Selasa, 15 September 2020

Refleksi HKP. dan geliat literasi mengejar lebel identitas


Di era disrupsi digital,  masa pandemi saat ini bertepatan hari kunjung perpustakaan (HKP) buah pikiran Martini Hardjoprakoso,  kepala Perpustakaan nasional pertama tahun 1980-1998.

Ada yang klise dari Hari nasional yang ditetapkan pada setiap 14 september melalui surat keputusan kepala perpustakaan nasional RI. Nomor: 020/A1/VIII/1995 ini.

Sebelum pandemi para pemustaka (pengunjung perpustakaan) masih terlihat berbondong bondong mngunjungi gedung yang mnyimpan bahan pustaka biang ilmu pengetahuan.

Sekejap ruang itu bertransformasi ke platform digital. Perpustakaan mengunjungi pemustaka melalui gadget di ruang virtual.

Layanan di plosokpun meradang untuk memenuhi kebutuhan baca masyarakat kunjungan langsung pustaka ke masyarakat dilakoni dgn transportasi beraneka ragam mulai dari  bersepeda,  perahu sampai betkuda,. 

Pustaka saat ini

Informasi berseliweran terus mewarnai media. Para penulis antusias mengisi media online dengan beragam genre, beragam topik dan beragam manufer yang seakan tidak pernah kosong dari ide ide.

Dunia menulis menggeliat, eksistensi  penulis dari segala disiplin terus merespon kondisi sosial dalam susunan diksi untaian kalimat dalam artikel mengalir di dunia maya saling berebut pembaca.

Kalimat tanya yang berkelindang di benak saya.  Apakah ini diartikan bahwa tugas sebuah perpustakaan sebagai penyebar informasi antusias mengambil peranan sebagai lembaga penyebar informasi?.

Apakah bisa diyakini bahwa informasi tulisan yang bertebaran di media sosial itu terbaca. Seperti tugas perpustakaan yang selalu memastikan bahwa informasi berupa buku yang dimiliki memiliki data berapa banyak orang yang menggunakan buku di perpustakaan?.

Apakah di zaman ini perpustakaan masih menjadi identitas di beberapa kota ketika pandemi Covid-19 mengasingkan kita dari layanan langsung perpustkaan dan ketika era disrupsi digital betul betul sudah terjadi?.

Perpustkaan saat ini tutup, kehilangan spirit literasi. Kontradiktif dengan sejarah ketika saudara laki laki Kaisar bizantium Konstantinus XI yang lari ke Roma dengan membawa serta perpustakaan dalam sejarah abad ke -15 ketika Turki menaklukkan Konstantinopel.

Menyambut quote Bung Hatta yang melegenda “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku karena dengan buku aku bebas”.

Buku saat ini betul betul menjadi barang yang antik melebihi kesan antik ketika sebuah  buku tidak terbaca berbaris berhias debu di dalam etalase dan rak perpustakaan.


Perpustakaan sebagai ikon kota

Dalam sebuah komune pegiat literasi saya diajak ngobrol sebagai seorang pustakawan. Mereka bersemangat membahas tentang kota tercinta yang berlabel kota pendidikan, namun tanpa melibatkan sebuah gedung perpustakaan sebagai landmark atau identitas kota.


Bersama pegiat literasi Kota Parepare


Saya menghela nafas merasa ada yang beda dari obrolan perpustakaan bersama para pegia literasi ini.

Kepedulian bukan sekedar mereka berkumpul untuk mengajak mereka yang tidak membaca tapi,  berkumpul berkolaborasi untuk tujuan membahas bagaimana perpustakaan bergeliat.

Perpustakaan seumpama mall, tempat wisata, warkop, dan cinema yang banyak dikunjungi pemustakanya di kota yang banyak menjanjikan kenyamanan.

Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.

Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa,  salah satu  item dalam UU no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan.

Fungsi perpustakaan di atas seharusnya memantik kesadaran pemerintah kota untuk membangun perpustakaan dengan fasilitas pendukung bagi pustakawan dan pemustaka.

