Sabtu, 26 Januari 2019

Sepenggal Kisah Berburu Beasiswa Pustakawan ke Australia.

Rattahpinnusa H Handisa
Alumni Master Manajemen Informasi dan Perpustakaan
University of South Australia 2016

Tidak terbayang sedikitpun dibenakku untuk menjadi seorang Pustakawan ataupun meraih beasiswa dibidang ilmu perpustakaan. Namun jalan takdir menuntunku menjadi seorang pustakawan serta kekuatan doa dan usaha telah mewujudkan mimpi menuntut ilmu di benua Kangguru. Kisah ini menceritakan kembali pengalamanku menapaki profesi pustakawan selanjutnya menceritakan suka duka berburu beasiswa ilmu perpustakaan.

Menapaki profesi Pustakawan
Petualanganku didunia perpustakaan dimulai pada tahun 2003. Pada saat itu, aku dinyatakan lulus pendidikan Diploma III Teknisi Perpustakaan dari Universitas Airlangga, Surabaya. Setelah 2 tahun penantian, aku diangkat menjadi pustakawan terampil pada perpustakaan khusus Litbang Kehutanan di Kupang pada tahun 2005. Segala keterbatasan yang kutemui tidak menyurutkan langkahku untuk mengelola perpustakaan tersebut sesuai standar pengelolaan  perpustakaan. Aku teringat sebuah kata bijak yakni ' kalau kita tidak mampu membuat perubahan besar maka buatlah perubahan dari hal yang terkecil'. Perlahan tapi pasti, jumlah koleksi perpustakaan mulai bertambah, sistem penelusuran informasinya dari manual beralih ke penelusuran elektronik, program kreatif dan interaktif seperti english club, promosi perpustakaan mulai diperbanyak. Dari serangkaian perubahan tersebut berhasil menarik minat para peneliti, teknisi dan staf litbang kehutana kupang untuk menjadikan perpustakaan cendana sebagai jembatan sosial dan informasi 'social hub'. Di perpustakaan tersebut, para pemustaka tersebut bertemu dan berinteraksi serta bertukar informasi sehingga suasana perpustakaan semakin hidup. Disamping melakukan perubahan, ak pun tidak ketinggalan meningkatkan kapasitas diri baik melalui pendidikan dan latihan kepustakawanan maupun melanjutkan pwndidikan formal di program studi ilmu komunikasi Universitas Terbuka cabang Kupang. Sekilas pemilihan jurusan jenjang S1 tidak linier dengan jenjang D3. Namun ternyata dunia perpustakaan dan komunikasi saling beririsan.Ilmu komunikasi mempelajari bagaimana informasi diproduksi dan disebarluaskan. Sedangkan ilmu perpustakaan mempelajari bagaimana informasi diorganisasikan, dikemas dan disebarluaskan.
Setelah lulus S1 Ilmu Komunikasi tersebut, terbetik pemikiran tentang bagaimana,mengelola informasi ilmiah yang dimiliki perpustakaan cendana litbang kehutanan agar dapat diaksessecara luas oleh masyarakat.Salah satu upaya yang kulakukan saat ini adalah alih media dari format cetak ke elektronik di tahun 2013. Pada saat itu, aku berkeyakinan bahwa perpustakaa tidak lagi tersekat batas geografi selama revolusi informasi. Aksestabilitas menjadi kunci eksistensi perpustakaan. Nah setelah bahannya elektroniknya tersedia, namun aplikasi pengelolanya masih terbatas fungsinya. Pada saat itu, perpustakaan cendana masih memakai aplikadi CDS/ISIS. Aplikasi tersebut  merupakn software penelusuran sederhan yang disediakan oleh UNESCO sejak 1992. Kesenjangan tersebut mendorongku menulis proposal beasiswa terkait pelestarian digital melanjutkan studi ke jenjang pascasarjan manajemen informasi.

