Selasa, 03 September 2019

Senyum Pustakawan

SENYUM PUSTAKAWAN (Refleksi Hari Pelanggan Nasional)

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I (Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Seperti kita ketahui bersama bahwa di Indonesia setiap 4 September diperingati sebagai Hari Pelanggan Nasional atau Harpelnas yang selalu dijadikan moment dalam upaya memompa semangat bagi lembaga atau perusahaan yang bergerak di sektor layanan masyarakat agar bisa terus memuaskan pelanggan.

Pelanggan bisa diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan produk atau jasa tertentu pada periode tertentu secara tetap dan berkala, seperti pelanggan Telkom, PDAM, perpustakaan, dan sebagainya. Pelanggan selalu identik sebagai konsumen sebagai pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Menarik ketika menyimak tema yang diangkat di Harpelnas 2019 ini yaitu "Kerja dan Hati yang Melayani". Dalam melayani pelanggan, ada satu hal yang harus terus dilakukan dalam menarik minat pelanggan yaitu membiasakan memberikan senyum kepada pelanggan. Di Harpelnas yang menjadi logo utamanya adalah lambang senyum manusia berwarna hijau yang dikarang oleh salah satu The Best Ad Designer Indonesia. Logo ini mewakili sebuah senyuman manusia yang tulus, yang menandakan sebuah kepuasan. Sementara itu, pemilihan warna hijau menggambarkan kesejukan, rasa bersahabat dan keramahan.

Efek Senyum 

Senyum diartikan gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit. Terkait dengan senyum, adal sebuah survei di Swedia yang menyatakan Indonesia memiliki penduduk paling murah senyum dan sering ucapkan salam. Berdasarkan hasil survei The Smiling Report 2009 dari AB Better Business yang berbasis di Swedia, Indonesia adalah negara paling murah senyum di dunia. Dalam laporan itu disebutkan Indonesia sebagai negara tertinggi tersenyum dengan 98 persen. Indonesia juga merupakan negara dengan ucapan yang paling tinggi yaitu 98 persen. Sementara itu Swedia berada di nomor 24 pada daftar untuk kategori senyum dengan angka 77 persen dan urutan 31 untuk ucapan salam dengan 81 persen.

Laporan ini menunjukkan betapa pentingnya senyuman dan senyum itu harus wajib dimiliki oleh setiap orang terlebih bagi mereka yang berhadapan langsung dengan pelanggan seperti pustakawan dengan pemustakanya. Senyum bukanlah suatu tindakan yang membutuhkan keterampilan tinggi, tidak pula memerlukan modal yang besar. Semua orang bisa tersenyum dan itu sangat mudah. Namun, mengapa senyum mampu membuat hati menjadi tenang, membuat mata yang memandang merasa senang dan menciptakan kedamaian di sekitar kita?

Dalam sebuah pepatah Cina dikatakan bahwa “Orang yang tidak bisa tersenyum dengan baik, tidak layak untuk berdagang”. Senyum yang tulus merupakan hal pokok dalam hubungan kemanusiaan. Senyum merupakan kunci untuk menciptakan persahabatan yang erat, membangun hubungan keluarga yang harmonis, menciptakan persaudaran. Bahkan senyum menjadi kunci untuk menciptakan hubungan yang sinergis dalam pekerjaan, antara atasan dan bawahan.

Senyum terbukti membuat kita lebih menarik. Kecantikan dan ketampanan yang terpancar di wajah tidak akan tampak bersinar jika wajah kita muram. Sebaliknya , jika orang tersenyum, meskipun ia tidak elok parasnya, namun akan tampak lebih menarik. Ini senaga dengan pepatah yang mengatakan “Apa guna berkain batik, tapi tidak pakai kebaya. Apa guna berparas cantik, tapi selalu membawa bahaya”. Dengan menebar senyum, orang di sekitar kita akan merasa senang, nyaman dan aman. Senyum juga membuat kita merasa lebih baik dan meningkatkan pikiran positif. Senyum tulus yang kita berikan kepada orang lain bisa mengubah perasaan orang itu menjadi lebih baik, karena efek senyum bisa menular pada orang-orang di sekitar kita.

Begitu besarnya keutamaan senyum, sehingga dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Muhammad didatangi oleh seorang miskin. Dia mengajukan keberatan karena tidak bisa bersedekah seperti halnya orang kaya, sementara untuk amal ibadah lain dia tak berbeda dengan orang kaya. Nabi SAW menjawab keberatan itu dengan bersabda: “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah" (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi). Hadis ini menunjukkan bahwa hal yang sangat sepele, yakni tersenyum, mampu membaca manfaat besar bagi orang lain, sehingga disejajarkan dengan sedekah. Senyum dari hati membuat orang lain merasa bahagia, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan. Hadits ini juga mengajarkan bahwa memberi (sedekah) tidak semata-mata dapat dilakukan dengan memberikan materi seperti uang atau kebutuhan hidup, namun juga dengan sesuatu yang sepele dan dapat dilakukan oleh semua orang, yaitu tersenyum.

Senyum serupa jembatan dunia, sebagai penghubung orang-orang dalam suasana penuh keakraban dan persaudaraan. Senyum yang kita berikan menyebar ke sekeliling sehingga membuat orang merasa lebih bahagia dan siap berinteraksi dengan kita. Meski senyum kelihatannya sesuatu yang sederhana, tapi dampaknya luar biasa. Senyum adalah cara termudah untuk menghadiahi seseorang, tanpa biaya, memperkaya si penerima tanpa mempermiskin si pemberi. Sekilas, namun tahan lama. Tersenyumlah agar hatimu bahagia. Dan raihlah hidup penuh berkah, rizki yang selalu berlimpah, dengan dunia yang penuh senyum-senyum cerah.

Di Harpelnas 2019 ini mari kita jadikan senyum sebagai sarana ibadah dan salah satu instrumen dakwah yang menunjukkan keluhuran budi pekerti dalam pergaulan serta dalam meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Aamiiin.

2 komentar:

  1. Maju terus pustakawan Indonesia :)

    BalasHapus
  2. Maju terus pustakawan Indonesia!. Desi Herawati diklat promosi Angkt5

    BalasHapus