Sabtu, 04 Mei 2019

REKONSTRUKSI HARDIKNAS DALAM BUDAYA LITERASI

Spirit perjuangan Ki Hajar Dewantara seharusnya meradikal dalam diri setiap insan Pembelajar sebagai manifestasi dari tujuan Hardiknas"

Oleh: Sirajuddin*

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei setiap tahunnya selalu dirayakan secara nasional oleh masyarakat Indonesia. Ini menjadi tonggak sejarah kelahiran seorang tokoh dan Pelopor pendidikan Ki Hajar Dewantara pendiri sekolah Taman Siswa dengan nama "Nasional Onderwijh Institute Taman Siswa" yang saat ini berpusat di balai Pawiyatan (Majelis Luhur) di jalan Ki hajar Dewantara Jojakarta.

Momentum Hardiknas seyogyanya menjadi bahan evaluasi bagi pendidikan di tanah air yang masih sarat dengan banyak masalah mulai dari persoalan Pemerataan pendidikan, kekerasan terhadap guru, tuntutan guru honorer, kurikulum pembelajaran, kualitas guru dan masih bnyak lagi, namun melalui opini singkat ini penulis ingin memberikan tinjauan dari sisi kualiatas budaya Literasi masyarakat Indonesia.

Istilah dan konteks literasi

Secara etimology literasi berasal dari bahasa latin Literatus yang berarti orang yang belajar yang diistilahkan dalam bahasa indonesia literasi yang merupakan kata serapan bahasa inggris Literacy,  UNESCO (The United Nations Education,  Scientific and Cultural Organizations) mendefinisikan Literasi adalah seperangkat keterampilan nyata, khususnya keterampilan membaca dan menulis,  terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.
Fenomena di masyarakat terpelajar Indonesia pada umumnya kelihatan adanya penyambutan yang meriah sebagai bentuk apresiasi bagi kelahiran pahlawan pendidikan Ki Hajar Dewantara sehingga dengan mengggelar Perhelatan dan event-event untuk memeriahkan hari menjelang Hardiknas di lembaga pendidikan seperti pada sekolah, SD,  SMP, SMA dan sederajat selalu dimeriahkan dengan perlombaan yang bernuansa literasi.

Fenomena ini berkelindan dalam hati penulis yang aktif sebagai Pustakawan pada perguruan tinggi sebagai stimulus untuk beropini bahwa antusiasme terhadap spirit literasi tidak seharusnya muncul hanya pada perayaan penyambutan Hardiknas saja tapi seharusnya sudah membudaya,  kegiatan literasi seperti; membaca, berceramah, berdiskusi dan menulis dankebiasaan menghidupkan forum Ilmiah merupakan langkah bijak bagi majunya budaya literasi.

Membudayakan literasi

Literat bukan sebuah fantasy maupun fatamorgana namun sebuah keniscayaan bagi masyarakat indonesia menjadi masyarakat yang litarat seperti Finlandia di tengah masyarakat Indonesia yang berbudaya dan menjunjung tinggi kearifan lokal, tahun 2016 The World Most literate Nations (WMLN) merilis daftar panjang negara-negara dengan peringkat literasi di dunia,  penelitian ini dilakukan oleh Jhon W.  Miller persiden Central Connecticut State University,  New Britain,  hasil penelitian ini menempatkan Finlandia di urutan pertama sebagai negara paling literat dan terpelajar dan Indonesia masih di urutan 61.

Kedangkalan dan ketertinggalan budaya literasi ini menjadi PR. besar bagi pemerintah dan semua pihak yang berkontribusi aktif,  bertanggung jawab meningkatkan kualitas pendidikan,  sehingga tanpa moment perayaan yang Hardiknas-pun kita seharusnya sudah pada kondisi Literate Culture (Budaya Terpelajar),  Moment Hardiknas seyogyanya sudah menjadi moment aktualisasi diri dengan pencapaian tertinggi yang menjadi kebanggaan.

Pencanangan minat baca sebagai isu sentral budaya literasi oleh pemerintah,  lembaga pendidikan dan oleh pegiat literasi yang secara masif mem-buzzer gerakan literasi belum mampu menempatkan indonesia pada posisi yang membanggakan,  tak salah Proggram for Internasional Student (PISA) tahun 2015 menempatkan Indonesia pada posisi 62 dari 70 negara yang di survey tentang minat baca anak sekolah usia 15 tahun sebagai responden (penelitian ini tidak mengikutkan Khazastan dan Malaysia yang tidak memenuhi kualifikasi penelitian.

Meletakkan makna dan semangat Hardiknas dalam kultur dan kearifan lokal masyarakat Indonesia adalah sebuah upaya menciptakan lingkungan yang cinta membaca dengan menfasilitasi pembelajar dengan bahan bacaan yang mudah diakses,  memberikan ruang bagi pembelajar untuk lebih kreatif,  mengekspresikan kemampuan kognitif,  mengapresiasi setiap capaian prestasi pembelajar dengan memberikan reward  dan lebih penting bagaimana pemerintah, pengajar dan para pegiat literasi menjadi tahu ada dalam meningkatkan budaya literasi.

Spirit perjuangan Ki Hajar Dewantara seharusnya meradikal dalam diri setiap insan Pembelajar sebagai manifestasi dari tujuan Hardiknas.

*Penulis Pustakawan IAIN Parepare

1 komentar:

  1. Ini tulisan sangat bermakna dan berisi. Dan gw yakin banyak anak yang malas baca tulisan macem gini. Eamng susah sih. Budaya membaca belum benar-benar menjadi budaya anak-anak Indonesia. Makanya banyak berita hoax. Asal kopas-kopas aja gak mau baca atau cari tau kebenerannya lebih dulu.

    BalasHapus