Bulan sedang asyik mencari-cari
cahnnel youtube tentang travelling. Menyaksikan cerita
jalan-jalan cukup seru baginya di tengah situasi pandemi covid-19 yang tak
memungkinkan untuk bepergian secara leluasa. Dalam penelusuran, ia dimanjakan
dengan begitu banyak suguhan jalan-jalan yang menarik. Lalu, matanya menangkap
suatu konten youtube yang membuatnya penasaran. Hmm, menarik ya ada
perpustakaan Makah Almukarromah yang dahulunya menurut
beberapa informasi adalaha rumah tempat dimana Nabi Muhammad dilahirkan. Udah
gitu, ada museum Nabi Muhammad lho, ih keren banget. Semoga kesampean ke sana ya
Allah ..., Bulan berbisik dan berharap
dalam lamunannya. Dalam video itu, perpustakaan tersebut membagikan buku gratis
kepada para jamaah yang berkunjung sesuai kebutuhanya. Selain itu juga ditampilkan
perpustakaan Masjid Nabawi yang memiliki ribuan koleksi kitab-kitab dari para
ulama dan ahli ilmu terdahulu hingga kini.
Bulan jadi ingat tentang sejarah bagaimana Islam pernah mencapai puncak
peradabannya. Sejarah mencatat bagaimana pada jaman keemasan Islam, perpustakaan begitu hidup
sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban. Setidaknya ada 3 perpustakaan Islam terbesar di dunia pada saat itu yaitu perpustakaan Baytul
Hikmah (rumah Kebijaksanaan) di Baghdad, perpustakaan
Dinasti Fatimiyyah di Kairo
Mesir, dan perpustakaan Kordoba di Andalusia Spanyol. Koleksinya
mencapai jutaan buku dan manuskrip yang sebagian
besar adalah karya para ulama, ilmuwan, dan cendekiawan besar pada masa itu.
Sebagai seorang pustakawan, rasa penasarannya tentang perpustakaan Islam
mebuatnya terus mencari-cari konten yang
memenuhi rasa keingintahuannya itu. Sampailah ia pada suatu video yang membahas
tentang sumbagsih peradaban Islam pada dunia. Nah, ini dia, kayaknya seru,
begitu gumam Bulan. Setelah panjang lebar sang narasumber berbicara, Bulan tergelitik
pada suatu pernyataan tentang Perpustakaan
Umum Pertama terbesar di dunia. Bulan
begitu menyimak apa yang disampaikan oleh narasumber tersebut.
Dari catatan Bulan dapat digambarkan bahwa Perpustakaan Baytul Hikmah yang
didirikan pada awal abad 9 masehi oleh Khalifah Harun telah menjadi pusat
belajar, penelitian, dan kegiatan penerjemahan teks-teks penting dari peradaban
lain, misalnya Yunani Klasik. Perpustakaan Baitul Hikmah di
Baghdad ini menempati sebuah gedung yang sangat besar, memiliki ruang baca yang
sangat nyaman, terdapat aula tempat seminar, ruang diskusi ilmu pegetahuan, ruang
penerjemah ilmu dari dan ke dalam bahasa Arab, ruang para ilmuwan, bahkan ruang
untuk istirahat dan ruang makan bagi ilmuwan karena mengkaji ilmu berhari-hari
hingga letih.
Para ilmuwan ini digaji dengan
sangat tinggi. Penerjemahan karya bahkan ditimbang dan beratnya dibayar dengan
emas. Pada abad 3 hijriyah atau 9 masehi bahkan di negeri Eropa masih
tertinggal sementara kaum muslimin sudah memiliki perpustakaan terbesar di
dunia. Masjid-masjid
di masa itu pun dilengkapi dengan perpustakaan yang tak kalah menarik.
Pada masa itu, salah satu
kebiasan khalifah adalah nitip dibelikan oleh-oleh buku kepada kafilah dagang yang pergi ke berbagai negeri. Kaum
muslimin yang lain pun demikian. Pernah suatu ketika di reruntuhan bekas
bangunan suatu negeri, kaum muslimin menemukan buku yang tertimbun dan
menimbulkan aroma busuk karena terkena
panas dan hujan dalam waktu cukup lama. Buku tersebut di jemur halaman per
halaman dengan begitu teliti sehingga ilmu yang ada dalam buku tersebut dapat
tergali dan terbaca. Mereka menghabiskan waktu 1 tahun untuk menjemurnya secara
teliti. Maka peradaban mana yang begitu rupa menghargai ilmu kecuali ada pada
kaum muslimin.
Konsep perpustakaan umum
pertama di dunia hadir pada jaman keemasan Islam. Timbul pertanyaan dari
narasumber yang juga diiyakan oleh Bulan, apakah hal ini pernah disinggung
dalam kurikulum di dunia ilmu perpustakaan dewasa ini? Pernah kah mempelajari
tentang perpustakaan pertama di muka bumi? Setiap ilmu tentu ada sejarahnya,
termasuk ilmu perpustakaan. Apakah ilmu perpustakaan hari ini dengan jujur
mempelajari perpustakaan terbesar pertama di muka bumi? Bulan manggut-manggut,
pikirannya menerawang ke masa dimana ia pernah kuliah perpustakaan dan memang
tak pernah mendapatkan materi seperti ini.
Lebih lanjut narasumber dalam
video tersebut menerangkan bahwa Peradaban Islam memiliki sudut pandangnya
sendiri yang sangat menarik. Pasa aspek tertinggi, peradaban itu dibangun dari
hubungan makhluk dengan penciptaNya, yakni manusia dengan Tuhan yang Esa.
