Jumat, 12 April 2019

Menyusuri Jalanan dan Jembatan Kepustakawanan

Sabtu pagi 13 April 2019 di Jl. Jend. A. Yani 2 Gubug, Grobogan tulisan ini dimulai. Berawal Jumat dini hari di simpang lima yang menghadapkan empat pilihan jalur. Penulis sampai di Gubug Grobogan menjelang subuh. Jumat sore harinya penulis lanjutkan perjalanan ke Kayen Pati dengan sebelumnya menyempatkan mampir ke Mrapen, Api Abadi di Kabupaten Grobogan. Sabtu tengah malam perjalanan berlanjut ke arah barat, menapaki jalan lain, yang beda, sampai badan 'protes' minta istirahat. Di Kudus, tepatnya di Kecamatan Mejobo, mata dan anggota tubuh lain mendapatkan haknya untuk santai sejenak hingga fajar menjemput. Perjalanan berlanjut dengan maksud menapaki jalan yang belum lama dilewati menghantarkan penulis pada sebuah tempat di ujung selatan Semarang. Namun asyiknya hidup adalah ketika tidak semua keinginan terpenuhi, Penulis tersesat dan malah menemui jalan baru. Bukan!, bukan tersesat, memang ini adalah jalan yang harus dilalui. Jalanan jateng 'ngleneng'.

Nyusul ke UIN Malang atau Universitas Brawijaya belajar Digital Aset Management siapa yang gak kepingin?
Sebagai murid sekolah perpustakaan era teknologi gini Penulis tentu bukan tidak ingin. Terlebih ketemu dengan spesies yang sama, (mungkin) bedanya Penulis udah ngantongin status sebagai Mantan Pustakawan. Eits, tapi akhir paragraf pertama emang asyik.

Entah berapa persisnya jumlah jembatan yang penulis lalui selama perjalanan. Analogikan perpustakaan dan pustakawan sebagai jembatan atara ilmu pengetahuan (yang terhimpun sebagai pustaka) dengan kebutuhan pemustaka. Seperti halnya para Pengembang Software (Perpustakaan) menjembatani teknologi informasi (untuk perpustakaan ) dengan Pustakawan dan Pemustaka. Sehingga lahir GDL, Inlislite, SLiMS dan semacamnya. Menghubungkan Pustakawan dan Pemustaka dengan pustaka pada perpustakaan melalui Software yang dikembangkan. GDL, Inlislite, SLiMS bukannya beda-beda? Ya, tapi sama-sama Software untuk Perpustakaan, dan software-software itu bergotongroyong mengumpulkan data dengan protokol OAI-PMH (Open Archive Initiative Protocol for Metadata Harvesting) ke sebuah basis data. Lalu bagaimana dengan Software perpustakaan lainnya? ya harus berpelukan dengan Pancasila, Indonesia kan Bhineka Tunggal Ika.

Ngomong-ngomong, ini standar perpustakaan kan udah ada. Standar kompetensi kerja pustakawannya juga udah ada. Terus regulasi itu bergotongroyong memperbaiki kondisi perpustakaan dan kompetensi kerja pustakawan gitu? atau?

Mestinya ini Penulis udah deket Magelang kalo lanjut jalan. Pake mandek numpang 'ngecash' segala sih. Tapi hidup itu ya begitu, lupa kan akhir paragraf pertama tadi apa. Bagaimana kondisinya hidup musti dijalani, terus jalan. Syukur lagi bisa mensyukuri. Ayo lanjut jalan lagi. Sambil dengerin, nyanyiin lagunya SLANK Jurus Tandur yuk.

Maju terus pantang mundur
Jalan yang lurus tak bernah kabur
Maju terus pantang mundur
Demi keadilan
Walau beribu-ribu rintangan
Kita selalu tebas
Walau berjuta-juta halangan
Kita pasti berantas


Eh, bukannya tandur kui naTA muNDUR?

0 komentar:

Posting Komentar