Jumat, 15 Maret 2019

Pustakawan Referensi yang Jahil


Beberapa hari lalu Bulan sang pustakawan kedapatan dua orang mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir alias skripsi tergopoh-gopoh datang ke perpustakaan. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 16.10.  Dengan nafas yang belum stabil mahasiswa itu mengatakan ingin ke perpustakaan, melihat-lihat dan mencari beberapa rujukan terkait kerukunan umat beragama. Bulan muncul jahilnya. Dengan nada agak berat dia berkata, “ Perpustakaan akan tutup jam 16.30. Kenapa kamu baru datang jam segini. Kamu gak bakal bisa mencari dengan santai dan leluasa. Makanya kalo kamu punya tugas apalagi skripsi, apalagi kamu akan sidang proposal, ya yang serius dong. Sekarang saya mau siap-siap pulang, gimana dong…”. Bulan memandangi mahasiswa itu dengan  tajam dan rasanya ingin tertawa.

“Bu, please…saya mo sidang proposal  besok senin. Boleh ya bu, gapapa sebentar aja. Kata pembimbing saya, buku yang dimaksud ada di sini. Dan kami tadi kesasar. Jadi kesorean sampe sini”.  Wajah mahasiswa itu memelas dan terdiam dalam kekecewaan. Terbayang penolakan yang akan keluar dari  mulut Bulan sang pustakawan.

“Kamu mau jawaban apa dari saya” sahut  Bulan sambil sesekali menutupi wajahnya karena takut ketahuan menahan tawa. Mahasiswa itu masih terdiam dan pasrah. “Yeay….kamu boleh masuk ke perpustakaan…kamu boleh pake OPAC nya, silakan melihat-lihat koleksinya, di dalam ada wifi nya kamu bisa pake. Kamu juga bisa ke pojok gratis. Di sana ada beberapa jurnal hasil-hasil penelitian kami yang bisa kamu ambil. Apa perlu saya temani…” sambil Bulan memperagakan gaya seolah-olah mempersilahkan tamu agung masuk ruangan resepsi. Mahasiswa itu langsung berlompatan kegirangan dan meraih tangan  Bulan untuk salim.

“Yes….makasih banyak  ya buuu… Gapapa bu gak usah ditemani”. Langsung mereka berhamburan ke ruangan koleksi bak menemukan harta karun.

Pernah juga suatu ketika tahun 2017 lalu, Bulan menghadapi pengunjung perpustakaan yang sedang menyelesaikan program doktoralnya. Ada beberapa data yang beliau cari tidak ditemukan. Mencoba peruntungan datang ke perpustakaan dan bertemu dengan Bulan sang pustakawan. Cari dan cari akhirnya Bulan menemukan beberapa referensi yang bisa jadi jawabannya ada di situ. Yang pertama adalah buku tentang muktamar kementerian agama tahun 1957, kedua adalah buku sejarah kementerian agama edisi stensil alias buku lawas dan ketiga adalah penelitian tentang pendidikan Islam tahun 1970an. Bagaikan orangtua bertemu anaknya yang hilang. Peneliti tersebut girang bukan kepalang. Pertanyaannya terjawab di sini. Bulan ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan orang tersebut. Tetapi lagi-lagi gak seru kalau tidak usil, begitu pikirnya.

“Mbak, kemarin saya sempat muter-muter perpus di Jogja. Saya gak nemu bahan ini. Alhamdulillah ternyata ketemunya di sini. Senang banget saya mbak. Ini bisakah saya pinjam, besok saya kembalikan. Atau bisakah difotokopi juga. Karena besok saya sekalian mau ke perpusnas, dan saya siangnya harus balik kembali ke Pekanbaru menyelesaikan disertasi saya”

“Wah gimana ya pak, buku ini tidak kami pinjamkan untuk dibawa pulang.  Bapak silakan baca di tempat. Untuk fotokopi kami tidak menyediakan. Fotokopi hanya untuk kebutuhan pegawai saja. Kecuali  Bapak butuh fokopi beberapa halaman saja, mungkin bisa dilayani. Soalnya ini buku  sudah tua dan langka. Dan ini produk internal kami yang memang tidak ada di luaran”. Bulan mendramatisir keadaan.

“Waduh, bagaimana ya mba…apakah tidak ada keringanan mba. Buku ini sangat penting sekali. Boleh ya mba” pinta Bapak itu yang juga seorang dosen, dengan sedikit memelas.