Sekuat apa kita butuh perpustakaan, Kita adalah bangsa dengan budaya ngobrol yang tinggi dan hegemoni budaya ini mungkin hanya bisa dibungkam oleh. Kemewahan perpustakaan yang salah satunya saya gambarkan Trinity College Library: Dublin, Irlandia.

Dengan panel kayu gelap dan langit-langit yang melengkung tinggi, perpustakaan ilmiah ini begitu mempesona. Selain itu, Trinity College juga dikenal sebagai perpustakaan terbesar di Irlandia. Tidak hanya itu saja, perpustakaan ini juga mendapatkan gelar "perpustakaan hak cipta", yang memberikan hak untuk memperoleh materi yang dipublishkan dalam negeri tanpa biaya apapun.

Saya berfikir di keterbatasan dukungan pemerintah kota tidak harus menjadi penghambat untuk menggunakan fasilitas yang ada saat ini,  namun pegiat literasi " Gelanggang buku" jauh berfikir perpustakaan sebagai identitas kota.

Ini adalah kemajuan cara pandang tentang kota meskipun gemerlap perpustakaan di tanah air ini belum mampu memalingkan kita dari gagap gempita ala warkop dan keseruan teman ngobrol sembari menyeruput dibalik rindangnya "setangkai bunga makka" (warkop literasi).

Saat ini buku meninggalkan rumah nyaman perpustakaan, merangsek masuk ke setiap ruang kumpul kita, apakah ini bagian dari "identitas"?.


Inklusi sosial

Perpustakaan yang diharapkan saat ini adalah perpustakaan berinklusi sosial.  Perpustakaan memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya.

Melakukan perubahan, serta menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan budaya dan hak azazi manusia.

Data tes internasional menunjukkan lebih dari 55% orang Indonesia yang menyelesaikan pendidikan masih mengalami functionally illiterate.

Functionally illiterate,  kurangnya kegiatan membaca dan menulis untuk mengelola kehidupan sehari-hari dan pekerjaannya yang membutuhkan kemampuan membaca.

Kunjungan perpustakaan dapat bermanfaat untuk kehidupan dengan memperoleh skill yang mampu meningkatkan taraf ekonomi. 

UNESCO di tahun 2016 menyatakan Pogram Literasi untuk Orang Dewasa muncul untuk menghasilkan beberapa manfaat, khususnya membangun self esteem (kepercayaan diri) dan empowerment (pemberdayaan) dengan mekanisme pembiayaan yang sama efektifnya dengan pendidikan utama di sekolah.

Perpustakaan sebagai pusat belajar masyarakat menyediakan informasi dan fasilitas belajar yang berperan untuk mendorong peningkatan literasi masyarakat.

Menuliskan literasi tidak akan terhenti sampai disini karena fenomena ini bergeliat memasuki ruang gemerlap kota yang diusung pegiat literasi,  sisanya bagaiman pemkot mengapresiasi,  menfasilitasi kerja mereka untuk membangun "Perpustakaan sebagai identitas kota". Wassalam. 

Minggu, 13 September 2020

Perpustakaan: Jalan Menuju Surga (Refleksi Hari Kunjung Perpustakaan)

Oleh: Dr. Ahmad Syawqi, S.Ag, S.IPI, M.Pd.I 
(Pustakawan UIN Antasari Banjarmasin)

Seperti yang ketahui bersama bahwa pemerintah Indonesia melalui Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI telah menetapkan tanggal 14 September melalui surat Kepala Perpustakaan Nasional RI nomor 020/A1/VIII/1995 pada tanggal 11 Agustus 1995, sebagai Hari Kunjungan Perpustakaan (HKP), dimana  ide  tersebut lahir dari pemikiran Mastini Hardjoprakoso yang merupakan Kepala Perpusnas pertama yaitu tahun 1980-1998. 

Sejarah HKP pencanangannya dimulai sejak 14 September 1995 di Banjarmasin dimasa pemerintahan Presiden Soeharto yang tujuannya adalah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia yang tergolong masih rendah. Hinggi kini selama 25 tahun sudah, HKP terus dperingati dan digalakkan.

