Minggu, 24 Februari 2019

LIBLOMAT – LIBRARIAN RASA DIPLOMAT

oleh 
Irhamni Ali
Pustakawan Wannabe - Perpustakaan Nasional

Minggu lalu 19-22 Februari 2019, Saya mendapat tugas untuk ikut rombongan Kepala Perpustakaan Nasional RI menghadiri Conference of Director National Library Asia-OCEANIA (CDNL-AO) atau Sidang Kepala Perpustakaan Nasional RI se-Asia dan OCEANIA di Singapura. CDNL-AO Konferensi Direktur Perpustakaan Nasional di Asia dan Oceania (CDNLAO) bertemu setiap tahun untuk membahas masalah perpustakaan yang menjadi kepentingan bersama dan untuk mempromosikan dan berbagi sumber daya dan informasi di kawasan Asia Pasifik. Pertemuan pertama diadakan pada tahun 1979 dan Direktur Perpustakaan Nasional sepakat pada pertemuan ini bahwa tujuan utama CDNLAO adalah untuk bertukar informasi dan mempromosikan kerja sama untuk pengembangan perpustakaan di Asia dan Oseania; membantu perpustakaan di negara-negara kurang berkembang melalui kerja sama; memahami bagaimana pengembangan perpustakaan di antara perpustakaan di Asia dan Oseania. Organisasi ini bisa mengadakan pertemuan setiap tahunnya di wilayah Asia dan Oseania, dan setiap 3 tahun sekali pasti di selenggarakan di negara ASEAN bertepatan dengan acara CONSAL (Congress of South East Asia Library) atau persatuan Pustakawan Se-ASEAN. Ada banyak hal yang saya pelajari terkait bagaimana berdiplomasi di tingkat regional dan internasional serta bagaimana konstalasi kepentingan yang berkaitan dengan perpustakaan di wilayah regional Asia dan Oseania.

Foto 1. Delagasi Peserta CDNL-AO ke 40 di Singapura 20-21 Februari 2019
Foto 1. Delagasi Peserta CDNL-AO ke 40 di Singapura 20-21 Februari 2019
Conference of Director National Library Asia-OCEANIA (CDNL-AO) atau Sidang Kepala Perpustakaan Nasional RI se-Asia dan OCEANIA ke 40 tahun saat ini dihadiri oleh Australia, Bangladesh, Bhutan, China, Fiji, Indonesia, Iran, Japan, Korea, Malaysia, Maldives, Mongolia, Myanmar, New Zealand, Papua New Guinea, Philippines, Qatar, Singapore, Thailand, Vietnam. Sidang kali ini akan membahas bagaimana rencana serta peran strategis perpustakaan di 40 tahun yang akan datang di negara Asia dan Oceania. Indonesia memberikan presentasi bagaimana Isu-isu serta program strategis perpustakaan di Indonesia salah satunya adalah implementasi perpustakaan berbasis inklusi sosial serta implementasi big data untuk layanan perpustakaan yang lebih baik. Selain itu Conference of Director National Library Asia-OCEANIA (CDNL-AO) atau Sidang Kepala Perpustakaan Nasional RI se-Asia dan Oceania akan dilaksanakan di Jakarta di tahun 2020 mendatang.

Diplomasi ala pusakawan

Diplomasi merupakan istilah yang acap kali disebutkan dalam pembahasan mengenai hubungan antar negara. Pada dasarnya tujuan utama diplomasi yaitu “pengamanan kepentingan negara sendiri”. Atau bisa dikatakan bahwa tujuan diplomasi merupakan penjaminan keuntungan maksimum negara sendiri. Selain dari itu juga terdapat kepentingan lainnya, seperti ekonomi, perdagangan dan kepentingan komersial, perlindungan warga negara yang berada dinegara lain, pengembangan budaya dan ideologi, peningkatan prestise, bersahabat dengan negara lain, dan lain lain. Tujuan untuk pengamanan kebebasan politik dan integritas teritorial suatu negara biasanya merupakan hal paling utama dalam diplomasi walaupun tidak bisa dipungkiri tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi, budaya, dan lainnya. Tujuan pokok lain yakni mencegah negara-negara lain melawan suatu negara tertentu.

