Minggu, 24 Februari 2019

Pustakawan Meneliti 2



              
             Lagi-lagi ini cerita penelitian dari Bulan sang pustakawan. Setelah sukses dengan petualangan pada penelitian terdahulu, kini Bulan lanjut proyek berikutnya. Puas atas hasil kerja Bulan, membuat pimpinannya kembali meminta bantuan Bulan. Tepatnya tahun 2016 setelah Bulan menyelesaikan tubelnya alias tugas belajar, Bulan diminta ke Bali untuk melakukan penelitian tentang guru madrasah di MI (Madrasah Ibtidaiyyah) Al-Azhar Denpasar Bali. Madrasah ini tepatnya berlokasi di jalan I Gusti Ngurah Rai, Kampung Bugis, Tuban.
               Seperti biasa, tidak ada pembimbingan khusus dan bekal yang spesial, maka berangkatlah Bulan  menuju lokasi yang telah ditentukan. Sebagai  seorang pustakawan Bulan senang melakukan penelitian ini. Akan dapat pengalaman baru yang seru. Hanya saja ini menjadi tugas tambahan pustakawan yang entah ada angka kreditnya atau tidak. Bulan tidak ambil pusing, yang penting misi selesai, lancar dan sukses.
               Seperti pada penelitian sebelumnya, Bulan selalu membuat field note semacam catatan perjalanan. Ini lho catatannya.
Rabu, 23 November 2016
1.      Sampai di hotel Puri Nusantara sekitar pukul 17.00 WITeng.
2.      Survei ke lokasi (MI Al Azhar) sekitar pukul 5 pm dari hotel dengan berjalan kaki sekitar 15’.
3.      Sepanjang perjalanan menuju lokasi, menyusuri pemukinan penduduk mayoritas Hindu. Aroma dupa dan sesajen tiap rumah yang ada mewarnai pemandangan yang khas. Beberapa rumah menjual makanan siap saji, diantaranya nasi goreng babi.
4.      Sejenak berteduh di Masjid Assut Taqwa sambil menanti Maghrib.
5.      Di ujung jalan menuju lokasi, terdapat Pure Bale Agung yang selalu diperdengarkan gamelan khas Bali.
6.      Sampai di depan gerbang lokasi menjelang maghrib. Lokasi berdempetan dengan Masjid Asasut Taqwa.
7.      Suara Murottal Qur’an dari masjid cukup terdengar ke luar sampai jauh.
8.      Di dalam masjid sempat berbincang-bincang dengan salah seorang warga, Ibu Putu namanya, warga asli Tuban dan muslim. Sayangnya tidak sempat berdialog lebih lanjut untuk mengetahui asal-muasal berIslamnya.
Kamis, 24 November 2016
1.      Keluar hotel pukul 07.45.
2.      Sampai di lokasi sekitar pukul 08.00 dengan berjalan kaki.
3.      Bertemu dengan Kepala Sekolah MI Al Azhar, Bapak Suwito. Menyampaikan maksud kedatangan dan melakukan wawancara dengan beliau pukul 08.30 sampai Zuhur. Hasil wawancara terlampir.
4.      Kemudian wawancara dengan salah satu guru, Ibu Nur, pukul 13.00-14.00. Hasil wawancara terlampir.
5.      Selanjutnya silaturahim ke rumah guru tersebut di jalan Gunung Lempuyang sekitar 9 km dari lokasi sekolah sampai Isya.
6.      Sampai kembali di hotel sekitar pukul 20.00.
Jum’at, 25 November 2016
1.      Berangkat dari hotel pukul 08.20.
2.      Sampai di lokasi mengambil beberapa gambar/ foto sekolah. Foto-foto sekolah terlampir. Sekolah libur karena memperingati Hari Guru Nasional. Sebagian guru mengikuti gerak jalan sehat pada pagi hari  di kantor Kabupaten Badung.
3.      Sekitar pukul 09.30-10.05 wawancara dengan salah seorang guru, Ibu Fatmawati, wali kelas V. Hasil wawancara terlampir.
4.      Sekitar pukul 11.10-11.30  wawancaa dengan salah satu staf TU sekolah, Ibu Eka. Hasil wawancara terlampir.
5.      Kembali ke hotel pukul 14.00.
6.      Pukul 17.30 ke masjid Assasut Taqwa.
7.      Sambil menunggu dan setelah sholat Maghrib, sempat wawancara dengan beberapa orang siswa MI Al Azhar di area masjid. Hasil wawancara terlampir.
Sabtu, 26 November 2016
1.      Berangkat dari hotel ke lokasi pukul 07.30.
2.      Wawancara dengan orang tua siswa yang sedang berada di gazebo, tempat biasa ibu-ibu ngumpul saat menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Foto dan hasil wawancara terlampir.
3.      Pukul 08.30, wawancara dengan salah satu guru, Pak Zai guru olahraga. Hasil wawancara terlampir.
4.      Kemudian wawancara dengan salah satu siswa kelas 6 MI. Nama siswa Hardi. Hasil wawancara terlampir.
5.      Setelah itu berbincang-bincang dengan kepala sekolah sekitar pukul 09.20-10.00.
6.      Ke perpustakaan bercengkerama dengan beberapa guru yang ada di sana, foto bersama sekaligus berpamitan untuk kembali ke Jakarta. Sebelumnya sempat berbincang-bincang dengan salah satu pihak yayasan, Ibu Mesya, sekaligus juga sebagai guru MI. Beberapa pihak yayasan yang lain sedang ada keperluan. Saat akan di temui, ketua yayasan memang sedang sakit stroke dan sudah sepuh, usia sekitar 80 an tahun, sehingga sulit untuk berkomunikasi. Sekretaris yayasan sedang ada keperluan luar, dan bendahara yayasan sedang mengurus pajak yayasan.
Tidak ada yang terlalu spesial dalam perjalanan penelitian ini. Namun Bulan banyak mendapat pengetahuan dan semangat baru dari cerita-cerita perjuangan para guru di sana. Salah satunya, ada cerita menarik dari Bapak Suwito, kepala sekolah di sana.
Bapak Suwito menceritakan bahwa Kampung Bugis adalah tanah yang dihadiahkan oleh Kerajaan Bali. Kampung Bugis ada sebelum merdeka. Bangsa Bugis saat itu banyak yang memiliki keahlian ketabiban, mereka bisa mengobati orang yang sedang sakit tanpa meminta bayaran sedikitpun. Hal ini menjadi sarana dakwah mereka dalam menyebarkan Islam di Bali, bahkan sampai sekarang. Banyak pula di kalangan orang-orang Bugis yang merantau di Kampung Bugis tersebut ahli dalam bidang ekonomi dan menyelam.
Selama ini hubungan masyarakat Bugis dan Bali tidak ada gesekan. Mereka saling bekerja sama  bahkan mereka memeiliki banjar untuk kegiatan anak-anak. Pada saat ada upacara keagamaan masyarakat  Hindu Bali, sekolah di kampung Bugis, khususnya MI Al-Azhar libur dan mengganti hari libur tersebut di hari yang lain.
Bapak Suwito pernah juga mengajar tapi tidak pernah dibayar. Pesan dari dosen-dosen di Jember yang mengajar beliau, juga pesan dari beberapa kyai di sana, bahwa mengajar itu mengembangkan ilmu dan mengajar itu termasuk di dalamnya adalah mengajar ngaji atau baca Qur’an adalah kewajiban. Karenanya harus meluangkan waktu sedikitnya 2 jam sepekan untuk mengajar masyarakat, sukur-sukur bisa lebih dari itu.
Pembicaaraan mereka berakhir dengan cerita Bapak Suwito, bahwa selama beliau di Bali beliau kadang diisebut orang Muhammadiyah, sekali waktu kadang disebut orang NU. Buat beliau hal ini tak masalah, tidak dianggap serius. Dua-duanya baik. Bahkan beliau dihormati para pecalang di sana karena dianggap dekat dengan Gus Dur. Selama ini Gus Dur dikenal sangat dekat dengan masyarakat Hindu Bali.
               Hmmm, menarik ya mengetahui sejarah adanya suatu kelompok masyarakat, tak kalah menarik pula mengetahui bagaimana orang-orang hidup dalam perantauan. Beradaptasi dengan keadaan, supel dan lentur dalam bergaul, tepo seliro dan menghormati satu sama lain.  Ini menjadi seni indahnya kehidupan manusia di muka bumi. Hmm pustakawan pastinya bisa begitu.
Eit tapi ada satu lagi yang menarik dari ucapan Bapak Suwito, “…harus meluangkan waktu sedikitnya 2 jam per pekan untuk mengajar masyarakat”.  Nah ini kalimat sakti bin pamuncak buat Bulan sang pustakawan. Bulan diingatkan.  Perpustakaan dan pustakawan satu paket sebagai agen pembelajaran seumur hidup. Sudahkah Pustakawan meluangkan waktunya 2 jam untuk mengajar masyarakat…? (oleh Hariyah A.)  

0 komentar:

Posting Komentar