Senin, 21 Februari 2022

Membuang Sampah Pada Tempatnya


Selain Hari Bahasa Ibu Internasional, pada tanggal 21 Februari juga diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Peristiwa untuk mengenang tragedi longsor sampah di TPA Luewi Gajah, Cimahi. Tepatnya pada tanggal 21 Februari 2005. Hujan lebat selama beberapa hari mengakibatkan longsornya tanah di tempat pembuangan sampah ini. Selain merusak rumah warga sekitar, juga menewaskan banyak warga yang menembus angka ke seratus. Tentunya ini menjadi salah satu kejadian yang memprihatinkan. Bencana akibat kelalaian manusia.

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah sampah setiap harinya di Indonesia mencapai 185.753 ton setiap harinya. Total produksi sampah di tahun 2020, mencapai 67,8 juta ton.  Separuhnya sendiri merupakan sampah plastik yang susah terurai. Untuk sampah sedotan plastik saja, ada 93 juta batang sedotan. Sedotan plastik termasuk sampah yang susah terurai. Dan tanpa disadari mengancam eksosistem karena menjadi masalah dalam bentuk mikroplastik. Sedotan plastik masuk sepuluh masalah besar di dunia. Tentu hal ini tidak bisa dianggap sebagai masalah sepele. Indonesia sudah darurat masalah sampah.

Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup, sebesar 70% sampah plastik yang bisa didaur ulang. Sedangkan sampah sedotan plastik, selain memiliki nilai jual yang rendah dibandingkan sampah plastik lainnya, juga termasuk yang susah untuk didaur ulang.

Di Indonesia belum memberlakukan dalam pemilahan sampah seperti di Negara Jepang atau Korea. Jika kita sudah berinisiatif memilah sampah di rumah, ternyata akan berakhir sia-sia karena di pembuangan sampah terakhir tetap dijadikan satu. Tempat pembuangan sampah akhir juga belum merupakan solusi yang tepat. Setiap harinya tumpukan sampah yang menggunung tidak akan pernah berkurang, tapi makin meninggi dan terus bertambah tinggi setiap harinya.

Di setiap lokasi-lokasi strategis di beberapa daerah, pemerintah sudah menyediakan tempat untuk membuang sampah pada tempatnya. Sayangnya masyarakat kita malas membaca. Sudah jelas ditulis dengan spanduk besar di lokasi dilarang membuang sampah, tapi justru menjadi lahan empuk untuk membuang sampah sembarangan. Biasanya sering kita temukan di pinggiran sawah, ledeng atau lokasi-lokasi yang sekiranya jauh dari pantauan warga. Di tempat penulis tinggal, sudah ada beberapa CCTV di lokasi—lokasi rawan sampah yang bertujuan untuk memantau para warga yang membuang sampah sembarangan.

Membaca spanduk di larang membuang sampah mungkin sepertinya hal sepele dan kerap kali sering kita abaikan. Padahal dengan membaca, harusnya kita paham mana yang baik atau tidak dalam peduli dengan sampah di sekitar kita.

Dengan membaca juga kita harusnya jadi paham mana sampah yang bisa terurai maupun tidak terurai. Mendaur ulang sampah-sampah yang sekiranya bisa kita daur ulang atau kita jadikan pupuk. Mengurangi pemakaian plastik dengan kemana-mana membiasakan diri membawa totte bag untuk membawa barang belanjaan, minum tanpa sedotan, membawa tumblr di manapun berada untuk mengurangi pemakaian botol plastik sekali pakai, membeli sandang yang awet agar mengurangi limbah pakaian dan sebagainya.

Ditulis oleh:

Luckty Giyan Sukarno

Pustakawan SMA Negeri 2 Metro, Lampung

https://luckty.wordpress.com/

http://catatanluckty.blogspot.co.id/

http://perpus.sman2metro.sch.id/

https://www.instagram.com/lucktygs/

https://www.instagram.com/perpussmanda/

2 komentar:

  1. Nice post.
    Yuk kita giatkan recycling and upcycling...

    BalasHapus
  2. Masalah sampah memang ga ada habisnya :( Susah deh rakyat Indonesia untuk memahami persoalan dan cara menanggulangi sampah. Buang sampah aja ga becus, malah sembarangan. Semoga generasi muda zaman now dan seterusnya mampu memiliki habbit kebersihan lingkungan bebas sampah ya mas.

    BalasHapus