 Perpustakaan seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Perpustakaan RI Nomor 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.  Dari definisi tersebut bahwa di era informasi  saat ini perpustakaan mengalami transformasi seiring dengan kemajuan teknologi informasi, dimana perpustakaan tidak hanya sebagai sebuah tempat  menyimpan dan meminjam buku saja.

Transformasi Perpustakaan
Menurut Joko Santoso, Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpusnas RI, arah transformasi perpustakaan lebih bergeser kepada basis inklusi sosial yang mencakup 3 hal yaitu perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan yang menjadikan perpustakaan sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat yang mampu melahirkan berbagai inovasi dan kreatifitas masyarakat; perpustakaan sebagai pusat kegiatan perberdayaan masyarakat yang berkomitmen pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat; perpustakaan sebagai pusat kebudayaan melalui pelestarian dan pemajuan khazanah budaya bangsa secara berkelanjutan untuk kemajuan masyarakat.

Aspek transformasi perpustakaan mencakup 3 hal yaitu Koleksi, Ruang dan Layanan. Karakter dari KOLEKSI yang ditransformasi adalah koleksi perpustakaan yang BERMAKNA untuk membantu pemustaka dalam memahami diri dan dunia; REFLEKTIF-Gue Banget, pemustaka dapat melihat dirinya sendiri pada koleksi perpustakaan secara positif dan akurat; RELEVAN, koleksi perpustakaan berhubungan dengan pengalaman hidup dan signifikansi kecakapan hidup; MENVALIDASI, koleksi perpustakaan menegaskan nilai-nilai keberagamaan, kebenaran, kejujuran, keadilan, kegigihan); MEMBERDAYAKAN, memungkinkan pemustaka untuk berbuat perubahan positif dalam kehidupan diri dan komunitas mereka; INKLUSIF, koleksi perpustakaan mencerminkan spektrum keragaman seluas mungkin dalam hal konten, kepengarangan dan akses; MEMUDAHKAN, multimodal dan multiple media; dan MENUMBUHKAN, koleksi perpustakaan menumbuhkan kesadaran sosial, kesadaran politik dan kesadaran kultural.

Karakter dari RUANG yang ditransformasi adalah MENEGASKAN, ruang perpustakaan merayakan keragaman dan sikap positif ilmu pengetahuan; RESPONSIF, ruang perpustakaan adaftif dalam menghadapi perubahan demografi, kebutuhan dan minat pemustaka; MENGUNDANG, ruang perpustakaan mengundang beragam orang, keluarga dan anggota komunitas ke dalam ruang perpustakaan dan berkomunikasi; MENGHARGAI, ruang perpustakaan mengadaftasi sikap saling menghargai budaya masyarakat dengan memasukkan item-item budaya lokal; FLEKSIBEL, ruang perpustakaan dapat digunakan dalam berbagai tujuan oleh berbagai jenis pengguna individu, kelompok kecil, termasuk kelas-kelas pembelajaran; PERLUASAN; ruang perpustakaan serupa dalam dimensi fisik dan virtual; dan NYAMAN, ruang perpustakaan mengundang pemustaka untuk berlama-lama di perpustakaan. 

Karakter dari LAYANAN yang ditransformasi adalah TRANSFER PENGETAHUAN, perpustakaan berusaha membangun akses pengetahuan ke pedesaan, termasuk mengubah perpustakaan menjadi penyedia layanan internet; LIFESKILL, perpustakaan berusaha mengembangkan kecakapan dan keterampilan kerja; KESEJAHTERAAN, perpustakaan mampu memastikan kesehatan dan kesejahteraan komunitas. Dalam waktu dekat, pustakawan harus menjadi mitra utama kesehatan masyarakat dalam mengembangkan upaya penelusuran kontak pandemi; PUSAT INFORMASI KRISIS, perpustakaan harus menyediakan layanan tanggap krisis/darurat dalam situasi bencana alam atau sosial; INKLUSIF, perpustakaan mampu menguatkan empati pemustaka yang beragam kondisi. Ramah difable dan menolong kaum marjinal dan sektor informal; PERLUASAN LAYANAN, perpustakaan menyediakan layanan yang tak terbatas pada fisikal, tetapi juga virtual; dan PARTISIPASI, adanya perpustakaan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berkegiatan dan berbagi pengalaman praktis di perpustakaan untuk memperluas transformasi pengetahuan.

