Minggu, 24 Februari 2019

Jati Diri Pustakawan

Jati diri pustakawan sesungguhnya adalah pustakawan yang memiliki kepribadian lembut, bisa memahami pemustaka, melayani dan memberikan tambahan wawasan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan pemustaka"
Oleh: Susetiyanti

Entah benar atau tidak, menurutku modal utama seoarang pustakawan adalah suka membaca, dan kebetulan mambaca adalah hobiku sejak kecil, selain membaca aku juga senang mendengarkan cerita atau dongeng yang dituturkan ibuku menjelang tidur hingga kantuk datang dan tak terasa aku terlelap.

Hobiku membaca terus berkembang hingga sekarang, bahkan saat ini aku juga suka membaca melalui searching tentang hal hal yang menarik perhatianku. Seperti pagi ini, udara yang cukup cerah membuatku lebih bersemangat, kelima pustakawan di dinas kami telah berbagi tugas sesuai dengan jadwal masing - masing. Kebetulan jadwal yang aku terima di unit pelayanan intern, Jadi aku hanya duduk didepan laptop, siap melayani berbagai perangai pemustaka yang datang dan memerlukan informasi maupun bahan rujukan.

Jati Diri Pustakawan
Credit: Openclipart
Setiap hari biasanya banyak pemustaka yang datang, tetapi pagi ini agak sepi. Kumanfaatkan kesempatan ini untuk searching sesuai hobiku. Ketika aku terlarut, tiba tiba dikejutkan oleh suara rengekan seorang anak yang sangat keras dan telah berdiri didepanku bersama seorang pria yang mungkin ayahnya. Anak tersebut berbicara gagap dan tak jelas sambil menarik narik baju lelaki yang ada di depanku dan menunjuk ke deretan rak buku yang tertata rapi di ruang pelayanan.

Aku mengamati keduanya dengan seksama, kemudian aku bangkit dari tempat dudukku dan mengulurkan tangan untuk menyalami anak itu, tapi reaksinya diluar dugaannku dia berulang ulang menjerit sangat keras aku jadi bimbang lalu berkata pada pria yang kuduga sebagai ayahnya

"Monggo pak."

Lelaki itu menjawab pelan, "nggih bu matur nuwun."

Mereka segera kuantarkan ke ruang anak yang berisi rak rak buku dan alat permaian edukatif serta program aplikasi khusus untuk anak anak yang ada di komputer. Lalu, kutinggalkan mereka dan aku kembali searching sambil berfikir setengah melamun.

Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaku. Apakah anak tadi termasuk kategori hiperaktif atau disabilitas ringan? Apa yang bisa kulakukan untuk membantunya guna mewujudkan jati diriku sebagai pustakawan?  Dan mengapa kesini tidak ditemani ibunya? Kemana ibunya dan apakah pria tadi adalah ayahnya . Om atau mungkin pakdhenya, apa tujuan mereka datang ke perpustakaan? Apa yang sebenarnya diperlukan oleh anak tersebut?

Belum selesai aku berpikir, lamunanku buyar oleh langkah seseorang didepanku yang tidak lain adalah lelaki tersebut, aku lihat dia tampak kebingunan dan sedikit khawatir walau terukir senyum tipis di parasnya, kemudian dia berkata kepadaku.

"Bu ada nggak buku-buku tentang gambar-gambar hewan, tumbuhan, bunga-bunga, pesawat atau tentang angkasa?"

Woowww, bisa shock nih aku dibuatnya bila tidak bisa memberikan rujukan ke lelaki tersbut.

"Nggih pak wonten, sebentar kami carikan dulu," Jawabku dengan tenang. Aku carikan buku yang dimaksud di ruang referensi tentang ensiklopedia ilmu pengetahuan bergambar khusus untuk anak ada 3 Jilid , tetapi belum sempat aku menunjukan buku pada pria tersebut tiba-tiba anak itu berlari dan memanggil dengan suara keras, "paaapaaa .....paaapaaa..."

Bearti dugaanku benar lelaki ini adalah ayahnya. Dengan sigap pria tersebut segera memegang tubuh anaknya supaya tak terjatuh. Kuperhatian suasana itu lebih seksama, Jika kupadukan peristiwa tadi dengan hasil searching yang baru saja kudapatkan dari media kemungkinan besar anak ini mengalami disabilitas berkategori ringan dengan ciri ciri hiperaktif dan minta perhatian lebih, namun disabilitas ringan ini bisa disembuhkan seiring dengan berjalannya waktu.

Intinya untuk kesembuhan anak sangat diperlukan perhatian khusus dari kedua orang tua dan dukungan lingkungan yang menyenangkan bagi sang anak. Ketika anak itu sudah mulai tenang, kusodorkan tiga jilid buku pada ayahnya, melihat hal tersebut anak itu segera meronta untuk meraih buku yang sudah berada ditangan ayahnya. Aku dan ayahnya segera membujuk supaya lebih tenang dan Alhamdulillah akhirnya anak itu menurut.

Aku bertanya pada ayahnya,"Apa buku ini yang bapak maksud?"