Berburu beasiswa pasca sarjana.
Peluang melanjutkan studi pascasarjana peminatan manajemen informasi dan perpustakaan terbuka dengan penawaran beasiswa Australian Award Scholarship. Program beasiswa tersebut merupakan kelanjutan dari program Colombo Plan. Tujuannya memberikan kesempatan kepada putra/putri terbaik dari negara berkembang untuk mengembangkan sumberdaya manusia dengan melanjutkan pendidikan formalnya. Tawaran beasiswa tersebut dibuka setiap tahun dengan kuota berkisar 500 posisi untuk jenjang S3 dan S2. Tentunya persaingan memperebutkan posisi tersebut sangat ketat sebab hampir ribuan orang yang mengirimkan aplikasi seleksi beasiswa tersebut. Perlu diketahui bahw beasiswa AAS mensyaratkan kemampuan berbahasa Inggris dibuktikan dengan skor IELTS minimal 5.0, memiliki IPK min 2.75 skala 3, menunjukkan komitmen pada saat wawancara. Proses seleksinya pun terbagi 3 tahap, yakni: seleksi administrasi untuk menilai kelayakan proposal beasiswa, nilai IPK dan score IELTS, selanjutnya tes wawancara oleh dua orang panelis untuk menguji sikap kepemimpinan, visi aplikan dan komitmennya dan terakhir adalah tes IELTS yang terdiri dari kemampuan membaca, mendengar, menulis dan berbicara. Selanjutnya, apabila calon pelamar beasiswa AAS dinyatakan lulus maka yang bersangkutan akan menjalani program pra pemberangkatan (pre deparature training) guna membekali pengetahuan adat kebiasaan budaya australia, meningkatkan kemampuan berbahasa inggris agar layak diterima di universitas di Australia. Rata2 nilai IELTS yang dipersyaratkan universitas di Australia adalah overall 6.5 untuk kemampuan membaca, menulis, mendengar dan berbicara. Selanjutnya, universitas akan menerbitkan Letter of Acceptance (LoA) sebagai dasar penerbitan visa pelajar di Australia. Itulah sekilas gambaran beasiswa Australian Award.
Kembali ke proses aplikasi beasiswaku. Terbatasnya kemampuan berbahasa asing dan berpikir visioner merupakan dua hal yang seringkali dihadapi oleh pustakawan. Demikian halnya denganku. Menyadari kekurang tersebut mendorongku untuk belajar sendiri bahasa Inggris versi IELTS. Aq betah berlama-lama di warnet guna mencari referensi tentang IELT baik buku, video maupun audio. Aku berkomitmen belajar 2 jam sehari mempelajari ielts dengan materi yang bervariasi, semisal: hari ini belajar membaca, besok mendengar, lusa menulis. Ternyata denga metode pembelajaran yang terjadwal dan konsisten berdampak efektif meningkatkan score IELTS ku dari 4.5 menjadi 5.00 (catatan: setiap orang memiliki metode belajar yang berbeda-beda). Selanjutnya beralih ke pengisian aplikasi beasiswa. Aplikasi beasiwa merupakan sarana menjual potensi diri. Secara umum, struktur aplikasi beasiswa mengidentifkasi data diri, konsep perubahan apa yang hendak ditawarkan oleh pengusul aplikasi, meyakinkan bahwa kitalah kandidate yang tepat untk meraih beasiswa tersebut.Aku pun menyempatkam diri berdiskusi dengan orang-orang yang telah berhasil meraih beasiswa guna mengelaborasi ide/konsep/gagasan. Selanjutnya,aku mengisi aplikasi tersebut dengan narasi yang argumentarif namun tidak terkesan berlebihan. Pastikan semua pertanyaan terjawab sebelum kita kirimkan ke sponsor beasiswa. Setelah pengiriman berhasil, tak lupa ku berdoa demi kelancaran beasiswa tersebut.
Bersyukur, aplikasi beasiswaku berhasil menyisihkan hampir 3 ribuan aplikasi lainya. Aku pun diundang menghadiri seleksi wawancara dengan panelis di Kupang. Tujuan seleksi wawancara adalah menggali informasi secara mendalam terkait konsep yang ditawarkan dalam aplikasi beasiswa. Pihak sponsor ingin mengetahui motivasi pelamar, apa yang hendak dilakukan selama menempuh studi dan apa kontribusinya ke masyarakat setelah lulus studi. Pada kesempatan tersebut, tim panelis juga mengobservasi sikap (attitude), gerak tubuh (gesture) sebab kedua aspek tersebut turut mencerminkan kecerdasan emosi seseorang. Kuncinya adalah persiapan mental yang matang menghadapi wawancara. Percaya diri namun tidak berlebihan, sopan dalam berpakaian dan santun serta jelas dalam ucapan. Hal-hal tersebut akan banyak membantu kelancaran proses wawancara seleksi beasiswa. Nah pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan, aku berusaha mengelola perasaan sebelum memasuki ruangan wawancara. Kuketuk perlahan pintu ruang wawancara dan memasuki ruangan tersebut setelah dipersilahkan. Tak lupa aku menyapa para panelis dan berjabat tangan guna menciptakan suasana yang penuh kehangatan. Selanjutnya, percakapan mengalir saja dan aku memberikan penekanan terhadap hal-hal penting dalam apliksi beasiwa seperti : motivasiku adalah meningkatkan kompetensi diri, komitmen melakukan perubahan serta adaptif terhadap lingkungan multibudaya sebagaimana budaya Australia yang beragam. Tak ada salahnya untuk meminta klarifikasi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ku tidak tahu essensinya.