Taman Surga Pengetahuan
Jika kita melihat kegiatan perpustakaan di era pandemi saat ini, banyak sekali mengadakan berbagai webinar gratis secara online, seperti seminar, workshop, bimtek, bedah buku yang menjadi surga ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang ingin mengikutinya. Ketika kita bisa hadir berkunjung dan mengikuti webinar tersebut, maka berarti kita telah berada dalam sebuah majelis ilmu yang diibaratkan dalam Islam sebagai Taman Surga di dunia yang akan terus memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi setiap mereka yang haus dengan berbagai ilmu dan melalui perpustakaanlah sebagai salah satu pintu sumbernya ilmu pengetahuan.
Suatu ketika, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu (RA) mendengar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) bersabda: “Jika kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” (HR. Tirmidzi)

Dari hadits tersebut, yang dimaksud dengan taman surga adalah majelis ilmu/webinar yang mempelajari berbagai ilmu dengan dihadiri banyak orang dalam berbagai forum kegiatan. Bila umatnya melihat forum-forum seperti itu, maka segeralah singgah hadir bergabung, karena sejatinya itu bagian dari taman surga. Ternyata undangan spesial dari Nabi kita adalah menghadiri majelis ilmu. 
Siapa saja yang memenuhi undangan ini juga akan mendapatkan hadiah istimewa langsung dari Allah, apa saja? Tidak tanggung-tanggung, Allah SWT berikan langsung empat hal bagi tamu taman-taman surga ini yaitu Allah turunkan ketenangan dalam hati, Allah berikan rahmat bagi mereka, para malaikat Allah kumpulkan ditengah majelis itu, Allah sebutkan orang yang menjadi tamu taman surga itu dihadapan para malaikat-Nya.

Ibnul Qayyim RA berkata, “Barangsiapa ingin menempuh taman-taman surga di dunia, hendaklah dia menempati majelis-majelis zikir, karena ia adalah taman- taman surga.” Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR.Muslim). 

Islam begitu tinggi menjunjung seorang penuntut ilmu (ahli ilmu). Janji Allah bagi orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar'i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga karena ia telah mendapat ilmu tentang bagaimana cara menuju surga. 

Betapa indahnya keutamaan para penuntut ilmu, yang hadir dalam majelis ilmu atau berkunjung ke perpustakaan mencari ilmu sampai-sampai mereka dibicarakan oleh Allah SWT dan para malaikat. Mereka pun dicari-cari malaikat, sehingga saat di majelis ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya sebagai tanda perhormatan bagi para penuntut ilmu.

Kamis, 03 September 2020

Menjawab Pertanyaan Via Chat Webinar Ketika Pustakawan Bloger Berkisah

Acara webinar ngobrol-ngobrol santai nan ringan di Zoom "Ketika Pustakawan Blogger Berkisah," akhirnya bisa terlaksana malam tadi (3/9/2020). 

Terima kasih buat Ibu Labibah selaku moderator dan teman-teman Pustakawan Blogger walau tanpa panitia atau bisa juga disebut panitia dadakan, tapi bisa langsung aksi. 

Ketika Pustakawan Blogger Berkisah

Terima kasih juga buat Kang Yogi yang sigap hingga membuat flayer-nya dan cerita-cerita penuh motivasi sisi lain diblognya, Kang Ambar BSN sebagai host, mantap. Walaupun ada sebagian teman-teman yang mengalami kendala teknis seperti konon katanya mati listrik. Tapi, tak mengapa, semoga nanti bisa mengikuti acara pustakawan blogger selanjutnya. 

