Kamis, 18 Juni 2020

Covid-19 dan Angan-angan Bulan Jalan-jalan


Musibah ini telah membawa masyarakat dunia pada situasi yang hampir tak menentu. Ya pandemi Covid-19 hampir meluluh lantakan semua sendi kehidupan manusia. Tapi manusia sebagai makhluk berakal tentu harus bisa bangkit dan menata diri beradaptasi dengan keadaaan ini. Segala macam cara yang dapat mencegah meluasnya penularan virus ini dilakukan dengan seksama dan cermat. Semua elemen mulai dari pemerintah hingga masyarakat kecil berjibaku untuk bersama-sama melawan Covid-19. Hasilnya?

Manusia memang harus berusaha, tetapi hasilnya tak selalu sesuai harapan. Itulah seni kehidupan, selalu ada suka-duka yang mewarnai. Kini muncul tatanan kehidupan baru.  Ya New Normal istilahnya,. Ia seolah menjadi gerbang pembuka mulai hidupnya aktivitas orang yang terbelenggu dalam penjara rumahnya. Seolah tak ingat lagi apakah virus ini masih menghantui atau tidak. Kehidupan normal baru adalah kehidupan normal biasa dengan cara baru. Orang harus tetap bermasker, menjaga jarak, memakai hand sanitizer, mencuci tangan, dan menggunakan perlenggkapan sendiri. Sudah tepatkah New Normal ini berlaku? Wallahua’lam.

Di kota tempat Bulan bekerja, semua orang menerapkan protokol kesehatan seperti pakai masker, menjaga jarak, memakai hand sanitizer, cuci tangan dan lainnya.  Tapi di sisi lain berkerumunnya orang-orang seolah-olah sudah normal  beneran saja. Contoh kasusnya ada teman sejawat Bulan yang sudah mengadakan kegiatan kantornya di hotel. Duh seperti sangat mendesak sekali harus ke hotel. Rasanya, ngeri-ngeri sedaap.  Padahal kota tempatnya bekerja masuk kategori red zone. Bulan sempat ngobrol dengan teman sejawatnya di lain kota, Entong namanya.

“Blm boleh aslinya... Bentar Nyak. Ane kasi liat tahapan new normal”, begitu katanya kepada Bulan yang biasa dipanggil Nyak olehnya.

“Yang pertama adalah prakondisi. Di tahapan prakondisi, setiap daerah harus menyampaikan prakondisi penerapan new normal dengan memberikan informasi yang jelas, holistik, dan mudah dipahami oleh masyarakat. Tahapan itu harus disertai aksi pencegahan dan penanganan Covid-19 melalui sosialisasi dan komunikasi publik yang efektif. Tahap kedua adalah timing, yaitu menentukan waktu kapan suatu daerah dapat memulai aktivitas sosial dan ekonominya, dengan memperhatikan data epidemiologi tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan, kesiapan organisasi dan manajemen di daerah serta memastikan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan. Tahap ketiga adalah prioritas, yaitu proses memilih daerah atau sektor yang sudah boleh melakukan kegiatan sosial dan ekonomi secara bertahap. Dalam tahapan ini harus dilakukan simulasi untuk memastikan kegiatan tersebut dapat berkelanjutan.Tahap keempat adalah koordinasi pusat dan daerah. Tahap ini merupakan proses koordinasi timbal balik pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan terkait penerapan new normal. Tahap kelima adalah tahap monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan pemulihan aktivitas sosial ekonomi itu sendiri.

Entong menambahkan lagi kata-kata dari Pak Gubernurnya, yang menurutnya sudah pada level galak. ”Saya bisa saja menutup area publik kalau masyarakat masih tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Di kota ini banyak orang berpendidikan, tapi tidak semua yang berpendidikan mau bersikap disiplin”, begitu kata Beliau. Wah setuju nih sama Pak Gubernurnya Entong.

“Nyak, baru kali ini gubernur sampai gitu. Itu termasuk dah kasar lho pak gubernur. Sekarang masuk kawasan ini wajib masker dan isi buku tamu”, begitu tambah Entong kepada Bulan. Wow, keren nih  gubernunya Entong.

Balik lagi ke kondisi di mana Bulan tinggal. Mau tidak mau kondisi ini harus diterimanya. Ya Bulan tidak bisa terus menerus bersembunyi di rumahnya. Walaupun kadang hati kecilnya masih berontak. Amankah ia di jalan? Itu pertanyaan yang selalu hadir dalam batinnya. Ya Bulan sang pustakawan adalah juga rakyat biasa. Sebagai aparat sipil negara, Bulan tentu harus menaati apa saja yang menjadi kebijakan yang dikeluarkan lembaganya. Walaupun pada praktiknya apa yang dikerjakan di rumahnya bisa menjadi lebih efektif dan efesin dibandingkan Bulan harus ke kantor. Layanan di perpustakaan yang dikelolanya memaksimalkan layanan daring dan pemanfaatan koleksi digital. Tentu perpustakaan tidak butuh kehadiran staf ke kantor dengan banyak orang, mungkin satu dua orang saja cukup untuk pelayanan di perpustakaannya yang tergolong perpustakaan khusus dengan pengguna terbatas.

