buku pertama, dicuri oleh orang yang tak dikenal? Di buku ketiga inilah ada benang merah jalan cerita kehidupan Alcatraz yang memang rumit.
Di halaman 81, Alcatraz terkejut karena bertemu pustakawan yang cantik. Selama ini, dia bertemu pustakawan yang tidak cantik dan tidak lagi muda. Bahkan ada beberapa pustakawan yang mencoba membunuhnya. Ini semacam sindiran halus di dunia nyata, bahwa memang jarang anak muda yang memilih berprofesi sebagai anak muda, jadilah pustakawan muda cem aku adalah mahluk yang langka, hahaha… x))
Himalaya, mantan pustakawan yang selama sepuluh tahun merasa ‘ternodai’ hidupnya saat menjalani kehidupan sebagai pustakawan. Dia dulu awalnya diangkat menjadi anak didik Pustakawan kepala setelah dia membuktikan kemampuannya untuk menggunakan sistem mercusuar terbalik. Apa itu? Ternyata yang dimaksud sistem mercusuar terbalik adalah mengatur sekelompok buku berdasarkan huruf ketiga nama gadis ibu si penulis. Mungkin maksudnya semacam nomor klasifikasi buku ya x))
Himalaya hampir memiliki kemampuan manusia super untuk mengorganisasi –mesin identifikasi dan keteraturan. Tumpukan kotor dan acak-acakan menghilang di bawah sentuhannya bertransformasi menjadi tumpukan rapi, debu dan kotoran dibersihkan dari buku-buku itu dengan satu kali sapuan tangannya.
Di sini, kita akan menemukan ahli para bahasa bunga. Jika di buku pertama, kita sudah berkenalan dengan para orde pustakawan seperti Oculator Gelap, Kerangka Juru Tulis, dan Penjaga Panji, di buku keempat ini ternyata ada satu lagi, yaitu Lensa Pecah. Mereka justru benci segala bentuk kaca, mereka mengamalkan ajaran Biblioden secara harfiah. Dia tidak suka semua hal yang aneh seperti sihir atau teknologi silimatic. Orde-orde yang lain memaknai ajarannya seperti ini ‘lensa dan kaca perlu dikendalikan dengan sangat hati-hati, jadi hanya orang-orang penting yang dapat menggunakannya’. Para pustakawan ini menyembunyikan kenyataan dari sebagian besar penduduk Negeri Sunyi, tapi tidak ragu-ragu memanfaatkan teknologi dan gagasan Kerajaan Merdeka jika memang memberi mereka keuntungan.
Kisah perjuangan Alcatraz melawan para pustakawan durjana mulai terkuak di buku keempat ini. Para pustakawan berusaha mencegah orang lain untuk berubah. Mereka ingin semuanya tetap sama di dalam Negeri Sunyi. Dalam kasus ini, bukan karena mereka gemar menindas, melainkan karena mereka takut. Perubahan membuat mereka takut. Perubahan adalah sesuatu yang tak diketahui, tak terprediksi, seperti Bakat Smedry dan sihir. Mereka ingin semua orang berpikir bahwa berbagai hal tidak bisa berubah.
Menurut buku ini, pustakawan adalah pihak yang bertekad mengendalikan informasi dan mencegah semua orang di Negeri-negeri Sunyi mempelajari hal-hal keren seperti sihir dan puff keju yang tidak membuat jemari ternoda warna oranye. Sebagai bagian dari rencana gegabah Alcatraz untuk menyingkirkan para pustakawan, Bastille justru tertembak dan kini koma. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan gadis itu adalah dengan menyusup ke Perpustakaan Agung, pusat kekuatan Pustakawan di Negeri Sunyi. Dan satu-satunya cara untuk melakukan hal itu adalah dengan mengandalkan ibu Alcatraz, Shasta Smedry, seorang pustakawan durjana sampai ke sumsumnya.
Seperti yang sempat dijabarkan di ending buku keempat, buku sebelumnya tentang kenapa pustakawan-pustakawan disini dianggap jahat? Karena mereka sebenarnya takut perubahan. Di buku ini pun ditegaskan kembali. Ibunya Alcatraz adalah pustakawan, yang artinya sang ibu juga takut akan perubahan. Beliau juga ketakutan memikirkan orang-orang biasa yang diluar kendalinya. Salah satunya adalah hal yang dilakukannya saat Alcatraz masih kecil.

Ditulis oleh
Luckty Giyan Sukarno
Pustakawan SMA Negeri 2 Metro, Lampung


2 komentar: