Minggu, 10 Maret 2019

Perpustakaan dan Pindahan


Menyimak aktivitas pustakawan saat pindah lokasi perpustakaan di sebuah grup wasap di mana Bulan sang pustakawan bergabung di dalamnya, sangat  seru dan dramatis. Bulan jadi teringat ke beberapa tahun silam. Saat itu tahun 2009. Bulan baru bergabung di lembaga ini dengan status CPNS dengan formasi calon pustakawan.  Pertama kali dikenalkan dengan ruangan perpustakaan di kantor, ada sedikit kegundahan. Kegundahan ini menimbulkan bayangan pekerjaan pustakawan yang rasanya berat, gak menarik, dijauhi orang, dan gak dilirik.

Pertama Bulan mendapatkan kondisi dimana banyak koleksi buku yang menumpuk di depan toilet kantor tepatnya di sudut ruangan yang agak suram penerangannya. Tumpukan buku yang tak beraturan dan sangat berantakan. Tumpukan buku yang sangat kusam dan berdebu. Dan tumpukan buku yang tingginya hampir mencapai langit-langit ruangan kantornya. Di sisi lain, Bulan juga mendapati ada banyak kardus-kardus berisi buku, tapi sepertinya buku cetakan lembaga yang belum didistribuskan atau memang sengaja di gudangkan di situ. Juga beberapa buku baru hasil pengadaan. Buku tersebut  menumpuk di salah satu sudut rak yang sebenarnya sudah ada di jajaran koleksi dengan judul yang sama. Lebih mengenaskan adalah hanya segelintir  pegawai –kalaupun boleh dibilang tak satu pun-yang memanfaatkan buku-buku tersebut di perpustakaan.

Kondisi ini berlangsung cukup lama, sekitar 2 tahunan lebih. Bulan sang pustakawana hanya mengisi hari-harinya dengan melakukan klasifikasi dan klasifikasi. Pekerjaan yang menjemukkan dan membosankan. Tapi itu masih lebih baik, karena yang dipegang adalah buku baru. Setidaknya Bulan jadi sedikit membaca dan sedikit tau tentang buku tersebut, hihihi.  Tapi yang menyedihkan adalah ketika harus berhadapan dengan tumpukan buku kusam ini.  Bulan bingung, harus diapakan buku-buku ini. Walhasil munculah ide kegiatan stok opnam. Alih-alih mendata dan mengecek koleksi, yang terjadi adalah kegiatan penyiangan. Parahnya kegiatan penyiangan ini tidak diiringi dengan pemeriksaan yang detil disertai catatan atau berita acara tentang koleksi yang dikeluarkan atau dimusnahkan dari jajaran koleksi.  Hasilnya, Bulan sang Pustakawan jatuh sakit karena berhadapan dengan koleksi kusam, debu dan susunan yang  amburadul  yang harus disiangi. Butuh waktu sepekan untuk Bulan istirahat dan libur dari aktifitas  tersebut.

Lumayan, setelah kegiatan penyiangan, perpustakaan nampak lebih terang. Tapi bukan berarti perpustakaan menjadi lebih baik. Kenyataannya perpustakaan belum move on dari kondisi sepi, tak terjamah, terpencil lokasinya, bahkan kesan sedikit angker ada di sana. Hiii. Parahnya, kondisi ini membuat kinerja perpus down, turun seturun-turunnya. Reorganisasi membuat perpustakaan turun derajat. Yang tadinya di eselon 3 kini menjadi eselon 4. Inilah prestasi yang ditorehkan sesaat sebelum perpustakaan harus kembali ke rumah asalnya yang sudah direnovasi, tepatnya di pusat kota.

Bulan jadi bertanya-tanya, apa ya yang menyebabkan kondisinya begini. Apa ada kaitannya dengan perpindahan perpus ke gedung sementara di pinggiran kota karena gedung lamanya sedang direnovasi. Atau karena perpindahan itu, apalagi dengan koleksi yang ribuah, tidak mudah menatanya dengan cepat dan cukup melelahkan sehingga hilanglah gairah pegawai untuk berinovasi. Atau lokasi perpusnya menjadi tidak strategis, maka hilanglah gairah pengunjung untuk mendatanginya.  Hmm, Bulan belum bisa menebaknya. Bulan masih buta.

Sampailah pada tahun 2011, dimana perpustakaan pindah kembali ke gedung awal, karena renovasi telah selesai. Lagi-lagi terbayang acara pindahan perpus yang bikin mumet, repot, melelahkan, dan meluluhlantakkan  gairah bekerja. Tapi ada secercah harapan. Perpustaakaan di tempatkan di lantai 2 full dengan luas lebih dari seribu meter. Pimpinan saat itu menyemangati Bulan, “Jangan khawatir mba. Perpus kita walaupun turun derajat, tetapi anggarannya meningkat. Karena perpus kita ada di lantai 2 full, kita akan menjadi perpustakaan kementerian, kita melayani pegawai yang ada di 20 lantai, dan kita satu-satunya perpustakaan yang ada di kantor ini”.

Harapan ini terus menggairahkan Bulan. Sayangnya Bulan hanya bekerja sendiri, padahal pegawai di perpustakaan ada 12 orang. Saat buku-buku harus dirapikan kembali pada jajarannya, saat buku-buku tua dan kusam harus kembali  tersentuh, saat rak-rak buku dan meja kursi butuh sentuhan estetika, saat itu pulalah para pegawai lainnya lari dari kondisi itu. Pembenahan sangat berjalan lambat, aktifitas layanan menjadi agak tersendat, kerja cepat tak bisa diharapkan dari mereka. Maka jadilah Bulan sang single fighter librarian.

Semakin kecewa ketika melihat perpustakaan tidak cepat berbenah, maka terjadilah “kudeta” beberapa ruangan perpustakaan yang belum maksimal digarap untuk menjadi tempat unit lain bekerja. Padahal ruang-ruang tersebut  disiapkan menjadi modal untuk pengembangan perpustakaan dan layanannya 10 tahun ke depan. Apa hendak dikata. Bulan harus tetap optimis. Selalu ada cara untuk tetap maju dan berkarya.

Kini sedikit demi sedikit, perpustakaan mulai menemukan bentuknya. Manajemen perpustakaan mulai digarap dengan baik. Keberadaannya mulai dirasakan para pegawai bahkan juga pengunjung dari luar. Manfaatnya mulai terasa. Walaupun pergerakannya masih sangat lamban tetapi perubahan ke arah yang lebih baik makin terlihat. Selalu ada hasil diatas kerja keras yang ditanam, walau tidak sesempurna yang diidamkan, begitu pikir Bulan. Apakah ini ada kaitannya dengan lokasi perpustakaan yang strategis? Ataukah karena perpustakaan mulai seatle karena gak pindah-pindah lagi? Wallahu a’lam. (Hariyah A.)

0 komentar:

Posting Komentar