Senin, 11 Februari 2019

Makhluk Setengah Dewa


Kali ini Bulan mau bilang  Pustakawan itu adalah “Makhluk Setengah Dewa”. Oleh Hariyah

Mengamati begitu banyaknya persoalan, gonjang-ganjing di dunia kepustakawanan, membuat Bulan sang pustakawan mikir juga. Sebenarnya di mana sih sumber permasalahannya. Ada banyak hal ya yang perlu dilihat. Memang gak bisa memandang sepotong-potong. Menurut Bulan dari berbagai ide, pengalaman, kritik, diskursus dan banyak deh, wabil khusus  dari blog pustakawan ini, Bulan mau mulai dari tiga titik ini. Apa itu? Yakni Pustakawan, Perpustakaan, dan Regulasi. Bulan mau pakai bahasa yang ringan-ringan saja.  Bulan gak canggih ama yang berat-berat, hihihi.
            Dari titik Pustakawan, Bulan mau melihat bahwa seseorang bisa disebut pustakawan karena dua hal. Ini pikiran bebas Bulan, terlepas dari teori-teori yang ada lho ya. Pertama, karena dia sekolah perpustakaan dan kedua, karena dia bekerja di perpustakaan. Udah simpel gitu aj. Tapi ternyata gak sesimpel itu. Yuk kita lihat apa kata Bulan. Pertama, dia berlatar pendidikan perpustakaan, dan berkeja di perpustakaan, maka dia pustakawan. Kedua, dia berlatar pendidikan bukan perpustakaan dan bekerja di perpustakaan, maka dia pustakawan. Ketiga dia berlatar belakang bukan pendidikan perpustakaan, tidak bekerja di perpustakaan, tapi punya jiwa pustakawan dengan mendirikan taman baca misalnya, maka bisa jadi dia disebut pustakawan. Keempat, dia punya latar belakang pendidikan perpustakaan, tidak bekerja di perpustakaan, tetapi mengajar ilmu perpustakaan, maka bisa jadi dia disebut pustakawan. Kelima, dia tidak punya latar belakang pendidikan perpustakaan, dia tidak bekerja di perpustakaan, tetapi dia membuat sistem teknologi informasi untuk perpustakaan dan sangat concern di situ, apakah dia pustakawan, bisa jadi ya, dia pustakawan. Nah menurut teman-teman di sini, manakah pustakawan sejati.
            Oke, Bulan lanjut dulu dengan perpustakaan. Apa sih yang disebut perpustakaan.  Terlepas dari pengertian-pengertian yang ada di teori pula, Bulan mau lihat secara umum aja. Pertama, perpustakaan itu  bisa sebuah gedung sendiri, lengkap dengan segala sarana prasarananya. Kedua, perpustakaan itu bisa sebuah ruang dalam suatu gedung, lengkap dengan sarana prasarananya. Ketiga, perpustakaan itu bisa sebuah sudut baca atau pojok baca dalam suatu gedung atau ruangan. Keempat, perpustakaan itu bisa sebuah gedung tapi tidak/kurang lengkap sarana prasarananya. Kelima, Perpustakaan itu bisa sebuah ruang, yang juga tidak/kurang lengkap sarana prasarananya. Keenam, perpustakaan itu bisa juga suatu benda, ruang atau obejk yang bergerak atau digerakkan keliling daerah, yang didalamnya ada koleksi. Nah samakah perlakuan model-model perpustakaan ini dalam mengelolanya.
            Baik Bulan lanjut lagi dengan Regulasi. Yuuk kita sebutkan regulasi apa saja yang berbunyi atau menjadi payung kegiatan kepustakawanan. Pertama, dan tertinggi ada UUD NO.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Kedua, adalah Keppres tentang perpustakaan, sepertinya belum ada ya. Ketiga, adalah Kepmen atau keputusan menteri, adakah tentang perpustakaan. Di beberapa  K/L (Kementerian/Lembaga) ada, tapi mungkin tidak semuanya pula ada, secara perpustakaan yang ada di K/L kedudukannya berbeda-beda. Keempat, adalah Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional, tentu ini ada. Kelima, adalah Keputusan Gubernur atau jajaran di bawahnya tentang perpustakaan, adakah. Wallahu a’lam. Mohon koreksinya ya jika ada yang salah.
            Kembali ke masalah kepustakawanan, maka kondisi beragam yang Bulan sampaikan di atas dan ini debatable, tidak bisa hanya dilihat dari satu aspek saja. Hanya pustakawannya saja, atau hanya perpustakaannya saja, atau hanya regulasinya saja yang dicermati. Mungkin juga ada aspek lain yang Bulan gak sebutkan, misalnya organisasi profesinya yang harusnya bisa melindungi anggotanya. Tapi bagaimanapun keren, canggih dan dahsyat perpustakaan dan regulasinya, tetap saja subjek yang menjalankan itu adalah sang Pustakawan. Tak peduli kecil atau besar masalah yang dihadapi sang Pustakawan, dia harus bisa survive, harus Tegar.
            Teringat jadinya Bulan pada beberapa tulisan di blog ini yang cukup menarik. Pustakawan menjadi subjek yang paling banyak dikritisi. Bulan mencatat beberapa kata kunci diantaranya dari tulisan “10 Pustakawan Strawberry” oleh Nugroho D. Agus. Pustakawan itu adalah orang yang seharusnya bermental growth mindset bukan fixed mindset, bermental cognitive flexibility, bermental deep understanding, bermental driver, pustakawan bermental rajawali. 
Lalu juga pustakawan adalah sosok yang peka terhadap kondisi sekitar. Pustakawan bisa menulis. Pustakawan bisa meneliti. Pustakawan bisa mengajar. Pustakawan harus tahu perkembangan TI (Teknologi Informasi) dan menerapkannya dalam aktivitas kepustakawanannya. Pustakawan harus tahu kebutuhan usernya. Pustakawan harus aktif. Pustakawan harus literate. Pustakawan gak boleh hoaks. Pustakawan gemar membaca. Pustakawan bisa mendongeng. Pustakawan harus up to date. Wow banyak banget deh.
            Bahkan dalam bincang-bincang Bulan dengan sesama pustakawan di tempat lain, pustakawan itu bahkan yang mengelola perpustakaan dari A to Z, yang membuat rencana anggaran, yang membuat kerangka acuan kerja, yang membuat laporan kegiatan, yang membuat SPJ, yang membuat naskah pidato menteri, yang menyiapkan akreditasi, yang mengisi seminar, yang mengubah from 0 to 1, dan banyak lagi. Pustakawan deritamu adalah pahalamu, mungkin begitu ya. Hihihi. Atau mungkin pernah dengar Pustakawan Palugada “Apa Lu Mau Gua Ada”.
            Jadi meminjam istilah dari blog ini juga, “Makhluk apakah Pustakawan itu”. Kalo Iwan Fals punya lagu Manusia Setengah Dewa, maka kali ini Bulan mau bilang  Pustakawan itu adalah “Makhluk Setengah Dewa”. 

1 komentar:

  1. Pustakawan hatinya setengah dewa, karena selalu berusaha untuk membantu pemustaka

    BalasHapus