"Coba bu kami lihat dulu," Jawabnya singkat sang ayah segera membuka lembaran buku yang telah aku sodorkan dan anak itu tertawa tawa sambil mengangguk anggukan kepalanya.

"Ya Bu benar"

"Kami tinggal dulu ya pak, silahkan dilihat gambar gambarnya supaya putrinya senang"

Namun, sebelum aku berlalu pria iru berkata kembali.

"Bu, apa boleh kami meminjam buku ini?"

Aku ragu untuk menjawabnya karena buku-buku referensi hanya boleh dibaca dan tidak bisa dipinjam itu aturan baku yang tertulis di dinas kami, tetapi dalam teori manajemen perpustakaan yang pernah aku baca menurut Sulistiyo Basuki, apapun jenis literatur yang ada di perpustakaan jika untuk kepentingan pendidikan bisa dipinjam dengan sistem "Over Night Loan" dan juga sesuai kebijakan dari pimpinan di dinas kami untuk hal hal teknis di bidang perpustakaan diserahkan sepenuhnya kepada pustakawan, setelah berfikir demikian akhirnya aku menjawab.

"Ya pak boleh tapi bersyarat"

"Maksudnya bagaimana bu?"

"Boleh dipinjam tapi besok buku sudah harus dikembalikan itu syarat pertama dan syarat yang kedua bapak wajib meninggalkan arsip identitas diri berupa SIM atau KTP"

"Ya bu, ini KTP saya"

Setelah proses sirkulasi selesai pria itu segera pamit karena putrinya merajuk minta ingin segera pulang dengan memukul-mukul dada sang ayah. Setelah mereka pergi aku mencoba mengamati identitas KTP yang ditinggalkan pria tersebut. Ternyata Pria itu bernama Chandra, dia adalah seorang duda dan memiliki pekerjaan sebagai pengusaha konveksi.

Bagiku, status dan profesi apapun lelaki itu tak masalah. Aku kembali merenung, batinku meronta keras bersentuhan dengan jati diriku sebagai seorang pustakawan. Aku harus menunjukan walau hanya pada segelintir orang yang benar-benar membutuhkan bimbingan penuh dariku yang berprofesi sebagai pustakawan berupa tambahan wawasan.

Dampak "literacy" yang telah kugeluti selama ini, hobi membaca dimasa kecilku, kupadukan dengan jati diri profesiku, dengan semangat aku bertekad membantu pria tersebut untuk memberikan tambahan wawasan pengetahuan guna membimbing putrinya secara lebih baik.

Kini muncul suatu gagasan dalam hatiku, besok ketika Pak Candra mengembalikan buku, aku akan menemuinya secara khusus dan menanyakan tentang perilaku putrinya, terlebih saat ini perpustakaan memang bukan hanya berfungsi untuk pelayanan pembaca saja tetapi juga kemanfaatan hasil membaca tersebut dapat diarahkan untuk membangun kemandirian yang berbasis inklusi sosial termasuk didalamnya adalah disabilitas yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus dan serius.

Pagi harinya sekitar Pukul 09.15, Pak Chandra datang ke dinas kami memenuhi janjinya untuk mengembalikan buku yang dipinjam kemarin. Aku mengajak Pak Chandra untuk berbicara di ruang referensi, sedangkan ruang pelayanan sirkulasi kuserahkan kepada siswa yang sedang PKL.

Sebenarnya aku agak rikuh mau bicara tentang putrinya dengan lelaki ini, namun demi tugasku kuabaikan hal itu. Dari hasil pembicaraan tersebut dapat kusimpulkan bahwa istrinya telah meninggal 4 tahun yang lalu saat putrinya masih berumur 3 tahun. Putrinya yang bernama Sifa itu ternyata memang sejak kecil memiliki sifat yang sedikit berbeda dibandingkan dengan anak-anak lain seuasianya.

Sifat tersebut semakin bartambah parah setelah ibunya wafat. Sebelum Pak Chandra pamit pulang sempat kusarankan padanya agar putrinya diberikan perhatian secara khusus, dan putrinya sangat memerlukan sosok seorang ibu yang benar-benar mau peduli dengan kondisi putrinya. Di akhir pembicaraan itu aku memberikan literatur kepadanya yang sudah aku persiapkan kemarin terkait tehnik dan solusi penanganan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang berhasil disembuhkan.

Setelah pak Chandra pamit pulang, aku merasa lega karena jati diriku sebagai seorang pustakawan sudah aku tunaikan. Ya, jati diri pustakawan sesungguhnya adalah pustakawan yang memiliki kepribadian lembut, bisa memahami pemustaka, melayani dan memberikan tambahan wawasan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan pemustaka baik yang bersifat "board storming " maupun "deep deeping" secara tulus, ikhlas dan tanpa pamrih apapun.

Salam pustakawan

Blog: https://pustakajatidiri.blogspot.com

2 komentar:

  1. Bagus....pelayanan prima. pelayanan yang keluar dari hati...lanjutkan perjuangan bu...

    BalasHapus