“Jadi mau Bapak apa? Memaksa saya agar meminjamkan buku itu? Kalau hilang bagaimana? Bapak mau tanggung jawab?” Bulan pura-pura marah. Bapak itu masih terdiam dalam bimbangnya. “Jadi begini saja Pak. Bapak boleh bawa buku itu. Bapak silakan fotokopi sesuai keperluan. Bapak tinggalkan KTP asli Bapak  di sini. Esok sebelum ke perpusnas, Bapak silakan kembalikan terdahulu buku tersebut. Begitu kan mau Bapak. Kalau demikian halnya, baiklah saya acc keinginan Bapak”. Sambuil Bulan tersenyum lebar dan puas. Bapak tadi pun ikut tertawa-tawa. Sambil menarik nafas lega dan menggeleng-gelengkan kepalanya, kena dikerjain Bulan.  Sambil mengucapkan terimakasih, Bapak tadi berlalu dari hadapan Bulan. Kejadian ini membuat komunikasi dan jejaring Jakarta-Pekanbaru terus berlanjut.

Pada kali yang lain pun sekitar tahun 2012, Bulan sempat jahil. Kali ini sepasang  suami istri yang sudah paruh baya, datang ke perpustakaan. Mereka ini habis menghadiri sebuah seminar di Jakarta. Suaminya seorang dosen dan istrinya seorang guru. Mereka sampai di perpustakaan menjelang asar.

“Bu, apa bisa bantu kami. Kami membawa proposal permintaan hibah buku untuk perpustakaan kami. Mahasiswa di tempat saya mengajar masih kekurangan bahan-bahan bacaan” begitu penjelasannya sambil menunjukkan proposalnya.

“Wah, kalo untuk keperluan ini, kami harus sampaikan dahulu ke pimpinan. Biar didisposisikan bagaimana tindak lanjutnya. Jadi keputusannya belum tentu bisa hari ini” jelas Bulan.

“Gapapa bu, yang proposal nanti kami tunggu kabar saja. Untuk yang hari ini bisa kah bu kami mendapatkan satu atau dua judul saja yang kebetulan tadi saya lihat-lihat di rak display, relevan dengan seminar yang tadi kami hadiri. Itu penting sekali bu untuk membuat tulisan kajian saya” begitu pintanya.

Sebenarnya Bulan bisa saja meng-acc. Stok buku tersebut masih ada dan cukup. Kalau hanya dikeluarkan segitu, bisa langsung dilayani. Mereka tinggal isi tanda terima buku yang sudah di acc pimpinan.  Tapi Bulan pengen jahil.  “ Kalau keinginan Bapak tidak bisa saya penuhi bagaimana Pak. Kalo seratus orang model kayak gini, bisa bablas pak perpus kita” Ketus Bulan.

“Kami ini dari daerah bu. Kulonprogo pedalaman. Akses buat buku-buku sangat terbatas. Mbok yo kita di kasih Bu. Akan sangat besar manfaatnya Bu”. Bulan pura-pura berfikir panjang dan dengan nada setengah menyesal menyampaikan ke mereka, “Maaf, bukannya kami tidak bisa bantu. Tapi prosedurnya memang begitu pak. Harus menunggu disposisi pimpinan baru bisa dikeluarkan bukunya kalo di-acc.  Bagaimana Pak..” jelas Bulan memelas.

“Baiklah kalau begitu Bu. Saya yo tidak bisa memaksa. Mungkin memang belum rejeki kami” begitu jelasnya dengan pasrah. Saat akan meninggalkan ruangan, salah satu staf perpustakaan yang memang sebelumnya sudah diminta Bulan mempersiapkan 2 judul yang dimaksud berikut tanda terimanya, menyodorkan kertas yang harus ditanda tangani Bapak itu sambil meminta KTP aslinya untuk difotokopi.

Sambil merasa bingung tapi senang, Bapak dan istrinya tersebut saling berpandangan dengan senyum merekah di bibirnya. “Ini terima kasih banyak lho bu. Ya, Allah, kami kira yo tenan ra iso. Ibu ini baik lho ternyata” begitu yang Bulan sempat ingat ucapannya. Bapak dan istrinya langsung melafal doa-doa dan agak panjang. Intinya mendoakan Bulan dan keluarga besar perpustakaanya selalu sehat, sukses dan diberkati Allah.   Bulan senang. Kejahilannya berbuah doa yang menyejukkan dan menentramkan. Bahkan kira-kira setahun setelah kejadian itu Bapak tersebut silaturahim ke perpustakaan dan menghadiahi sebuah mukenah yang indah buat Bulan.

Bulan sang pustakawan punya sisi lain, sisi jahil. Baginya pemustaka yang ingin dipermudah urusannya harus dikerjain dulu. Biar ada usaha dahulu. Gak ujug-ujug permintaannya langsung dipenuhi. Pustakawan rada jual mahal. Padahal ya itu cuma shock therapy aja. Biar ada kenangan manis dan indah dengan pemustaka. Pengalaman jahilnya masih banyak, bagaimana dengan Anda...? (Hariyah A.)

0 komentar:

Posting Komentar