Terima kasih juga buat Luckty blogger yang terus konsisten menulis resensi buku (wawancara dengan blogger yang satu ini bisa dibaca disini: Sang Pustakawan dan Blogger Produktif dari Metro), Kang Irsan yang konsisten menulis tentang dunia literasi, Mas Danang sang dosen yang jos ceritanya, teman-teman pustakawan blogger lain yang keren ikut berdiskusi: Kang Nasrullah Sitam, Kang Wahid dari LIPI (wawancara dengan pustakawan keren ini disini: KTI Membuat Pustakawan Lebih Eksis), Kang Arif UGM semoga bisa lanjut Doktor Ekonomi Syariahnya (he..2), Ibu Bernadetta  dan Kang Yuan yang sudah urun rembug dan pastinya yang di tunggu-tunggu, Mbah Paijo yang super mantap dengan kisahnya. 

Terima kasih buat teman-teman lainya yang sudah ikut nimbrung. Semoga mulai menulis lagi, ya minimal di blog (he..2). 

Sedikit sejarah awal saya ngeblog, sudah diceritakan di acara tersebut. Kisah-kisah perjalanan saya terkait ngeblog juga sebenarnya ada di ebook yang sudah pernah publish diblog ini: Dua Dunia Seirama: Secarik Kisah Pengalaman Menulis Pustakawan Blogger.

Ok, kali ini saya ingin sedikit menjawab beberapa pertanyaan dari teman-teman melalui chat saat acara berlangsung dan kebetulan karena keterbatasan waktu, ada yang belum sempat dijawab. Pertanyaan ini hanyalah jawaban singkat pribadi, jadi teman-teman pustakawan blogger yang menjadi narasumber lainya (Purwoko, Yogi, Luckty, Irsan, dan Danang) atau teman-teman pustakawan blogger lainya, barangkali bisa memberi jawaban juga melalui blog ini. Pastinya pengalamanya akan berbeda-beda. 

Berikut pertanyaanya:

Assalamualaikum, mohon maaf sebelumnya, saya pustakawan tetapi bukan blogger, hehe. Saya tidak sengaja menemukan id zoom webinar ini dan saya tertarik mengikutinya. Semoga tidak diusir yaa.. hehe (Itanopii)

Semoga nanti tertarik untuk menulis salah satunya di blog ya.He..2

Gimana sih mas/mbak mempertahankan "nafas" di dunia bloger terutama nulisnya sih? (Muhammad khudri)

Sebenarnya sudah pernah saya singgung dan pernah tulis di buku "Motivasi Goblog: Semangat Menulis Blogger Pemburu Dolar" atau juga di slide saya "Motivasi Ngeblog ala Lebah,"  tapi dua hal yang mungkin bisa diawali:

1. Nulis yang ringan-ringan dulu, yang disenangi. 

2. Belajar konsisten dan berjanji pada diri sendiri misal satu hari satu tulisan atau kalau belum mampu satu minggu satu tulisan, dan seterusnya. Ayo praktik!

Mau tanya mbak/mas apa fungsi bloger dalam dunia perpustakaan pada masa sekarang setelah banyak disajikan media sosial lainya.? (Stefani Indah)

Bisa ladang promosi kepustakawanan, menuangkan ide awal gagasan kepustakawanan, personal branding, dan sejenisnya. Kendati sekarang banyak pilihan media sosial lainya, itu bisa dijadikan pelengkap. Misal tulisan di blog bisa di share di Facebook, Twitter, atau mungkin juga di Instagram dengan kemasan format visual (kasih link blognya). Bagaimana dengan Youtube? Bisa di combine. Sekarang ini, Youtube bisa jadi alat pemancing, tautkan link blognya di deskripsi video. Bisa sebaliknya, di embed kode Youtube di blog. Bahkan, menulis zaman now bisa di Youtube misal yang terkenal dengan istilah "Spoken Word"  

Saya mau tanya lebih bagus mana membuat artikel blogger dengan membahas satu topik saja apa campur-campur kayak gado-gado (Veny Fitriyanti)

