Minggu, 22 Desember 2019

Kursi Terbang dari Onggokan Kertas

Kursi Terbang dari Onggokan Kertas

               Hari ini begitu banyak orang memberikan ucapan dan do-doa terbaiknya untuk ibunda tercinta. Ya, Ibu sosok yang luar biasa. Wajar bahkan sepatutnya ibu mendapatkan perhatian yang lebih, baik oleh anak-anaknya bahkan negara sekalipun. Begitupun ibu di mata sang pustakawan yang satu ini. Ya bagi Bulan, ibu adalah sosok tangguh yang mengagumkan.

               Bulan jadi ingat, saat kecil dahulu ibu sering mendapat kertas-kertas bekas baik dari tetangga ataupun dari orang yang tak dikenal sekalipun. Untuk apa kertas-kertas itu. Ya itu adalah kertas-kertas bekas untuk membungkus dagangan ibu karena ibu berjualan sayuran. Orang memberikan secara cuma-cuma kepada ibu. Ibu dengan senang hati menerimanya. Dari sekian banyak kertas bekas itu, ada yang berupa buku bekas, majalah bekas, koran bekas, dan lembaran-lembaran lepas.

               Apa semua kertas-kertas itu untuk membungkus dagangan ibu. Tidak. Ternyata ibu mampu melakukan klasifikasi. Klasifikasi sederhana dengan memisahkan mana kertas-kertas tersebut yang akan dipakai untuk membungkus dagangan, dan mana yang akan disisihkan untuk Bulan kecil belajar membaca dan menulis. Maklumlah, ibu dengan kondisi ekonomi yang sederhana memaksa otaknya berfikit keras untuk bisa memenuhi kebutuhan informasi dan edukasi anak-anaknya.

               Kertas hasil pilahan ibu memang tidak salah. Pilahan yang tepat. Banyak sekali tumpukan kertas itu berupa buku-buku bacaan atau buku cerita yang menarik untuk Bulan kecil. Ibu membiarkan Bulan kecil yang belum bisa membaca dan menulis itu untuk men-corat-coret dan berkhayal dengan gambar yang dilihatnya. Ibu tersenyum bahagia saat melihat betapa antengnya Bulan kecil menikmati dan menelususri tiap halaman yang membawa imajinasinya jauh ke negeri antah barantah.

               Sebuah buku tentang kursi terbang mencuri perhatian Bulan kecil begitu rupa. Ya lembaran buku itu sudah lepas-lepas dan lecek. Halamannya sedikit lusuh dan kusam karena beberapa coretan tak beraturan dan berdebu. Tetapi buku itu full colour, gambarnya menarik dan hidup. Tak henti-hentinya Bulan kecil memandangi dan mulutnya berkomat-kamit, berceloteh  sendiri membaca buku tersebut menurut imajinasinya. Ya tokoh dalam dalam buku tersebut adalah seorang anak kecil yang sedang duduk di kursi. Kursi itu bisa terbang kemana saja anak itu mau. Seperti karpet terbangnya Aladin yang terbang ke sana kemari sesuka hati membawa Aladin berkelana. Sebuah kursi terbang yang membawa gadis kecil itu  melihat pemandangan indah dari atas.

               Bulan kecil tak bosan-bosannya membaca buku itu. Dan Bulan kecil selalu memamerkan kepada ibunya bahwa Bulan kecil ingin terbang juga seperti anak kecil dalam buku cerita itu. “ Ibu, kapan-kapan Bulan mau terbang ya bu sama kursi ini. Bulan mau pergi ke mana ajah,” celetuk Bulan kecil sambil menatap ibunya dengan senyum khas bocah lima tahun.  Ibu hanya tersenyum, “Iya nak, suatu saat kamu pasti bisa terbang, kamu bisa mejelajah bumi yang luas ini,” jawab ibu yakin selaksa doa yang mantap dipanjatkan ibu kepada Tuhannya sambil mengelus kepala Bulan kecil.

              Ibu dan harapannya selalu menjadi doa yang diaminkan semesta. Kini Bulan merasakan dan menikmati imajinasinya puluhan tahun lalu. Ibu adalah penghantar sejatinya. Bermula dari seonggok kertas bekas yang membangkitkan mimpi indah untuk kebahagiaan anak-anaknya, pandangan  ibu jauh ke depan melampaui keterbatasan hidupnya. 

1 komentar:

  1. semoga bkn hanya 22 Desember saja menjadi hari yg terbaik utk mengingat ibu... tp sepanjang hari sepanjang masa kita trs mengingat dan berbakti bkn hanya pd ibu, tp kedua org tua kita...

    BalasHapus