Minggu, 30 Juni 2019

Digital Scholarship: makhluk apakah itu?

Istilah baru di dunia perpustakaan, terkadang mencegangkan. Mulai dari learning common, makerspace, scholarly communication, dan baru-baru ini digital scholarship.

Learning common, dan makerspace, ternyata bukan hal baru. Ketika dibawa ke perpustakaan, baru  kemudian dianggap barang baru. Saya menyebutnya semacam duplikasi. Kuncinya terletak pada pinter-pinternya ilmuwan perpustakaan membungkus dan menjual istilah.

Bagaimana dengan digital scholarship?

Mendengar istilah ini, saya berfikir tentang beasiswa. Ketika SMP dulu, guru Bahasa Inggris saya mengatakan bahwa arti scholarship itu beasiswa. Beasiswa digital, begitu kira-kira yang ada dalam fikiran saya saat mendengar digital-scholarship.

Paijo: langsung mumet, Kang. Mosok beasiswa digital?

Saya memperoleh sebuah poster, yang menginformasikan kegiatan, semacam kuliah umum, di perguruan tinggi. Temanya digital scholarship. Pembicaranya, tentu saja, orang pintar semua. Semua bergelar doktor. Salah satunya dari Leiden. Poster tersebut, akhirnya membawa saya sampai pada sebuah web yang menunjukkan aktivitas digital-scholarship di kampus Leiden Univ. Ini websitenya: https://www.library.universiteitleiden.nl/research-and-publishing/centre-for-digital-scholarship.

Sebagai pustakawan praktisi, jika ada istilah baru, saya tertarik pada apa peran pustakawan dalam istilah tersebut? Apakah istilah tersebut benar-benar memiliki sesuatu yang baru, yang berasal dari konsep ilmiah ilmu perpustakaan? Atau jangan-jangan?....

Pada laman URL di atas, terdapat keterangan pembuka.

The Centre for Digital Scholarship organizes meetings and workshops and it is the obvious partner for researchers to contact for questions, consultancy, and training on the following topics:

Nah, ini menarik. Kalimat di atas diikuti dengan 6 point seperti di bawah ini:







Penasaran pada apa yang dilakukan pustakawan terkait 6 hal di atas.

Data management. Pada bagian ini, perpustakaan/pustakawan melayani proses pengelolaan data riset dan hal terkait. Mulai dari merancang rencana manajemen data, sampai menyimpannya. Konsep FAIR diberlakukan pada proses ini. FAIR: Findable, accesible, interoperable, dan reusable.

Text dan Data mining. Pustakawan memberikan layanan terkait data cleaning, enrichment, analysis, visualisation, curation, dan preservation. Dengan diawali oleh mengeksplorasi berbagai kemungkinan berbagai sumber/koleksi untuk teks dan data mining.

Open access. Menyediakan dukungan penuh dalam publikasi berjenis open access, mulai dari kebijakan, pelatihan, dukungan, serta berbagai layanan lainnya. Disediakan berbagai daftar jurnal open access yang sudah membuat kerjasama dengan kampus. Repository yang mendukung, dan lainnya.

Copyright. Kepala perpustakaan Leiden Univ mengatakan bahwa mereka merekrut orang hukum untuk layanan ini. Berbagai pertanyaan terkait hak cipta pada publikasi mestinya kerap ditanyakan oleh mahasiswa. Misalnya:
  • How do I publish an article without having to give up my copyright? 
  • Can place an article found in the Catalogue in Blackboard? 
  • What about the use of images during lectures? 
  • I want to submit my thesis to the Repository, but would also like to see my thesis published at a university press. Is this possible?
Collaborative environments. Hal ini terkait dengan Virtual Research Environments. Istilah yang relatif baru. Namun, ketika saya telusur, VRE ini memanfaatkan Sharepoint-nya microsoft. Bisa lebih mudah dibayangkan layanan yang tersedia. 

GIS. Merupakan sistem untuk editing dan menampilkan data spasial. Tersedia komputer untuk digunakan dalam olah data spasial.


Kita coba lihat satu/satu. Data management, sebenarnya ini bukanlah hal baru. Dikenal sejak lama istilah manajemen data riset. Saya pernah menulisnya di sini dan di sini.

Text dan data mining. Istilah ini sudah populer di dunia informatika. Bukan hal baru secara aktivitas. Pustakawan pun sudah ada yang mulai main data mining dan visualisasi.

Open access juga hal yang sudah lama dikenal. Bahkan pustakawan sudah banyak berkecimpung dalam publikasi ini. Bersinggungan dengan para pengelola jurnal, pustakawan memiliki pengalaman terkait dunia penerbitan jurnal maupun non-jurnal open access.

Copyright. Ini menarik. Apakah pustakawan memiliki cukup ilmu? Leiden Univ. Library, kabarnya merekrut orang hukum untuk melayani berbagai pertanyaan atau konsultasi. Namun demikian, tentu saja dengan membaca, pustakawan mulai tahu beebrapa jenis  copyleft, maupun copyright, dengan berbagai versinya.

Collaborative environment. Di Leiden menggunakan Sharepoint. Ketika saya cek melalui Google, cukup banyak yang memanfaatkan Sharepoint untuk membanguan Virtual Research Environment, baik itu diberi cap bagian dari Digital Scholarship, maupun tidak. Silakan coba buka perbandingan Sharepoint dan Google Drive untuk memperoleh gambaran lebih dalam, klik https://www.eswcompany.com/sharepoint-vs-google-drive/ dan https://comparisons.financesonline.com/sharepoint-vs-google-drive. Atau Sharepoint dengan OneDrive di sini https://technologyadvice.com/blog/information-technology/sharepoint-vs-onedrive-for-business/

GIS, atau layanan sistem informasi geografi. Orang iseng akan mengatakan: lah, di kampus saya itu ada di lab geografi atau geodesi. Mosok mau bikin lab sejenis di perpustakaan?

Kesimpulan awal saya, terkait Digital Scholarship ini adalah: DS ini wadah, bungkus, paketan. Beberapa hal dibungkus dan diberi brand Digital Scholarship. Apa maksudnya? entahlah.


****

Nah, kita lihat pula konsep digital Scholarship di perpustakaan lainnya. Saya menemukan poster ini.



Di NTU ini lebih liberal lagi. Digital scholarshop tuesday. Isinya workshop dan seminar dalam berbagai tema. Informasi lainnya, bisa dilihat di https://blogs.ntu.edu.sg/ntulibrary/tag/digital-scholarship/. Pada beberapa kegiatan di atas terlihat, workshop Prezi pun masuk dalam kegiatan Digital Scholarship. Prezi itu alat untuk membuat presentasi. 

Selain itu, pada poster di atas, ada lagi workshop Canva, atau Piktochart, serta Tableau. Juga beberapa tema yang intinya mempelajari penggunaan software untuk proses riset, atau akademik yang dikelompokkan menjadi: digital publishing, data visualisation, dan presentation tools and sources.

Karyo: terus, apa kesimpulanmu, Jo?
Paijo: masih tetap sama, Kang.
Karyo: apa?
Paijo: ndak ada itu ilmu perpustakaan. Yang ada itu skill mengelola perpustakaan. 

Paijo pun melanjutkan sinaunya. 

0 komentar:

Posting Komentar