Dua-duanya ok. Saya pribadi kenapa gado-gado? Untuk memancing pembaca lain, barangkali nanti gak sengaja membaca tulisan kepustakawanan. Terus tertaik. He..2

Klo satu topik juga ok. Bisa jadi pakar kelak dalam jangka panjang. Walaupun kalaupun ngomongin pakar, sering kali dikaitkan dengan harus banyak tulisan ilmiahnya. Tapi, menurut saya blog bisa menjadi covernya dululah. Misalnya ingin fokus nulis satu topik khusus "perilaku informasi," monggo dicoba, konsisten menulis tentang itu. Tulisan dengan gaya bahasa populer juga tak mengapa. Bisa dari berbagai perspektif. Di pencarian mesin pencarian juga saya yakin bisa lebih mudah menduduki peringkat pertama ketika ada yang mencari kata kunci itu.

Bagaimana caranya menumbuhkan rasa PD menulis di blog? (Moh Mursyid) 

Wah ini, yang nanya biasa nulis. Khusus akang ini skip aj deh.he..2

Bagaimana cara buat blog mas? (Nona Rosalinda)

Teknis ini, gampang, gak sampai 5 menit. Yang perlu perjuangan adalah menulis berkelanjutannya. "membuat blog itu mudah, menulis berkelanjutan yang perlu perjuangan." Banyak yang membuat blog, seminggu kemudian jadi blog berhantu.  

Bagaimana dampak yang signifikan blogger pustakawan terhadap perpustakaan? Apa ada dampaknya dengan misal lomba perpus maupun akreditasi perpus? Terima kasih (Senirah)

Saya jawab singkat ya, perpustakaanya bisa dikenal dengan mudah. Itu saja dulu. 

Untuk lomba atau akreditasi perpustakaan saya belum pernah ikut. Jadi, mohon maaf gak bisa jawab.

Ok, itu saja jawaban singkat dari saya pribadi. Teman-teman narasumber lain, silahkan pengalamannya bisa tulis diblog ini. Kalau ada pertanyaan yang terlewat, mohon maaf ya.

Salam,

Pustakawan Blogger Indonesia

Selasa, 01 September 2020

PERPUSTAKAAN (PUN) PEDULI LINGKUNGAN

 


Kondisi  lingkungan berpengaruh terhadap kualitas hidup manusia. Coba bayangkan betapa tersiksanya kita apabila lingkungan sekitar berbau, kotor dan tercemar akibat polusi udara, air dan tanah. Alih-alih menikmati hidup, lingkungan yang kotor dapat memicu berbagai penyakit yang menurunkan kualitas hidup manusia. Apabila kita renungkan, sesungguhnya lingkungan rusak akibat kebiasaan buruk manusia, antara lain: membuang sampah secara sembarangan, menebang pepohonan tanpa upaya menanam kembali dan masih banyak lagi. Celakanya, akibat rendahnya kesadaran manusia terhadap pentingnya kebersihan dan kelestarian lingkungan maka kebiasaan buruk tersebut masih terpelihara sampai saat ini. Bahkan kebiasaan tersebut diprediksi akan terus ada di tahun-tahun mendatang jika tanpa ada upaya merubah kebiasaan tersebut.

Dilain sisi, perpustakaan sebagai salah satu pilar peradapan memiliki tanggung jawab moral untuk mengikis kebiasaan buruk terhadap lingkungan. Menurut cendekiawan, perpustakaan merupakan wahana pendidikan non formal sepanjang hayat sebab perpustakaan menyediaakan beragam sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan manusia. Jika ditelisik lebih lanjut, apa benang merah antara perpustakaan dan pelestarian lingkungan? Benang merahnya adalah literasi terhadap isu-isu lingkungan atau meminjam istilah Fritjof Capra (Fisikawan Austria) adalah Ekoliterasi. Sebuah konsep yang dikenalkan pada tahun 1995 yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara lestari dan berkesimbungan. Ekoliterasi menyasar pada perubahan perilaku yang ramah lingkungan dan perubahan pola pikir yang bersandar pada prinsip lestari dan berkesinambungan.