Selang hampir 3 minggu berikutnya, aku memperoleh email pemberitahuan bahwa aku lolos seleksi wawancara dan berhak mengikuti seleksi tes IELTS. Seleksi tersebut bertujuan mengetahui kemampuan bahasa inggris pelamar beasiswa sebagai dasar pertimbangan penempatan program pra pemberangkatan. Pada te IELTS, kemampuan bahasa inggris seseorang merujuk pada indiktor 1-9. Indikator 1 menunjukkan inkompetensi dan level 9 menunjukkan kemahiran berbahasa inggris layaknya native speaker. Agar diterima di universitas -universitas Australia, pelamar perlu mencapai skor IELTS antara 6,5-7. Berdasarkan pengalamanku, stamina dan kondisi tubuh prima menjadi aspek penting kelancaran tes IELTS sebab rangkaian tes tersebut dilakukan dalam satu waktu. Pada umumnya, peserta tes IELTS memasuki ruangan tes dengan membawa perlengkapam alat tulis dalam kotak pensil transparan. Tidak diperkenankan membawa alat komunikasi dan segala bentuk kecurangan akan diganjar ketidaklulusan. Urutan tes dimulai dengan membaca (reading). Sejumlah pertanyaan yang mengacu pada paragrap perlu dijawab. Beberapa tehnik membaca seperti scanning dan skimming akan sangat membantu. Selanjutnya tes mendengar (listening), peserta tes akan disuguhi beberapa variasi soal dan peserta kudu mengisi atau memilih jawaban yang sesuai dengan percakapan pada rekaman audio yang diperdengarkan. Memahami perintah soal dan konsentrasi sangat menunjang kelancaran tes listening. Berikutnya adalah tes menulis (writing). Peserta tes akan menggambarkan sebuah proses atau bagan kedalam minimal 250 kata. Selanjutnya, peserta tes akan menuliskan essay dengan topik tertentu setidaknya 800 kata. Sering berlatih menulis bahasa inggris akan sangat membantu dalam mengerjakan tes menulis. Terakhir adalah berbicara (speaking), peserta tes akan terlibat percakapan dengan seorang penguji native speaker terhadap topik tertentu. Banyaknya kosakata yang digunakan dan oengucapan kata yang fasih akan membantu peserta menyelesaikan tes speaking. Butuh 2 minggu untuk mengetahui skor IELTS dan score tersebut berlaku selama 2 tahun.
Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kisah berburu beasiswaku diatas. Pertama adalah butuh persiapan matang dalam memperoleh beasiswa. Persiapan dalam mengasah ketrampilan berbahasa asing, persiapan menyusun visi yang hendak kita tawarkan kepada sponsor beasiswa serta kesiapan fisik, mental, spiritual. Menggapai mimpi bersekolah diluar negeri adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh perjuangan serta butuh persiapan. Selamat berjuang dan salam sukses. (RAH)

12 komentar:

  1. waahh semoga bisa mengikuti jejaknya mas hadinsa...sungguh sebuah kebahagiaan tersendiri diberi kemudahan mendapat ilmu dengan beasiswa.

    BalasHapus
  2. Keren mas.. Banyak juga alumni pstp yg ber-aas..
    Sy jd bangga n termotivasi..
    Salam,, saya dr pstp angkatan 2008

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah satu guru satu ilmu nih. Salam kenal om dio

      Hapus
    2. salam juga om Administrator..
      hehehe..

      Hapus
  3. Luar biasa kang Rattah perjuangannya. Ditunggu ne, tulisan pengalaman selama di Australia. Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam hormat senior.. Dicariin om santoso mahargono

      Hapus
    2. Siap kang, nunggu tema dari admin pustakawan blogger dulu

      Hapus
  4. Ini tulisan keren. Maju terus, mas Rattah. (y)

    BalasHapus
  5. Halo Mas Rattah,

    Penelitian tesisnya tentang apa ya?

    Saya sudah coba cari di repositori UNISA pake kata kunci nama penulis, tapi nggak ketemu. Mungkin teknik penelusuran saya yang kurang tepat, atau karena memang belum diunggah di repositori UNISA?

    Salam

    BalasHapus