Selasa, 05 Februari 2019

PUSTAKAWAN SEKOLAH (Antara Ada & Tiada)




Seperti judul lagu? Mmm.., tepat. Antara Ada dan Tiada menjadi salah satu judul lagu hits milik group musik UTOPIA di albumnya yang bertajuk “Kekal”. Biasanya lagu ini menyertai film atau sinetron berbau horor, meski liriknya tak menggambarkan sama sekali tentang perhantuan nasional. Namun judulnya membuat para sutradara perfilman bergenre horor mengadopsi menjadi soundtrack. Ide memang datang dari mana saja, untuk menciptakan dan mengembangkan sebuah karya.

Sama halnya dengan para pesohor perfilman, tulisan ini cukuplah menggambarkan setitik dari sekian titik-titik makhluk yang bernama pustakawan sekolah. Maksudnya, titik-titik yang lain sudah diulas serius oleh temen-temen lain di blog ini. SERIUS!!! ini bukan curhatan pribadi, tapi curhatan BERJAMAAH dari group chat para pustakawan sekolah dari Sabang sampai Merauke. Kalau boleh menyarikan dari obrolan online tersebut, bisa disimpulkan pustakawan itu makhluk yang keberadaannya Ada dan Tiada. Mengapa?

Pemeran Utama dalam Serial Akreditasi

Akhir-akhir ini sering mendapat broadcast di group chat atau jaringan pribadi isinya lowongan pustakawan sekolah. Gak tanggung-tanggung lho, kadang kepala sekolah sendiri yang harus turun bergerilya online untuk menemukan sosok yang bernama pustakawan. Bahkan broadcast berulang sering terjadi di waktu yang berbeda. Artinya, sekolah itu belum menemukan sosok pustakawan dambaan. Setelah melakukan investigasi kepihak sekolah, kebutuhan pustakawan pada level mendesak. Dipastikan karena sekolah-sekolah tersebut akan melakukan akreditasi. Ketiadaan pustakawan akan menurunkan nilai akreditasi sekolah sebelumnya. Investigasi selanjutnya dilakukan pada para pustakawan sekolah. Penyebab keengganan menjadi pustakawan sekolah, jawaban terbanyak karena apa yang didapat tak sebanding atau jauh lebih kecil dari apa yang diberikan, bisa dikatakan gajinya minim. Parahnya, peran utama sebagai aktor akreditasi akan berakhir setelah predikat unggul (A) diperoleh.

Peran Pembantu Sinetron Sertifikasi

Tak bisa dibantah, sepakat dengan kata Luckty Si Pustakawin yang mengutip ucapan Dilan dalam tulisan di blog ini :

“jangan jadi pustakawan sekolah, berat. biar aku saja.”

Suka duka menjadi pustakawan sekolah tergambar di artikel ini. Pustakawan menjadi pejuang mandiri dari hantaman permasalahan yang rumit dan semrawut di perpustakaan sekolah. Bekerja dari mulai stempel buku hingga menjadi resource agent bagi para siswa dan pendidik, dari petugas cleaning servis hingga kepala perpustakaan. Orang Jawa bilang hangabehi artinya mengurusi segala hal. Di tengah rasa hangabehi mereka harus terusik adanya kebijakan yang dianggap tidak memihak keprofesiannya, semakin menenggelamkan perannya.

Menjadi rahasia umum tentang adanya guru yang menjabat kepala perpustakaan guna memenuhi kekurangan jam mengajar. Jabatan kepala perpustakaan ini setara dengan12 jam mengajar, guna mendapatkan TPG (Tunjangan Profesi Guru) yang terkenal dengan sertifikasi guru. Ya, tunjangan sebesar satu kali gaji menjadi magnet guru untuk mendapatkannya. Namun kenyataannya:

“Jangankan berperan menjadi kepala perpus, sebulan ke perpustakaan bisa dihitung jari, tunjangan mau, kerja diserahkan pustakawan”

Begitulah obrolan group chat jika sedang membahas tugas kepala perpustakaan sekolah. Kenyataannya jabatan ini memang sangat strategis. Cukup dengan SK kepala sekolah dan selembar Sertifikat Diklat Kepala Perpustakaan memuluskan proses pencarian TPG yang menjadi salah satu impian para guru. Kenyataan di lapangan, kinerja seorang kepala perpustakaan tidak seindah dengan apa yang diperoleh selama diklat. Kenyataanya pustakawan akan dibutuhkan saat para guru memerlukan data dan laporan untuk keperluan pencairan TPG.

Sebuah Pengabdian

Tagline mematikan tentang sebuah pengabdian di sekolah atau bahasa ngetrennya wiyata bakti. Sebagian besar pustakawan yang sudah puluhan tahun bekerja di perpustakaan, umumnya sekolah negeri menyatakan “ini (pekerjaan) sebuah pengabdian, siapa tau suatu saat bisa diangkat menjadi PNS” Jika ditelisik secara singkat makna pengabdian berkaitan dengan menyerahkan diri pada suatu yang lebih diikuti rasa iklas dan pengorbanan. Pengabdian seorang pustakawan sekolah : rela di gaji 150 ribu hingga 300 rb per bulan, jauh dari buruh kuli bangunan. Ikhlas menahan hati menjadi kaum marginal di tengah dikotomi lembaga “plat merah.” Menyesakkan.” Bersabar menunggu kepastian masa berakhir wiyata bakti dan berubah status dari tenaga honorer menjadi ASN ber NIP. Gambaran sebuah pengabdian ini tentu akan berdampak pada kinerja. Bagaimana mau mengembangkan inovasi jika harus bekerja hangabehi ? Bagaimana berinovasi jika masih bergelut dengan masalah anggaran ?

Cukuplah tiga hal di atas untuk menggambarkan identitas dari makhluk bernama pustakawan sekolah. Berharap ada kajian untuk menjadi pemicu perubahan kondisi perpustakaan sekolah yang saat ini masih memendam permasalahan. Pustakawan tidak bisa menjadi simpul literasi jika benang kusut masalah tidak terurai tanpa pemecahan masalah.

Ditulis oleh : Anna Nurhayati

1 komentar: