Jumat, 15 Maret 2019

KTI Membuat Pustakawan Lebih Eksis

Hidup harus penuh optimis, menatap masa depan tanpa keraguan, dan selalu berpikir positif untuk berkarya dan bermanfaat bagi orang lain. Begitulah kira-kira gambaran salah seorang narasumber kali ini. Seorang pustakawan yang cukup lama berkecimpung di dunia menulis sejak 2010. Wow, sudah sembilan tahunan.

Pernah menjuarai event pustakawan berprestasi pada 2016. Tulisan ilmiah kepustakawanannya banyak di publikasikan di jurnal dan prosiding. Aktif berpartisipasi di penulisan buku antologi Komunitas Pustakawan Menulis (KMP) dan tentu saja banyak di undang sebagai pembicara di berbagai tempat. Terakhir, konon  narasumber yang satu ini akan berbagi ilmu  di Perpustakaan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) terkait workshop kepenulisan.  Aktif ngeblog juga. Bahkan, dua tulisannya sudah ada di blog Pustakawan Blogger ini. Baca ya:
Ok, biar tidak penasaran, berikut ini hasil wawancaranya bersama Wahid Nashihuddin:

Wahid Nashihuddin
Wahid Nashihuddin via Pustaka Pusdokinfo


Sejak kapan Anda suka menulis?

Saya menulis sejak tahun 2010, tepatnya saat menjadi pegawai di LIPI.

Saat itu, apa motivasi Anda menulis? 

Motivasi saya menulis adalah ingin menunjukkan eksistensi profesi dan bermanfaat lebih banyak bagi orang lain. Hidup menjadi pustakawan bukan hanya karya pelayanan saja tetapi juga karya pengetahuan. Pengetahuan bisa hidup dan dipakai oleh orang lain jika kita menulis dan selalu berbagi melalui publikasi.

Anda seringkali menulis karya tulis ilmiah (KTI) seperti di jurnal dan paper prosiding. Selain itu juga produktif di kepenulisan buku antologi yang di gagas oleh KMP. Menurut Anda sejauh mana pentingnya menulis KTI bagi seorang pustakawan?

Urgensi menulis bagi saya adalah memanfaatkan kehidupan dan meninggalkan sejarah lewat tulisan. Keaktifan saya menulis di jurnal dan prosiding karena tuntutan profesi pustakawan (agar bisa seperti peneliti dan ilmuan) dan pencapaian target kinerja pustakawan di lembaga, yakni LIPI. Setiap tahun target saya harus menulis jurnal minimal 2 artikel dan prosiding 1 artikel, terkait tulisan di KMP karena saya ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan teman-teman pustakawan di luar sana, khususnya teman-teman KMP melalui pola pikir dan tulisan yang ringan agar mudah dipahami.

Melalui jurnal dan prosiding, identitas dan kepakaran pustakawan akan semakin terlihat, dan kita bisa menunjukkan bahwa selain penulis artikel jurnal, pustakawan harus bisa membimbing profesi lain untuk aktif menulis ilmiah, baik sebagai instruktur pelatihan penulisan, penerbitan jurnal, maupun sebagai manajer publikasi.

Tahun 2016, kalau tidak salah Anda pernah menjadi juara 2 pustakawan berprestasi tingkat nasional, apakah salah satu penilaian karena banyak tulisan karya tulisan ilmiah yang sudah dipublikasikan? 

Oh iya pada 2016 merupakan tahun pembuktian diri profesi saya sebagai pustakawan. Lomba kompetisi pustakawan berprestasi menjadi kesempatan buat saya untuk menunjukkan ke dewan juri bahwa pustakawan adalah seorang intelektual dan ilmuan dan ilmuan harus punya publikasi ilmiah.

Karya tulis saya menjadi salah satu persyaratan penting, selain aktif ikut organisasi kepustakawanan seperti IPI, ISIPII, APISI,dan ATPUSI, saya sampaikan ke dewan juri dan peserta lomba yg lain bahwa melalui publikasi ilmiah, status profesi pustakawan akan lebih diakui dan sejajar dengan profesi lain, seperti dosen dan peneliti. Melalui karya tulis, nasib pustakawan jangan sampai seperti "tikus yang mati dalam lumbung padi”, kasihan kan, hehehehe...

Karya tulis saya saat lomba perpustakaan berprestasi 2016, bisa dibaca disini 

Lantas, ketika mengikuti lomba itu, biasanya ada sesi presentasi, boleh tahu, apa isi pesan presentasi yang disampaikan Anda waktu itu?

Pesan presentasi saya ada tiga poin, yaitu: 1) pustakawan harus mengadvokasi bahwa karya tulis adalah media utama pustakawan menjadi produsen pengatahuan; 2) pustakawan khususnya di lembaga riset dan perguruan tinggi harus punya kelebihan dalam program literasi dan komunikasi ilmiah bidang kepustakawanan; 3) pustakawan Indonesia harus membudayakan knowledge sharing di perpustakaan sebagai pemicu untuk menumbuhkan budaya riset masyarakat.

Anda  pustakawan yang benar-benar aktif, banyak kegiatan di LIPI. Kapan waktu Anda untuk menulis? Lantas idenya dari mana saja?

Waktu dan kesehatan adalah kesempatan. Pustakawan harus ingat bahwa profesi kita akan eksis jika kita mampu menghidupkan otak kita untuk selalu berpikir positif dan menuangkan ide dan pemikiran kita dalam tulisan. Mengenai waktu menulis saya, biasanya setelah jam kerja kantor, jam 16.00 sampai lelah dan inspirasi tulisan saya bersumber dari rajin membaca isu-isu kepustakawanan, baik melalui grup pustakawan, browsing informasi call for paper di web IFLA, CONSAL, IPI, ISIPII, dan baca-baca artikel jurnal nasional dan internasional. Intinya dalam menulis jangan pernah mengganggu tugas kita sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

Ada pengalaman menarik selama Anda menulis?

Pengalaman yang sangat mengesankan ketika saya bisa menulis dan mempresentasikan karya tulis makalah di acara CONSAL 2018 di Myanmar. Ini pengalaman menantang (dengan bahasa Inggris yang pas-pasan), saya presentasikan tentang perlunya literasi ilmiah dan literasi digital bagi pustakawan Indonesia. Melalui tersebut intinya begini, jangan harap budaya riset masyarakat berkembang jika pustakawannya tidak memiliki budaya riset dan melek teknologi, dan hal tersebut dapat dilakukan pustakawan dan perpustakaan melalui gerakan literasi ilmiah dan literasi digital secara nasional, dan itu perlu diadvokasi oleh pustakawan dari sekarang.

Bisa cek di internet, tema literasi ilmiah masih sangat jarang dikaji oleh pustakawan. Ketika menulis dengan judul itu, saya cari referensi artikel ilmiah di Indonesia sangat jarang, kalaupun ada literasi ilmiah itu identik dengan kegiatan pembelajaran dikelas,  kegiatan riset di laboratorium, dan sebagian besar informasinya tersedia di artikel internasional.

Ketika Anda kuliah, siapa saja dosen jurusan perpustakaan yang mengajak untuk aktif menulis?

Kalau untuk dosen UIN Sunan Kalijaga, semuanya menginspirasi. Mereka adalah orang-orang yang telah mengantarkan dan mendoakan saya untuk tetap berkarya dan aktif menulis sampai sekarang.

Satu hal lagi, sebenarnya yang menginspirasi saya untuk menulis adalah almarhum bapak, beliau pernah bilang sebelum meninggal, " jadilah pustakawan yang bisa seperti guru "digugu lan ditiru", agar bisa digugu (diayomi/dihargai) kamu harus punya karya tulis dan agar ditiru (dicontoh) kamu harus bisa menginspirasi sesuai bakatmu, bisa menjadi teladan bagi yang lain”. Kata-kata itu sampai sekarang hingga akhir akan menjadi penyemangat dalam karir kepustakawananku.

Masih banyak teman-teman pustakawan yang belum percaya diri untuk menulis,  kira-kira apa tips dan trik Anda terkait hal itu?

Teman-teman pustakawan adalah sumber inspirasi dan pengetahuan untuk saya menulis dan aktif berbagi. Saya tidak akan pernah berhenti untuk menularkan virus menulis khususnya artikel jurnal dan makalah. Tips buat teman-teman yang ingin terjun menulis; 1) sediakan waktu yg cukup untuk belajar menulis, mulailah dari hal yg kecil, dari sekarang, dan bergaulah dengan mereka yang aktif menulis; 2) jangan menyerah jika tulisan kita jelek atau tidak layak diterbitkan, kritik dan saran jadikan masukan positif untuk bangkit menulis; 3) selalu update kosakata dan cek telebih dahulu tata bahasa/kalimat teks sesuai dengan kemampuan agar sistematika tulisannya bagus dan konsisten; 4) mulailah menulis dari membaca dan mengamati isu/fenomena, biar ada acuan pengembangan ide dan pola pikir; dan 5) kalu bisa membuat blog pribadi untuk mempromosikan karya tulis kita, baik tulisan populer maupun ilmiah.


Ok, mungkin pertanyaan ini sedikit sama dengan diatas, tapi ini lebih spesifik. Apa tips dan trik menulis di jurnal?

Saya aktif menulis di jurnal karena iri dengan mereka yang dapat banyak keuntungan dari menulis artikel jurnal. Dari menulis artikel jurnal, kita akan mendapatkan pengakuan kompetensi profesi (karena sesuai bidang keilmuan seseorang), artikel jurnal memiliki nilai kredit besar untuk karir pustakawan (jika dibandingkan dengan tulisan lainnya), artikel jurnal diakui sebagai literatur primer dalam penulisan karya tulis ilmiah, artikel jurnal menunjukan media yang cepat untuk diindeks, disitasi, dan berdampak secara global.

Untuk tipsnya adalah; 1) biasakan berpikir ilmiah dari pekerjaan yg kita lakukan dan pengalaman kerja, kita ungkapkan dalam opini berdasarkan data dan fakta kemudian diperkuat literatur yang relevan dan sebaliknya, 2) melek informasi tentang cara penulisan artikel di jurnal bidang perpustakaan (nasional dan global), kemudian pelajari panduan penulisan dan gaya bahasanya, 3) biasakan tetapkan target sitasi dalam menulis artikel jurnal setiap tahun, 4) aktif berkolaborasi dengan rekan sejawat yg biasa menulis jurnal.

Saat mau menulis, apakah Anda pernah kena block writers? Jika pernah, apa pengalaman solusinya?

Oh pernah, tapi tidak lama. Akibat itu, sampai-sampai mau menulis saja takut karena takut dikritik/dikomplain orang.

Solusinya: 1) menulis berkolaborasi dengan teman pustakawan senior, 2) ketika menulis jangan mau hanya mencari dan mengumpulkan data tetapi harus menjadi penyusun utama teks/tulisan, 3) tanya ke senior mengenai keuntungan pustakawan kalau menulis  itu apa?, 4) setiap tahun harus punya target karya tulis (ilmiah dan populer).

Dengan begitu, sekarang kalau mau menulis itu idenya ada terus, hanya kendala menulis sekarang adalah pekerjaan banyak dari kantor.

Apa buku atau bahan bacaan favorit Anda?

Untuk buku-buku dan artikel yg terkait dengan keilmuan saya suka, tapi ada satu artikel dan buku yang menjadi favorit saya. Untuk artikel "Science Without Literacy: A ship without a sail?" karya Jonathan Osborne (2002). Untuk Buku "Disruption" karya Rhenald Kasali (2017). Gara-gara dua bacaan tersebut saya bisa menulis artikel jurnal yg berjudul "Tinjauan Terhadap Kesiapan Pustakawan Dalam Menghadapi Disrupsi Profesi Di Era Library 4.0: Sebuah Literatur Review". Artikelnya bisa dibaca disini.

Dalam kehidupan ini, setiap insan pastinya mempunyai moto sebagai semangat untuk terus berkarya. Apa sih moto Anda agar terus berkarya dalam hidup ini?

Moto hidup: 'Berbagi dan Bermanfaat untuk Sesama', Moto Profesi : 'Membaca Menulis Menginspirasi'

Pertanyaan terakhir, apa pesan-pesan untuk para pustakawan Indonesia?

Apapun kondisi kita, kita harus bangkit dan tunjukkan bahwa kita ada dan bermanfaat bagi sesama, mari kita kibarkan bendera kepustakawanan dengan karya-karya terbaik kita, dan jangan lupa tinggalkan sejarah melalui tulisan dan publikasi.

Ok, terima kasih atas kesediaan waktu Anda untuk wawancara. Semoga terus bisa berkarya dan sukses untuk Anda. 

Sama-sama. Semoga bisa membantu dan bermanfaat. Salam.


Profil Singkat 

  • Nama: Wahid Nashihuddin, SIP
  • Pendidikan: S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • Pekerjaan: Pustakawan LIPI
  • Untuk diskripsi pekerjaan, prestasi/penghargaan, pengalaman organisasi, pengalaman instruktur/narasumber/moderator, dan daftar publikasi yang sudah diterbitkan dapat dilihat menu Profil di blognya: https://pustakapusdokinfo.wordpress.com/. Pokoknya keren banget, lengkap. Jangan lupa kunjungi blognya ya.

2 komentar:

  1. Warbiasah mas wahid...memberikan contoh, semangat dan Inspirasi...semoga jayalah pustakawan indonesia...

    BalasHapus
  2. Terima kasih juga mas murad...jurnalis kepustakawan an yg oke.bangetszz

    BalasHapus