Bulan senyum-senyum sendiri. Kadang dia tak habis pikir. Manusia tersandera oleh sesuatu yang tak terlihat tetapi mampu menimbulkan efek bahaya yang luar biasa. Lagi-lagi Bulan jadi teringat betapa besar kekuasan Tuhan atas semua ini. Dan betapa lemah dan kecilnya manusia atas ketidakberdayaannya. Ketangguhan dan kesombongan manusia luluh lantah seketika dengan hadirnya virus ini.

Dalam ketermanguannya, Bulan menerawang jauh ke dalam susana di mana manusia dapat bergerak leluasa dan dapat melakukan apa saja yang diinginkannya. Ya, tiba-tiba lamunan Bulan membawanya melayang ke masa di mana Bulan sangat bersuka ria melanglang Indonesa dengan program Diseminasi hasil-hasil penelitian lembaganya. Sebuah program yang mempromosikan terbitan hasil-hasil khazanah intelektual lembaganya lewat ajang pameran buku yang diadakan di seantero Indonesia. 

Sebuah perjalanan yang tak terlupakan oleh Bulan. Perjalanan yang tak mungkin terjadi untuk saat seperti ini. Ya, mengingatnya saja sudah cukup memuaskan dan meggembarikan hati Bulan. Minimal bisa senyum-senyum dan membayangkan keseruan yang terjadi saat itu.

Pernah Bulan akan bertugas ke Surabaya. Semua tiket dan dokumen yang diperlukan untuk naik pesawat sudah dipersiapkan dengan baik. Ndilalah di perjalanan, ada demo yang menghambat arus lalu lintas. Rupanya menghasilkan macet yang agak panjang. Bulan sudah merasa was-was khawatir tidak keburu perjalanan ke bandara. Ya, benar adanya. Bulan ketinggalan pesawat meskipun saat itu hanya beberapa menit saja. Dan Bulan masih mendengar namanya disebut untuk terakhir kalinya. Tetapi ia tak mampu mengejar dan terlalu lelah apalagi berlari dengan membawa ransel di punggungnya. Pasrah. Akhirnya Bulan reschedule untuk penerbangan berikutnya dengan harus membayar sejumlah biaya kembali. Apa boleh buat. Demi tugas negara.

Cerita lainnya adalah saat Bulan sedang melaksanakan tugas pemeran di Palu tepatnya di IAIN Palu. Hotel tempatnya menginap persis di pinggir pantai. Dan setiap malam selepas Isya, biasanya Bulan dan temannya keluar sebentar untuk membeli sekedar jajanan yang dijual oleh para kaum ibu di sepanjang jalan raya di depan hotel yang berderet sepanjang tepian pantai. Bulan bercengkerama dengan salah satu ibu pedagang hingga terasa haru. Betapa hidup mereka amat sedih dan perjuangan yang begitu rupa untuk dapat bertahan hidup dengan berjualan setiap malam hingga menjelang dini hari. Ya, tiga hari setelah pulang dari Palu terjadi musibah gempa yang meluluhlantahkan Palu dan sekitarnya. Bulan bersyukur masih diberi keselamatan selama berada di sana. Ia teringat dengan ibu sang penjual jajanan. Bagimana nasibnya. Apakah dia masih hidup. Hotel tempatnya menginap ikut hancur diterjang sunami, Begitupun kampus IAIN Palu tempatnya bertugas.

Pada kesempatan lainnya, Bulan dan dua temannya hampir ketinggalan pesawat menuju Jakarta setelah bertugas di Banjarmasin. “Barokallah walhamdulillah...masih rejeki kami kembali ke Jakarta dengan pesawat dan jam yang sama sesuai yang kami pesan.  Bagaimana tidak, kami sempat berlari2 dan nyaris tidak mendengar kalo nama kami disebut berkali-kali untuk segera masuk ke dalam pesawat. Padahal kami sempat ngopi-ngopi sesaat sebelum masuk ruang tunggu. Sesampainya di dalam, kami asyik dgn hp masing-masing dan tak sadar tak mengecek jam.  Sampai the last minute kami baru ngeh...dan segera check in, turun tangga dengan membawa koper dan ransel, lantas naik mobil penjemput yang isinya hanya kami bertiga, dan cusss...mobil mengantarkan kami ke pesawat yang sudah ready. Saat tiba hanya satu baris bangku itu saja yang kosong, tempat milik kami bertiga. Hihihi...baru kali ini kami ditunggu pesawat. Mohon maaf ya para kru dan penumpang lainnya. Tepat 10 menit menjelang take off, kami ready  terbang”, begitu kisah Bulan yang baru kali ini dilayani service excellent  maskapai terkemuka kebanggaan Indonesia.  Masih rejeki ya sampai ditunggu satu pesawat gini, hihihi.

Ada juga pegalaman lucu saat Bulan bertugas ke Pontianak. Setelah tugas pameran selesai sore itu. Bulan dan temannya hendak mencari makan malam. Kebetulan hotel tempatnya menginap berhadapan dengan sebuah rumah makan. Tak pikir panjang Bulan dan temannya pergi ke rumah makan tersebut. Terlihatlah sebuah penampakan menu yang cukup menggiurkan dan akan dipesannya untuk makan di tempat. Untunglah Bulan baru melihat-lihat dari luar dan belum sampai masuk ke dalam ruangan. Walhasil makanan yang akan dipesannya diurungkan setelah melihat tulisan bahwa bahan baku makanan tersebut adalah daging babi yang haram dimakan bagi muslim seperti Bulan dan temannya tersebut. Syukurlah Bulan tidak jadi makan. Bulan dan temannya jadi malu dan senyum-senyum sendiri. Untunglah rumah makan tersebut jujur dan mencantumkan bahan baku makanannya. Pelajaran buat Bulan dan temannya nih, agar lain kali baca dan teliti sebelum memesan. Ya Bulan sang pustakawan bisa kepleset juga yah. Katanya pustakawan literate tapi ternyata gak biasa membaca juga ya, hihihi. Itulah manusia tempatnya salah dan khilaf.

Ini adalah perjalan Bulan terkhir sebelum datangnya wabah Covid-19. Tepatnya saat pameran buku di Braga Bandung. Ini dia cerita Bulan.

Sore itu ceritanya mau siap-siap ikutan bedah buku, gak terlalu ingat judulnya apa tapi mc bilang ada Kang Maman Suherman. Ujug-ujug surprised... Kang Maman lagi liat-liat stand kuliner snack khas Bandung yang posisinya persis di depan stand saya. Gak melewatkan kesempatan langsung deh cuzzz....foto bareng. Tapi keren banget deh diskusinya. Kang Maman cerita soal kegiatan tulis menulis yg digelutinya selama ini.
1. Saat beliau skripsi dan topik  yg diambilnya ttg human trafficking. Ada resiko besar yg dihadapinya hingga resiko pembunuhan
2. Saat menjadi wartawan dan sempat trauma karena penghinaan seorang Ibu Artis  yg malah  menjadi hikmah besar karena beliau akhirnya memutuskan berhenti jd wartawan gosip Artis
3. Saat bersama gerakan Literasi di perahu pustaka yg mengalami musibah terbalik di lautan lepas dan tenggelam bersama kapal selama 15 menit...dan takdirnya beliau masih hidup...
4. Saat harus nginap di ruang mayat RSCM dan membuat puzzle potongan tubuh mayat yang sudah tak berbentuk...wow
Dan...masih banyak kisah hidup lainnya yg menegangkan dan luar biasa...
Kang Maman...terima kasih...banyak hikmah dan pelajaran yang saya ambil. Kisah-kisah yang dialaminya dituangkan dalam sebuah tulisan yang menarik, apik, menggunggah, inspiratif...dan pastinya ada kebenaran yg ingin diungkap di sana...
Ya ...menulis dengan hati sehingga ada ruh nya..amati..hayati...amalkan...
Sedikit tips menulis dari Kang Maman, buatlah writing blog dengan hastag. Saat kebuntuan itu hadir beralihlah ke tulisan yang lain dengan cara memanggilnya menggunakan hastag tadi. Okeh... menarik dan bisa dicoba.
Super Kang Maman...sore itu terasa bermakna sekali. Saya menjadi tercerahkan. Warbiasah. Akhirnya Saya harus ke hotel dan bersiap-siap kembali ke Jakarta.

Oke deh Bulan. Serangkaian ceritanya menjadi hikmah dan menambah kesyukuran atas nikmat yang selama ini diberikan Tuhan padanya. Jadi, kamu jangan sedih ya gak bisa jalan-jalan karena Covid-19. Perjalananmu kemarin-kemarin itu sudah cukp loh ya. Banyak yang tidak seberuntung kamu. Jadi banyak-banyak bersyukur ya…hihihi.

2 komentar:

  1. saya suka bulan dan suka dukanya, meriah sekali kata orang medan

    BalasHapus
  2. jangan pergi dulu dimasa new normal ... disini setelah new normal banyak pasien covid 4 hari lalu ada 15 selang 2 hari 8 ... kemarin 0 semoga kedepan udah 0 terus

    BalasHapus