Dampak dari hubungan manusia dengan Tuhan adalah harmonisasi kehidupan dan
interaksi dengan sesama umat manusia dengan baik, memanusiakan manusia dan
menghargai segala-hak-hak asasinya. Jika ini berjalan, maka terjadilah dampak
ikutan yaitu bagaimana manusia bisa menghasilkan karya yang dapat mendekatkan dirinya pada Tuhan dan
semakin baik interaksinya dengan sesama umat manusia. Maka dihasilkanlah
karya-karya fisik manusia termasuk dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan.
Relasi-relasi itu menghasilkan
peradaban yang sungguh cemerlang. Peradaban yang dibangun dari pondasi keimanan
kepada Tuhan lalu turun pada hubungan kasih sayang dan cinta damai pada sesama
manusia, kemudian didukung dengan alat atau sarana penunjang hidup yaitu ilmu
pengetahuan dan segala peradaban yang lahir secara material dan fisik.
Peradaban Islam ini terkait
degan perintah Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yaitu Iqro “bacalah”.
Membaca dan mendalami kitab suci yanag berisi firman Tuhan menjadikan manusia
harus membaca, merenungi, berfikir, dan meneliti dunia dan semesta jagad raya ini. Semua
bermula dari perintah membaca agar manusia menemukan kebesaran Allah dan makin
mempertebal keimanannya.
Bulan lalu merenungi kondisi
umat Islam saat ini. Ya, mereka kurang membaca, kurang kepedulian terhadap
ilmu. Di rumah dan tempat-tepat ibadah mereka tidak dipenuhi dengan
pustaka-pustaka keislaman. Perpustakaan penting dalam pengembangan suatu bangsa
karena perpustakaan menyediakan informasi dan dokumentasi. Perpustakaan
layaknya lembaga sekolah sebagai learning center atau resources
center.
Sementara yang terjadi di dunia
ini, manusia begitu mengagung-agungkan karya fisiknya, keilmuan duniawi, seni
bangunan dan banyak lagi. Padahala interaksi dan hubungannya dengan umat
manusia lain sangat buruk dan zalim. Kezaliman sesama manusia ini terjadi
karena pemahaman akan penciptaan makhluk oleh Tuhan tak dipahami manusia secara
utuh akibat kesombongan dan pendeknya hubngan mereka dengan Tuhan.
Maka dapat dikatakan bahwa,
selama belum ada kegemaran iqro atau membaca maka belum akan ada
kebangkitan, belum akan ada kemajuan, dan belum akan ada peradaban. Pada masa
peradaban Islam, kamun muslimin punya kepedulian dengan buku. Tidak ada ilmu Yunani yg melalui jalur kaum
muslimin. Ini mengindikasikan bahwa budaya fair dan aobjektif terhadap
keilmuan dari peradaban lain diakui kaum muslimin dengan tetap menyebutkan
sumbernya dan kemudian mengembangkannya secara lebih luas. Dari sinilah lalu dunia tahu bahwa saat itu ada para ilmuwan
Yunani, yang sebenarnya kondisi mereka saat itu sangat jauh dari interaksi dan
terkucil di masyarakatnya.
Kaum muslimin menemukan hikmah
dimana saja tanpa menutup-nutupi sumbernya. Peradaban Islam terbukti telah mewariskan beragam keilmuan
yang luar biasa yang belum pernah ada pada masa itu dan menjadi sumbangsih
terbesar bagi kemajuan umat manusia hingga kini. Namun demikian masih terjadi ketidak-fair-an
dewasa ini untuk mengakui sumber-sumber keilmuan Islam sebagai rujukannya. Bukanlah
sebuah peradaban dimana Kejujuran dan Keadilan belum bisa ditegakkan.
Kembali pada perintah iqro atau
membaca, jika kaum muslimin tidak mau membaca bahkan tidak tahu sejarah
peradabannya sendiri, maka dia akan menjadi pengekor-pengekor saja. Kaum
muslimin harus kembali bangkit. Harus kembali membaca dan bersahabat dengan
ilmu. Kejatuhan dan kemunduran kaum muslimin akibat dari kerapuhan dirinya
sendiri. Dimensi peradaban yang memiliki tiga unsur yaitu ikatan dengan Allah,
dengan manusia dan dengan alam tidak lagi diindahkan. Sumber keilmuan yang
berasal dari kitab sucinya sendiri tidak mereka pedomani. Maka tak ayal, jika
peradaban tidak lagi berpijak pada nilai-nilai kebenaran, maka tinggal menunggu
kehancurannya.
Ya, kaum muslimin lalai, malas
membaca buku dan tidak tahan mengkaji ilmu berlama-lama. Sementara, kegemaran
kaum muslimin membaca buku dan cinta ilmu pada masa itu telah menghantarkan
mereka membangun sebuah pusat keilmuan yang dapat diakses dan bermanfaat bagi
masyarakat luas yaitu perpustakaan. Inilah konsep perpustakaan umum pertama di
dunia.
Lagi-lagi Bulan hanya bisa
manggut-manggut sendiri. Hari ini dia dapat pelajaran berharga. Jika belum
ada kegemaran membaca, belum akan ada kebangkitan. Kata-kata inilah yang
terus mengiang di benaknya.
Waah ternyata budaya literasi dunia islam emang udah kaya sejak zaman dahulu yaa kak
BalasHapus