Foto 2. Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia  Sedang Berdiskusi dengan Kepala perpustakaan Nasional Republik Islam Iran Pada Sidang CDNL-AO ke 40 di Singapura
Foto 2. Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia  Sedang Berdiskusi dengan Kepala perpustakaan Nasional Republik Islam Iran Pada Sidang CDNL-AO ke 40 di Singapura
Dalam hal ini tentu diplomasi ala pustakawan adalah bagaimana kita mengamankan kepentingan negara atau organisasi kita sendiri. Dalam sidang CDNL-AO ini akan banyak sekali penawaran-penawaran kerjasama yang ditawarkan, salah satunya adalah China silk belt initiative. China silk belt initiative merupakan program rintisan china untuk menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa, inisiatif ini telah berubah menjadi slogan yang luas untuk menggambarkan hampir semua aspek keterlibatan Cina di luar negeri.  Belt and Road, atau yi dai yi lu, adalah “jalan sutra abad ke-21,” yang terdiri dari “sabuk” koridor darat dan “jalan” maritim dari jalur pelayaran. Dari Asia Tenggara ke Eropa Timur dan Afrika, Belt dan Road mencakup 71 negara yang menyumbang separuh populasi dunia dan seperempat dari PDB global. Negara-negara yang menjadi anggota silk belt initiative adalah sebagai berikut :
  • 8 negara di Asia Selatan: Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Afghanistan, Nepal, Maladewa, Bhutan 
  • 11 negara di Asia Tenggara: Mongolia, Rusia, Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Filipina, Myanmar, Kamboja, Laos, Brunei, Timor Leste
  • 5 negara Asia Tengah: Kazakhsta, Uzbekistan, Turkmenistan, Kyrghyzstan, Tajikista
  • 16 negara di Asia barat dan Afrika utara: Arab Saudi, UEA, Oman, Iran, Turki, Israel, Mesir, Kuwait, Irak, Katar, Yordania, Lebanon, Bahrain, Yaman, Suriah, Palestina
  • 16 negara Eropa tengah dan timur: Polandia, Rumania, Republik Ceko, Slovakia, Bulgaria, Hongaria, Latvia, Lithuania, Estonia, Kroasia, Albania, Serbia, Makedonia, Bosnia dan Herzegovina
  • Enam negara bagian lainnya: Ukraina, Azerbaijan, Armenia, Belarus, Georgia, Moldova
Inisiatif sabuk dan jalan sutra saat ini bukan hanya tentang perdagangan dan investasi tetapi juga pertukaran budaya, yang akan membawa perubahan yang menjanjikan pada ikatan budaya China dengan peserta inisiatif lainnya. Sampai saat ini  China telah menandatangani lebih dari 300 kesepakatan kerja sama resmi dan rencana aksi pertukaran budaya dengan negara-negara yang berpartisipasi. Setelah membangun mekanisme kerja sama budaya multilateral dengan negara-negara Eropa Timur dan Arab serta ekonomi ASEAN, Cina bersekutu dengan sejumlah peserta inisiatif dalam hal teater dan museum bertema Silk Road. Hal ini akan memungkinkan para cendekiawan di seluruh dunia akan diberikan lebih banyak kesempatan untuk mengunjungi Cina dan menghadiri kursus lanjutan tentang budaya Tiongkok untuk membantu mereka lebih memahami China. China juga akan menyambut karya-karya asing dari sastra dan produk-produk film, buku untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Cina dan diperkenalkan ke pasar Cina, dan akan melakukan hal yang sama untuk negara-negara yang terlibat dalam inisiatif ini. Ada sejumlah potensi besar yang potensi besar yang belum dimanfaatkan dalam investasi dua arah di industri kreatif seperti game dan kartun, serta perlindungan bersama warisan budaya.

Forum Internasional Silk Road untuk Perpustakaan adalah inisiatif yang dipelopori oleh Perpustakaan Nasional Cina. Forum perdana diadakan pada Mei 2018 di Chengdu, Cina. Tujuannya adalah untuk menjalin aliansi di antara perpustakaan yang berpartisipasi untuk kerja sama strategis jangka panjang dan pertukaran budaya, serta kemajuan umum kepustakawanan negara-negara terkait. Forum ini untuk Kepala Pustakawan atau Direktur semua Perpustakaan Nasional di sepanjang Jalur Sutra, yaitu negara-negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Tengah, termasuk Belarus. Tujuan forum adalah untuk:
  • Memperkuat pertukaran bisnis dan kemitraan di antara perpustakaan tentang akuisisi, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya dokumen untuk meningkatkan layanan perpustakaan.
  • Mempromosikan pertukaran dan kemitraan di antara orang-orang, mengorganisir kunjungan ke perpustakaan, mendorong kunjungan antara staf manajemen tingkat atas dan memberikan pelatihan kepada para profesional untuk memastikan pengembangan timbal balik.
  • Mempromosikan pertukaran akademis dan kemitraan dalam penelitian ilmiah, mengadakan pertemuan puncak dan forum reguler untuk direktur untuk berbagi hasil dari warisan budaya dan program penelitian.
  • Bersama-sama mendiskusikan transformasi dan mengembangkan strategi untuk perpustakaan.
Menghadapi hal ini tentu seorang pustakawan harus mempertimbangkan Sejumlah risiko yang perlu diperhatikan dalam berpartisipasi kerjasama Silk Belt Initiative untuk itu diperlukan suatu analisis lebih jauh mengenai dampak kerjasama di kemudian hari dengan melihat aspek-aspek sebagai berikut;
  • Risiko keuangan dalam hal ini terkait anggaran
  • Risiko Hukum, kontrak, dan peraturan
  • Risiko organisasi terkait manajemen dan manusia
  • Risiko politik yang terkait dengan masyarakat.
  • Faktor lingkungan dan tindakan Tuhan (force majeure)
  • Risiko teknis, operasional, dan infrastruktur kerjasama Aliansi perpustakaan Jalur Sutra yang dipelopori oleh China.

The Power Of Soft Diplomacy ala Pustakawan

Diplomasi tidak melulu mengandalkan kekuatan politik. Tetapi diplomasi bisa juga dilakukan melalui soft diplomacy yang lebih lembut, tetapi mampu memberikan hasil. Untuk itu  diplomasi semacam ini dilakukan melalui keinginan masing-masing pihak dengan sukarela serta hasilnya memberikan kontribusi positif bagi setiap pihak yang terlibat. Soft diplomacy yang paling ampuh adalah melalui pedekatan informal yaitu melalui pendekatan pribadi. Sebagai contoh pada saat perundingan damai antara RI dan GAM di Helsinki para diplomat Indonesia menghadapi petinggi GAM dengan pendekatan informal dan layaknya seorang saudara namun tetap dengan membawa prinsip NKRI Harga Mati.

Bagaimana seorang pustakawan melakukan soft diplomacy? Seorang pustakawan haruslah luwes dan tidak kaku dalam bergaul dan memilih teman. Untuk itu Pustakawan dituntut untuk mampu berkolaborasi dengan pustakawan dari negara lain dalam berdiplomasi. Melalui kolaborasi, pustakawan bisa melihat dari berbagai sisi perspektif untuk mengetahui bagaimana mengatasi hambatan dan melangkah lebih dekat ke tujuan. Untuk itu setiap perpustakaan harus mempersiapkan setiap individu pustakawan di dalam organisasinya untuk siap berdiplomasi dengan konsep “Pustakawan Super Agile” (super lincah), memiliki 5 ciri berikut:
  1. People Agility: Mampu bekerjasama dengan siapapun. 
  2. Change Agility: Mampu beradaptasi dengan perubahan se-ekstrim apapun.
  3. Result Agility: Mampu tetap berprestasi dan menghasilkan dalam kondisi apapun. 
  4. Mental Agility: Mampu bertahan dalam tekanan mental apapun. 
  5. Learning Agility: Mampu memahami dan mempelajari hal baru dengan cepat.
Kunci dari diplomasi adalah kemampuan berkomunikasi dan mampu mengetahui waktu yang tepat untuk mengungkapkan kepentingan sesuai dengan etika diplomasi. Etika diplomasi merupakan upaya pelaku diplomasi untuk menjalankan tugas mereka memperjuangkan kepentingan nasional (Lembaga) sesuai dengan kaidah-kaidah moral dan kebenaran universal yang berlaku secara internasional. Etika diplomasi mencakup beberapa elemen yang harus dianut oleh para pustakawan, yaitu integritas, kejujuran, obyektivitas, dan impersialitas (ketidakberpihakan).

Foto 3.Penulis Bersama Kepala Kantor IFLA Regional Asia Oceania Ms.Soh Lin Li dari Singapura
Foto 3.Penulis Bersama Kepala Kantor IFLA Regional Asia Oceania Ms.Soh Lin Li dari Singapura
Dalam setiap event  internasional ingatlah bahwa pustakawan merupakan wakil negara yang akan menjadi representasi dari negara itu sendiri di hadapan negara-negara lainnya. Pustakawan bagaikan menjadi seorang public relations bagi negaranya di mana setiap pustakawan harus menjaga citra negaranya dan juga mampu membangun hubungan baik dengan pustakawan dari negara-negara sahabat. Pustakawan harus menjadi cerminan bagaimana negara ingin dipandang. Apapun kepentingan yang diusulkan dalam setiap kesepakatan, pustakawan harus selalu bersikap hati-hati dan mampu menyampaikan informasi tentang kepentingannya tanpa menimbulkan pandangan negatif di mata kolega lainnya. Seorang pustakawan harus selalu menjaga image negara dan institusinya dengan memahami etika diplomasi dan membangun kerjasama yang baik pada tiap negara yang disinggahi.

3 komentar:

  1. Irhamni Ali...punya PR biar kita2 bisa seperti itu...bimbingan nya please...

    BalasHapus
  2. Mantul mas Irhamni , muge2 ilmunya bisa di transfer

    BalasHapus