Perpustakaan R.I Ardi Koesoema, sebagai perpustakaan khusus dibidang lingkungan hidup dan kehutanan, mulai mengadopsi konsep ekoliterasi  sejak 2019. Kegiatan ekoliterasi dikemas dalam beberapa event, seperti: penyuluhan kepada peserta Perkemahan Bhakti Saka Wanabakti dan Kalpataru di bumi perkemahan Cibubur tahun 2019, story telling tentang lingkungan yang menyasar pelajar sekolah dasar pada tahun yan sama. Ternyata kegiatan ekoliterasi tersebut mendapat sambutan positif baik dari siswa, guru maupun mitra perpustakaan R.I Ardi Koesoema. Menyadari bahwa merubah perilaku dan kebiasaan perlu dilakukan sejak dini dan berkesinambungan maka Perpustakaan R.I Ardi Koesoema rutin mengagendakan ekoliterasi setiap tahunnya. Namun pelaksanaan ekoliterasi tahun 2020 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Awal tahun 2020, Dunia digemparkan oleh pandemi Covid-19. Jejak-jejak virus covid-19 masih dapat ditemui sampai saat ini. Guna mencegah penyebarluasan virus tersebut, maka pemerintah pun memberlakukan protokol pencegahan virus dibarengi perubahan perilaku sehat dengan menjaga kebersihan diri. Menimbang hal tersebut, Perpustakaan R.I Ardi Koesoema menyelenggarakan ekoliterasi yang dikemas dalam acara bercerita dengan tetap mengacu pada protokol pencegahan Covid-19. Para peserta story telling bertema ‘Lingkungan Sahabat Kita’ diupayakan mematuhi ketentuan seperti: mencuci tangan sebelum memasuki ruangan, menjaga jarak dan memakai masker dan face shield. Peserta yang berasal dari perwakilan kelas 4,5,6 salah satu sekolah dasar di Kabupaten Bogor tersebut dibatasi hanya 20 orang. Sedangkan siswa lainnya menyimak acara tersebut melalui link Zoom dan Youtube yang telah disediakan oleh panitia. Acara bercerita tersebut menampilkan Kak Bugi dan boneka Otan-nya (orang hutan) dengan menekankan pesan-pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan cara membuang sampah pada tertib, manfaat pepohonan, cara menyemaikan benih. Selama acara, pendongeng menyelingi materi dengan menyanyi  bersama. Terlihat antusiasme peserta mengikuti dan menyimak kegiatan bercerita tersebut.

Penyuluhan dalam bentuk mendongeng diyakini efektif dalam menyampaikan pesan kepada audiens berusia anak-anak. Mendongeng merupakan kegiatan yang mengkombinasikan aspek hiburan dan aspek informasi. Pesan dikemas secara non formal dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak. Boneka berfungsi sebagai alat bantu visualisasi dalam menyampaikan pesan sehingga pesan cerita dapat meninggalkan kesan mendalam dalam benak anak-anak. Diharapkan kesan kognitif  terkait kelestarian lingkungan tersebut tersebut akan berpengaruh positif terhadap perilaku (afektif)  anak-anak dimasa dewasanya kelak.

Sebagai penutup, Perpustakaan sebagai pilar peradapan berperan penting dalam pelestarian lingkungan melalui penyebar luasan ekoliterasi. Sebuah konsep yang bertujuan membekali masyarakat dengan pengetahuan/seperangkat keterampilan mengakses informasi terkait lingkungan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Khususnya untuk anak-anak usia sekolah, ekoliterasi dapat dikemas dalam bentuk mendongeng. Mengkombinasikan pesan verbal dan visual, mendongeng dinilai efektif untuk meninggalkan kesan kognitif yang mendalam sehingga dapat merubah perilaku anak dimasa dewasanya. Ekoliterasi sebagai wujud kepedulian perpustakaan terhadap pelestarian lingkungan. Semoga tulisan ini bermanfaat. (RAH)