Sabtu, 09 November 2019

PUSTAKAWAN BERAKHLAK NABI (Momentum Maulid Nabi Muhammad SAW)

Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.IOleh : Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Seperti kita ketahui bersama bahwa dalam kalender Islam setiap tanggal 12 Rabiul Awal diperingati sebagai hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. yang menjadi suri tauladan bagi umat manusia. Keindahan ajaran Islam selalu mendorong umatnya siapapun dia orangnya termasuk seorang pustakawan yang selalu bergaul dengan para pemustaka yang datang ke perpustakaan, wajib untuk memiliki akhlak (perilaku) yang mulia. 

Lahirnya Nabi Muhammad saw. ke dunia tentunya sebagai pembawa dan penyampai risalah terakhir ketauhidan menjadi mukzijat wajah dunia (terutama bangsa Arab saat itu ) dari carut marut dan penuh kejahiliyahan menjadi bangsa yang terang benderang, berakhlak dan penuh dengan rasa kemanusiaan dan kecintaan antara sesama. Tak heran bila dalam banyak survei tentang tokoh- tokoh yang berpengaruh dalam merubah dunia, sosok Nabi Muhammad saw. selalu menempati urutan teratas.

Michael Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menempatkan Nabi Muhammad saw. di urutan pertama sebagai tokoh paling berpengaruh di dalam sejarah dunia. Alasannya karena beliau dilahirkan di tengah-tengah masyarakat yang agak terbelakang, yatim piatu di usia kanak-kanak, dan dikatakan bahwa beliau seorang yang buta huruf. Berbeda dengan tokoh- tokoh lain dalam sejarah, mereka lahir dan besar di tengah- tengah masyarakat berperadaban tinggi. Alasan berikutnya adalah tokoh- tokoh lain yang ada dalam sejarah memang berpengaruh besar ketika mereka masih hidup. Akan tetapi ketika sudah tiada, pengaruhnya pun hilang seiring dengan kematiannya. Katakanlah Adolf Hitler, Mussolini, Stalin, dan lain-lain, ketika masih hidup, pengaruhnya besar. Ketika dia sudah tiada, pengaruhnya pun hilang. Berbeda dengan Nabi Muhammad saw., saat beliau masih ada di tengah- tengah ummat, pengaruhnya besar. Ketika beliau wafat, pengaruhnya pun tetap ada, bahkan hingga akhir zaman.

Nabi Muhammad saw. menegaskan tentang misinya adalah “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.“ Saking pentingnya akhlak, Syauqi Beik seorang Ulama, Sastrawan Penyair Arab Mesir terkenal mengatakan dalam kata-kata hikmahnya bahwa: “Sesunguhnya umat dan bangsa itu sangat tergantung pada akhlaknya. Jika baik, maka akan kuat bangsa itu. Jika rusak, maka akan hancurlah bangsa itu.“ Oleh karena itu apapun problematika berat yang kini dihadapi oleh suatu bangsa dan masyarakat, maka solusinya terbaiknya adalah dengan mengamalkan akhlak mulia yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw., maka akan mulialah seseorang dan bangsa negara tersebut akan menjadi kuat.

Model Akhlak Nabi 

Nabi Muhammad saw. dikenal sebagai role model suri tauladan bagi seluruh umat manusia yang memiliki akhlak mulia seperti yang dijelaskan dalam surah Al Ahzab ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Alah“.

Bagi seorang pustakawan yang selalu berinteraksi dengan dunia kepustakawanan, banyak sekali ajaran akhlak Nabi yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya ada 4 sifat akhlak Nabi yang wajib kita amalkan agar hidup kita sukses dunia akhirat adalah yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathanah.

Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi perbuatannya juga benar. Sejalan antara perkataan dengan perbuatannya. Nabi selalu mengajarkan kita untuk jujur, tidak pembohong/kizzib, dusta, dan sebagainya. “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” [QS.An Najm:4-5]. 

Kita sebagai pustakawan tentunya juga harus selalu bersifat benar dalam segala perkataan dan perbuatan, seperti halnya memberikan informasi yang benar kepada pemustaka, memperlakukan pemustaka dengan memberikan layanan prima yang selalu memberikan kenyamanan pemustaka untuk bisa terus memanfaatkan layanan yang kita berikan.

Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepada Nabi, maka  orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan Nabi dengan sebaik-baiknya. Mustahil Nabi itu khianat terhadap orang yang memberinya amanah. Oleh karena itulah Nabi Muhammad saw. dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong. “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.” [QS.Al A’raaf:68].

Bagi pustakawan, sifat amanah menjadi modal utama yang wajib dimiliki. Dengan sifat amanah inilah, maka akan membangun kepercayaan pemustaka terhadap profesi pustakawan tersebut. Ketika pustakawan bersifat amanah, maka apapun yang diberikan atau dikatakannya kepada pemustaka, akan memberikan kepercayaan kepada pemustaka terhadap informasi maupun layanan yang diberikannya. 

Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah berupa wahyu yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Nabi. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi. Tidak mungkin Nabi itu Kitman atau menyembunyikan wahyu. 

Bagi seorang pustakawan yang bergelut dengan dunia kepustakawanan tentunya harus selalu tabligh dan memberikan informasi yang benar kepada pemustaka. Dan hal ini menjadi bagian kewajiban kita semua untuk terus memberikan layanan informasi yang benar. Nabi selalu mengajarkan kepada kita untuk mengatakan yang benar walaupun pahit hasilnya “Qulil haq walau kana murran”.  

Fathonah artinya cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan ribuan ayat Al-Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Nabi harus mampu menjelaskan firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya. 

Demikian juga seorang pustakawan, tentunya harus cerdas dalam memberikan informasi yang akurat dan tepat terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh pemustaka serta memberikan layanan informasi yang selalu mencerdaskan pemustaka.  

Berharap semoga dengan kita mempelajari sifat-sifat Nabi Muhammad SAW seperti Shiddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah tersebut, kita semua pustakawan juga bisa mengamalkannya sehingga menjadi pribadi yang mulia. Aamiiin.

1 komentar: